🐾 jejak

1K 292 58
                                    

“Mas Ian beneran gak punya hati deh,” timpal Putra geleng-geleng, turut prihatin sama naskah Soraya yang lagi-lagi kena coretan tinta merah Mas Tian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Mas Ian beneran gak punya hati deh,” timpal Putra geleng-geleng, turut prihatin sama naskah Soraya yang lagi-lagi kena coretan tinta merah Mas Tian.

Wendi, editor novel itu, sampai enggak sanggup berkata-kata lagi saking terbuai oleh ketidaktahuannya untuk mengomentari Tian dan cara pria ini mengoreksi. Iya sih, tiap orang pasti beda-beda merespon suatu karya. Tapi enggak melulu begini terus! Astaga ....

“Mas Tian sepuluh hari lagi bukunya terbit!” tegur Wendi setengah dongkol, setengahnya lagi sakit kepala.

Orang kayak Mas Tian ini emang lebih cocok koreksi buku non-fiksi ketimbang fiksi yang mengutamakan fakta, angka, dan kebenaran mutlak. Enggak heran dia selalu diserahi bukti lepas non-fiksi sama manajer korektor alih-alih cerita fiksi. Hanya baru-baru ini saja, punyanya Soraya, Mas Tian ketiban cerita fiksi.

“Mas, latar tempat cerita Aya menurut saya udah cukup bagus.”

“Mbak Wendi belum baca revisian saya, ya?” Eh, malah dia kena sindirian seakan-akan Wendi tidak membaca bukti lepas yang sudah dikoreksi Tian. Wendi cemberut. “Saya merevisi bagian latar tahun. Mbak Aya ini fokusnya justru buyar ke tahun ini alih-alih konsisten dengan latar tahun ceritanya.”

“LALU KENAPA GAK BILANG KEMARIN-KEMARIN AJA?” Putra sampai melongok, kaget campur takjub. Pasalnya dia jarang lihat Mbak Wendi jengkel sampai bentak orang, terutama korban bentakan pertamanya di kantor itu Sebastian Fernando, yang statusnya masih sebagai senior walau jabatannya tinggian Mbak Wendi. “Ya ampun, Mas. Kasihan Aya.”

Tian seolah tak peduli. Selama apa yang menurutnya itu benar, maka dia akan mempertahankan argumennya dengan keras kepala.

“Dia mahasiswa tingkat akhir. Mas Tian emang gak pernah ngerasain apa susahnya jadi mahasiswa tingkat akhir? Aya juga fokus skripsi. Kalau novelnya terus-terusan direvisi gini, lama-lama dia ambyar.”

“Mbak Wendi terlalu melibatkan perasaan sama penulis,” ujarnya meredam kata-kata Wendi sebelum sempat dikeluarkan semuanya. “Bersikap peduli boleh-boleh aja asal jangan berlebihan. Kalau tulisan penulis ada yang salah, tugas kita memberitahu dan membenarkan bukannya tutup mata.”

Wendi bungkam; Putra dari tadi hanya menyimak.

“Mbak Wendi nggak lupa kan, kualitas cerita nomer satu.”

“Udah, udah,” ujar Putra akhirnya bicara setelah nyimak. “Biar sama-sama enak mending revisinya kasih ke penulisnya aja, gimana? Kan, ini juga tanggungjawabnya si penulis.”

Tian sependapat. Membuat Putra yang jarang-jarang bisa sepemikiran sama Tian ini langsung girang. Cengiran lebar kontan menghiasi bibirnya.

Wendi menghelas napas, lalu akhirnya dia mengangguk tanpa protes lagi.

🌶 hotsy-totsy🌶

Ini keempat kali Soraya mampir ke Perusahaan Athena, wadahnya penerbitan buku baik fiksi maupun non-fiksi yang nanti mengurus novel pertamanya berjudul “A Heart A Mess”. Hari pertama kemari waktu dia tandatangan kontrak, hari kedua ketemu Mbak Wendi yang langsung mengenalkannya pada tim grapic yang akan mengurus ilustrasi dan cover buku-nya, hari ketiga dia kemari melakukan pemilihan cover, lalu hari keempat yang jatuh pada hari ini dia mampir ke Athena atas permintaan Mbak Wendi.

Hotsy-Totsy [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang