Narendra menghela napas dan langsung membaringkan tubuhnya di tempat tidur, lelah sehabis kembali dari menjenguk Haekal. Lelah akibat menangis dan mengatai dirinya sendiri adalah teman terbodoh.
Dirinya tidak menyadari bahwa Haekal mengalami hal sulit saja sudah membuat Narendra menyebut dirinya teman tak berguna, ditambah dia tidak bisa membantu apapun dalam hal ini.
Selain karena itu termasuk urusan keluarga, ditambah pelaku yang ternyata Kakak kandung Haekal sendiri masih belum ditemukan keberadaannya sampai sekarang.
Narendra hanya takut, dia takut terjadi hal lain pada Haekal maupun Bundanya. Apalagi melihat keadaan Haekal yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Bahkan tadi Haekal disarankan memakai kursi roda agar dengkulnya cepat membaik.
Narendra menatap handphonenya sendu, menampilkan kontak sang Ayah yang sudah siap untuk dirinya telepon. Tapi dia kembali ragu hanya untuk menekan tombol telepon.
Takut menganggu sang Ayah yang sedang kerja juga takut jika Ayahnya mengabaikan teleponnya. Narendra terlalu takut untuk sekedar memulai.
Narendra menghela napas dan mulai menekan tombol telepon, demi sahabatnya dia harus memberanikan dirinya bagaimanapun juga.
“Halo, kenapa?”
Narendra menguatkan genggamannya pada telepon kala suara sang Ayah mulai terdengar, “Ayah.”
“Ada perlu apa? Uang bulanannya habis? Biar Ayah transfer, kam—“
“Bukan itu,” jawab Narendra cepat memotong ucapan sang Ayah. Beberapa saat hening, Narendra menarik napas, “Narendra boleh minta sesuatu sama Ayah?”
“Apa? Nanti Ayah beliin trus anter ke rumah.”
“Bukan Yah, Narendra boleh minta pengacara dan beberapa bodyguard kepercayaan Ayah?”
Hening, tidak ada jawaban apapun dari sang Ayah membuat Narendra takut bukan main.
“Kamu dalam bahaya?”
Entah kenapa, mendengar suara khawatir dari sang Ayah membuat perasaan Narendra menghangat. Bahkan air matanya tiba-tiba saja sudah keluar tanpa Narendra sadari.
“Untuk sekarang Narendra baik-baik aja Yah.”
“Lalu semua itu buat apa?”
“Temen—maksud Narendra, sahabat Narendra, Yah. Dia yang baru aja ngalamin hal berat dan mungkin ngancem keselamatan dia dan Bundanya.”
“Bundanya?”
“Iya Yah, Ayahnya udah gak ada. Dan keselamatannya terancam sama Kakak kandungnya sendiri. Narendra takut dia kenapa-kenapa karena Kakaknya belum ketemu sampai sekarang. Dan Bundanya baru aja oprasi karena kejahatan Kakaknya.”
“Ceritain sedikit lagi, buat ngeyakinin Ayah.”
Narendra menghela napas pelan, “Kakaknya, entah kenapa ngelakuin itu. Tapi sepengamatan Naren dari cerita Haekal, sahabatnya Naren itu, Kakaknya mungkin pecandu dan suka taruhan. Tempramennya gila. Dan tadi Haekal cerita kalau Bundanya dapet kekerasan dari Kakaknya karena gak ngasih uang. Naren gak tau cerita aslinya, tapi keadaan Bundanya gak bisa dibilang baik-baik aja Yah.”
“Kenapa?”
“Dua tikaman di perut dan satu goresan dalam di tangannya, dan tadi siang baru aja dioprasi, tapi sampai sekarang belum sadar.”
Terdengan gertakan diujung sana, membuat Narendra sedikit takut mendengarnya, “malam ini Ayah kirim 3 bodyguardnya, kamu kirim alamat rumah sakitnya ke Ayah. Dan Ayah bakal kirim 2 bodyguard ke rumah, Ayah gak mau kamu kenapa-kenapa. Untuk pengacaranya, Ayah bakal bicarain ini dulu sama dia.”
KAMU SEDANG MEMBACA
REND - Renjun Lokal [END]
FanfictionTentang mereka, sekumpulan anak yang memiliki rahasia dan masalahnya sendiri. Tidak berbagi dan berpikir kalau mereka masing-masing hebat dan bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Tapi tidak. Tidak ada manusia yang sehebat itu. Hingga salah satunya...