Rendi menghela napas, tersenyum menatap bangunan sekolah yang sudah dia tempati selama satu tahun kebelakang.
Benar, dia baru saja naik kelas.
Rendi sedikit menyayangkan karena saat kelas 10 dia tidak memiliki teman sama sekali, membuatnya bingung saat harus masuk ke dalam kelas dan mencari barisan kelasnya.
Meskipun begitu, Rendi tidak menyalahkan dirinya yang sulit bergaul. Karena Rendi tahu, ini dirinya yang sebenarnya. Bagaimanapun kekurangan pada dirinya, dia harus menerimanya.
“Yah, gue di sini mau nyari ilmu juga kok,” gumam Rendi, menyemangati dirinya sendiri.
Kalian mungkin akan bertanya bagaimana keadaan Rendi selama kelas 10 bila harus berkelompok bukan?
Jujur saja, Rendi sudah kenal dan sedikit dekat dengan teman kelasnya. Dekat sebagai teman biasa, bukan teman yang sangat dekat.
Jadi bila ada tugas untuk berkelompok, tidak ada yang mengucilkannya. Kelasnya itu sangat kompak.
Tapi sayang, sekarang dia harus berpisah dengan teman kelasnya saat kelas 10 itu. Karena sekarang benar-benar di acak.
Sialnya Rendi itu terpisah sendiri. Walau sejujurnya dia bersama salah seorang teman di kelasnya. Tapi temannya itu tiba-tiba keluar dari sekolah karena keluarganya pindah begitu saja.
“Rendi, lo di kelas mana? Sendiri aja?” tanya Haris, teman sekelasnya saat kelas 10.
“11 IPA 7, seharusnya gue sama Arin, tapi kan dia pindah sekeluarga,” jawab Rendi.
Haris mengangguk paham, “IPA 7 jauh banget loh ngomong-ngomong.”
Rendi menghela napas, “udah gue duga. Di lantai berapa?”
“Bukan lantai, itu di gedung 3. Kan IPA 7 sampai akhir udah beda gedung dari gedung utama.”
Rendi berdecak kesal mendengarnya, “ada siapa aja yang di gedung itu?”
“Gue rasa cuma lo sih. Yang lain gedung utama semua kelasnya,” jawab Haris.
“Kenapa sih? Astaga.”
Haris tertawa pelan dan menepuk pundak Rendi beberapa kali, “sabar bro. Jangan nolep nolep ya nanti. Bergaul lah.”
“Gak tertarik, lagian gue di sekolah mau nuntut ilmu juga bukan ngejadiin gue gak nolep.”
Haris mendengus kelas, “itu jawaban konsisten amat dari kelas 10.”
“Ya udah gue duluan, ke gedung 3 lumayan jauh soalnya,” pamit Rendi.
Haris mengangguk, “hati-hati.”
“Makasih Har.”
---
Rendi mendengus kala melihat anak sekelasnya yang asik sendiri dan tidak berniat memperhatikan guru di depan yang sedang menjelaskan materi.
Entah kenapa Rendi dimasukkan ke dalam kelas ini, sungguh membuatnya sangat kesal.
Andai dirinya tidak memikirkan lebih jauh, sudah pasti dia akan teriak dan memarahi teman kelasnya yang masih berisik itu.
Padahal dirinya duduk di bangku ke-dua dari depan, tapi penjelasan sang guru masih saja tidak terlalu jelas terdengar.
“Butuh mic gak sih gurunya,” gumam Rendi pelan.
Bel istirahat berbunyi, sang guru langsung pergi keluar begitu saja tanpa pamit. Rendi sendiri sudah dapat menebak bahwa guru tersebut sangat kesal dengan kelakuan teman-teman kelasnya yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
REND - Renjun Lokal [END]
أدب الهواةTentang mereka, sekumpulan anak yang memiliki rahasia dan masalahnya sendiri. Tidak berbagi dan berpikir kalau mereka masing-masing hebat dan bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Tapi tidak. Tidak ada manusia yang sehebat itu. Hingga salah satunya...