🙍‍♂️ who's he?

894 207 43
                                    

Aloha! Hosty-Totsy kembali lagi. Apa kabar? Hehe jangan lupa sahur, ya! 🙆

 Apa kabar? Hehe jangan lupa sahur, ya! 🙆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Jangan bete mulu, ah! Ntar juga sembuh.”

Tetap aja yang namanya Soraya lihatin ekspresi cemberut, bibir manyun melulu bikin Ansel geleng-geleng terus pindahin laptop ke kursi bekas tempatnya duduk, sementara dia berdiri guna mengacak kelapa adiknya itu.

“Puasa nulis beberapa bulan gak apa-apa, toh yang penting kamu sehat dulu. Atau mau mas jadi ghost writer-nya?”

Soraya buru-buru geleng kepala. Yakali, Mas Ansel jadi ghost writer-nya? Yang ada ide bukannya lancar malah ambyar duluan. Habisan Soraya lebih nyaman bernarasi ataupun berdialog sama diri sendiri dan menuangkan ide ke sebuah tulisan daripada pakai jasa orang ketiga sebagai jasa ghost writer.

Lantas mustahil Ansel selalu siap jadi ghost writer-nya selama masa istirahatnya pasca musibah ketimbang plafon ruang kerja di Gedung Athena, di saat kakaknya itu punya pekerjaan dan kehidupannya sendiri. Kalau bukan karena insiden ini, Ansel dari tiga hari lalu pasti udah balik ke rumah dinas alih-alih tukeran jadwal sama teman di kantor terus pagi tadi nekat pulang pergi dari rumah ke kantor.

Soraya melirik tangan kanannya yang digips sedikit murung, sedikitnya lagi legowo. Istirahat nulis, ya? Dokter bilang butuh waktu setidaknya tiga bulan paling lama buat sembuh total setelah mengalami patah tulang pada tangan kanannya akibat kejatuhan plafon ruangan. Andai yang digips adalah tangan kiri, Soraya enggak butuh libur karena tangan kanannya dapat berfungsi baik. Tapi kondisinya lebih beruntung ketimbang Mbak Wendi yang waktu kejadian melindungi kepala Soraya, sehingga mengakibatkan sang editor mengalami sobek pada kepala dan butuh dijahit. Soraya belum ketemu Mbak Wendi tiga hari ini, tapi orang tua dan Ansel telah mewakilkannya.

Soraya mendengus ketika ibu jari dan jari telunjuk Ansel mencubit pipinya setelah tadi mengacak kepalanya. “Mas Aan! Pipiku melar nanti.”

“Baguslah. Biar tambah chubby.”

Bukannya dilepas, malah semakin dicubit pipinya. Soraya memutar bola sambil mengembungkan pipi sengaja supaya Ansel menyingkir dari sana.

“Mas Aan gak pulang?” Sebenarnya Ansel baru pulang dari kantor setelah nekat pp dan langsung ke rumah sakit gantian jagain Soraya sama ayahnya dari satu jam lalu. Dari rumah Ansel berangkat jam 03.30 pagi, mungkin dua hari lalu sebelumnya si kakak udah izin sama atasan sehingga dibolehin masuk setengah hari sehingga sebelum jam 6 atau 7 sore dia bisa tiba di rumah.

Ansel kembali duduk di kursinya dengan laptop yang sudah dimatikan itu di pangkuan. “Terus kalau mas pulang, siapa yang jagain kamu?”

“Gak perlu dijagain, rumah sakit ramai.” Lagian ada banyak perawat keliaran, lalu tiap jam-jam tertentu ada dokter sama perawat nyamperin kamar Soraya buat diperiksa keadaannya.

“Kalau kamu mau ke toilet buat pipis atau bab, terus makan, minum, atau ngupil misalnya?” Soraya berdecak mendengarnya, “siapa coba yang mau bantuin kalau bukan masmu ini.”

Hotsy-Totsy [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang