🍃 life must go on

927 244 142
                                    

Sabar dikitttttt 🤸‍♂️

“Mbak overthinking tau,” ujar Wendi, akhirnya bisa napas lega setelah dengar pengakuan Soraya yang selebihnya hanyalah karangan gadis itu demi menutupi perasaannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Mbak overthinking tau,” ujar Wendi, akhirnya bisa napas lega setelah dengar pengakuan Soraya yang selebihnya hanyalah karangan gadis itu demi menutupi perasaannya. Untung Mbak Wendi percaya atau mungkin perempuan satu ini tidak begitu memerhatikan keanehan dua orang itu dalam satu ruangan. “Tadinya ngira kalian ada apa-apa soalnya Mas Tian tuh, gak pernah lepas tangan bukti lapas yang belum rampung.”

Kata-kata Mbak Wendi ini mengisyaratkan betapa ia sangat menghormati sosok Sebastian Fernando, seniornya di Divisi Editorial Sastra sebelum pindah ke divisi proofreading, terlepas dari sifatnya yang kelewat kritis sebenarnya Tian adalah sosok baik dan enak jika dijadikan partner diskusi sastra.

Disamping Mbak Wendi yang lega karena praduganya salah sasaran, Soraya yang udah kelewat panik mengira Mbak Wendi tahu sesuatu yang belum dia ketahui sehingga ia mencemaskan sesuatu itu akan merusak namanya sebagai Soraya Saraswati pemilik nama pena Saya. Dia khawatir hal buruk akan menimpanya dan penyebabnya tak lain karena Soraya merasa pernah suka Tian—atau memang masih suka.

Agak aneh sebetulnya, toh buat apa Soraya tadi panik ketika mendapatkan pernyataan itu sementara hubungannya sama Mas Tian emang enggak ada yang special selain korektor dan penulis.

“Emang Mas Tian enggak kasih tahu alasannya, Mbak?” Sekadar basa-basi, aslinya dia sekadar pengen tahu alasan Tian yang memilih bersikap tidak profesional itu.

“Manajer divisi korektor bilang sih, naskahmu udah ready buat dilempar ke divisi penerbitan. Sementara Mas Tian bilang ke Mbak Wen, ya ... kalau urusannya sama naskahmu udah selesai, gak ada yang perlu dikoreksi lagi. Revisi kemarin itu yang terakhir.”

Tian mungkin sudah berpikir keras malam itu mencari alasan logis yang dapat diterima oleh rekan kerjanya. Alasan mengapa dia selesai mengurus bukti lapas milik Soraya. Pernyataannya terjadi secara tiba-tiba, pagi ini, makanya Mbak Wendi bingung lebih-lebih hasil revisi baru Soraya belum ada di tangan mereka lalu dari mana Tian tahu kalau naskah Soraya selesai?

Pada titik itulah Mbak Wendi mulai berspekulasi bersama Putra yang langsung melesat ke mejanya saat mendengar buku Soraya selesai diurus Tian. Putra datang karena terlalu excited dengan hasil tulisan Soraya. Sebetulnya dia sudah rampung baca “Heart A Mess” dari beberapa bulan lalu sebelum karyanya itu dilirik sama penerbitan tempatnya kerja ini, saat menemukan cuplikan chapternya yang viral di Tok Tok.

Mbak Wendi hanya mengira bahwa telah terjadi gencatan senjata antara Tian dan Soraya. Mengingat betapa sering seniornya itu menyuruh penulisnya revisi naskah melulu, jadi ada kemungkinan Soraya mogok bicara ke Tian sebagai awal dari perselisihan mereka. Mbak Wendi berpikir Soraya tidak suka kalau Tian mengurus ceritanya, tidak suka dipaksa revisi terus-menerus, dan tidak suka kalau bukunya harus dirombak lagi. Lalu demi kenyamanan mereka dan menghindari konflik serius, Tian kemudian memutuskan untuk lepas tangan.

Hotsy-Totsy [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang