Rendra menatap ruang kelas Rendi dengan sengit, seisi kelasnya tertawa karena dirinya baru saja terkena ember berisi air yang sengaja ditaruh dipintu. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa Rendi mengalami pembullyan di sekolah.
“Gak seru banget lo kemaren gak masuk dua hari. Tapi karena sekarang lo udah masuk, tuh gimana sambutan kita semua?” tanya salah satu teman kelasnya dengan nada meledek.
“Ini gue yakin Rendi pasti diem aja kalau di bully. Anjing, kalau gak inget gue yang lagi jadi Rendi, gue abisin mereka,” batin Rendra kesal.
“Kok diem? Atau lo bisu ya sekarang?”
“Ini cowok mulutnya lemes banget, bangsat.”
Rendra menghela napas pelan, memilih menuju bangku Rendi yang sudah dia tebak pasti bangku yang terdapat banyak sampah.
Melirik mejanya, Rendra mengepalkan tangannya kuat. Tulisan di meja Rendi membuatna sangat marah.
Anak haram.
Bajingan.
So pinter.
Nyogok guru.
Mati aja.
Kalimat terakhir benar-benar membuatnya sangat marah. Rendi mengabulkan kalimat terakhir itu. Dan itu karena teman-teman kelasnya.
Rendra menendang meja itu hingga terjatuh dan hampir mengenai salah satu temannya yang tadi menertawakannya.
“Lo apa-apaan sialan? Udah berani lo sekarang hah?”
“Kenapa gue harus takut sama sesama gue sendiri? Lo bukan Tuhan yang harus gue takutin,” ucap Rendra menahan emosinya.
Masa bodo tentang dia yang sedang menjadi Rendi, dia tidak bisa membiarkan ini semua berlanjut. Kalau Rendi menyerah dan tidak bisa membalas, berarti Rendra yang akan membalas semuanya untung Rendi.
“Oh, jadi lo beneran berani?” tanya salah satu perempuan yang mendekati Rendra, dari nametagnya, Rendra mengetahui kalau itu Elena.
“Jadi dia? Sekarang gue harus nyari tau apa yang udah dia lakuin ke Rendi.”
“Kapan gue takut sama kalian semua?” tanya Rendra meremehkan.
“Ini sekolah akreditas A, sikap muridnya F, bangsat banget.”
Elena mendekat kearah Rendra dan menatapnya tajam, “apa semuanya masih kurang buat bikin lo nyerah Rendi? Setahun kurang bagi lo?”
“Sialan, bisa bisanya Rendi setahun dibully gak ada cerita ke gue sama sekali.”
Rendra mengepalkan tanngannya kuat, menatap Elena tak kalah tajam, “lakuin semua yang lo bisa. Gue gak akan pernah nyerah.”
“Apa susahnya sih lo nyerah dan nerima Elena? Mau dibandingin gimana juga, Elena lebih lebih dari cewek lo,” ucap Arsyi.
“Anjir, ni cewek obsesi sama Rendi maksudnya? Hebat sih Rendi, tapi ya cewek nya gak ada yang bener.”
“Jangan bandingin sama cewek gue, kalau gue milih cewek gue berarti dia lebih dari lo, Elena,” ucap Rendra sarkas.
Sepersekian detik dia baru ingat kalau perempuan yang dimaksud adalah Wina. Tapi dia malah membandingkan Refy dengan Elena. Dia lupa kalau sekarang dia adalah Rendi.
“Bangsat,” umpat Elena kesal.
---
Rendra menendang kaleng kosong ke sembarang arah, dia benar-benar kesal. Bagaimana tidak, Elena dan murid di kelas seperti benar-benar merendahkan Rendi.
KAMU SEDANG MEMBACA
REND - Renjun Lokal [END]
FanfictionTentang mereka, sekumpulan anak yang memiliki rahasia dan masalahnya sendiri. Tidak berbagi dan berpikir kalau mereka masing-masing hebat dan bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Tapi tidak. Tidak ada manusia yang sehebat itu. Hingga salah satunya...