11. ||SUDAH SAATNYA||

14 5 2
                                    

semesta ini sangat luas, jangan dipersempit dengan kalimat "aku tak bisa bahagia tanpanya."

Pagi harinya setelah selesai mandi, Morgan bergegas mengambil kunci mobil di atas nakas lalu keluar rumah setelah berpamitan dengan Abimanyu. Tak lama baginya untuk mengendarai mobil sampai ke parkiran perusahaannya.

Saat pintu lift terbuka, Maudy sudah berdiri disana. Entah harus berapa kali wanita itu terkejut saat berpapasan dengannya. Tak lama Maudy membungkuk sedikit dengan seulas senyuman yang terukir  sebagai tanda rasa sopannya. Sebagai formalitas.

Lift tertutup. Bergerak naik secara perlahan membuat situasi hening yang tercipta diantara mereka.

Maudy sesak sekali, dia ingin berbicara atau sekedar basa-basi kepada Morgan. Tapi sialnya, dia sama sekali tidak ada topik yang pas untuk dibicarakan. Yang ia lakukan hanya curi-curi pandang kepada Morgan.

"Ada apa?" Morgan berucap, tanpa menatap Maudy secara langsung, melainkan melalui bayangan cermin didepannya.

"Tidak, pak" sahut Maudy.

Morgan menghadap Maudy. "Ada yang salah dengan pakaian saya?"

Maudy refleks menggerakkan tangan kanannya. "T-tidak, pak. Tidak ada yang salah" sahutnya.

Ting!

Tepat sekali, setelah Morgan berbalik pintu lift terbuka. Dia pun segera keluar dengan Maudy yang mengikutinya di belakang.

"Woii bro!" Sambut Ersya. Dia menepuk pundak Morgan menyambutnya.

Mereka berdua duduk di sofa yang berada di ruangan Morgan. Dengan Maudy yang sudah menyuguhkan dua cangkir kopi.

"Damian bener pindah?" Tanya Ersya.

"Iya."

"Kenapa?"

"Ck" Morgan berdecak melihat ke leletan Ersya. "Ga inget?"

"Inget apaan?"

"Gobloknya," maki Morgan pelan.

"Lah,"

"Lo kan tau, semenjak orangtuanya meninggal, Damian paling deket sama neneknya. Dan sekarang neneknya itu lagi sakit, gue mau ngasih kesempatan Damian buat ngerawat neneknya. Masa depan kan gak ada yang tau, bukannya gua ngedoain neneknya Damian cepet meninggal—enggak. Cuman gua pengen Damian bisa ngabisin waktu yang banyak sama beliau,"

"Ck Ck Ck," Ersya menatap Morgan takjub. "Terkesan gua," kata Ersya membuat Morgan memutar bola matanya.

"Udah. Jadi gimana tanggat yang gue kasih? Udah dapet persetujuan?" Tanya Morgan.

"Jadi gini gan," Ersya mengeluarkan sebuah kertas kemudian dia tunjukkan kepada Morgan.

"Gue ada ide bagus banget." Kata Ersya, membuat Morgan terus menatapnya.

"Soal tanggat yang Lo kasih, gua pastiin bakal di acc. Tapi Gan, gua mau ngasih proposal pengajuan yang gue bikin,"

"Kita kan udah lama nih berkecimpung di dunia properti? Bosen ga sih selalu di zona nyaman? Nah jaman kan semakin canggih juga, semuanya serba instan gimana kalau kita bikin perusahaan anakan atau cabang baru yang berkecimpung di dunia makanan cepat saji?" Ucap Ersya.

"Tapi Gan, gue mau nama perusahaannya berbeda walaupun berada di bawah naungan Mahendra company"

Perkataan Ersya membuat Morgan tersenyum tipis.

"Mau Lo namain apa?"

"Aenigma fast food," cetusnya.

Morgan tersenyum lagi. "Gua suka ide lo. Lo dapetin acc-nya, setelah dapet ayo coba ngerintis," balas Morgan membuat Ersya tersenyum lebar.

EPHEMERAL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang