🌾 feeling

929 208 42
                                    

Jangan lupa sahur 🙆

“Kirain emang pengen jengukin, taunya nganter paket doang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kirain emang pengen jengukin, taunya nganter paket doang.” Dia enggak tahu mau kecewa atau bersyukur karena menjenguk hanyalah alasan belaka Andra kemari buat nganterin paket padanya.

Iya, sang barista ke sini cuma nganter dua lembar kertas dari Theò yang dititipin ke Sabo terus dianterin Andra ke Soraya. Bukan karena emang dia kepengen jenguk Soraya pas tau orangnya dirawat rumah sakit. Mau kecewa, tapi ini Andra yang di matanya agak sulit didekatin sekalipun mereka kelihatan udah dekat.

Andra hanya menyeringai tipis menanggapi kekecewaannya, tanpa merayu atau mengarang indah tipikal cowok buaya untuk sekadar menyenangkan si cewek yang tengah merajuk itu. Tapi kan, Soraya bukan “si cewek” dalam artian kutip—ya wajar, kalau Andra biasa-biasa aja sama dia. Malah bisa dibilang Andra itu mlempem kayak kerupuk, dibandingkan Soraya anaknya super aktif udah kayak bunyi radio lagi siaran online.

Setelah nanya kabar dan keadaannya terus menyerahkan dua lembar kertas print-printan tersebut, Andra mau pamit pulang pada waktu itu dan Soraya cuma bisa, “Ya udahlah, sana pulang!” tanpa merengek seperti biasa, meskipun di sudut hatinya dia berharap Andra mau tinggal sedikit lama menemaninya yang kesepian. Syukurnya cowok itu gagal pulang ketika dua orang datang menjenguknya.

Iya, gagal soalnya Putra muncul-muncul langsung menyabotasenya. Soraya curiga kalau perbuatannya itu ada campur tangan kakaknya, Ansel.

Andra yang bingung akhirnya pasrah saat si cowok setengah cewek menyeretnya duduk di sofa, lalu dengan sok kenal dan akrabnya dia ngajakin ngobrol berdua setelah Putra menanyakan kabar Soraya dan menjelaskan alasannya kemari karena mewakilkan Mbak Wendi dengan ditemani Tian.

Soraya melirik Tian yang berdiri tak jauh dari ranjangnya. Menatap pria itu sedikit lama sebelum bertanya, “Mbak Rara gimana kabarnya, Mas?” Belum lama juga kok, dia ketemuan sama Rara—yah, dua hari kemarinlah. Enggak tahu kenapa tiap ketemu Tian bawaannya yang pengen ditanyain kabar itu Rara alih-alih orang itu sendiri yang lagi-lagi menjenguknya kemari.

“Baik.” Tian menyeret kursi bekas Ansel dan Andra, lalu duduk di situ dan balas menatapnya. “Kamu sendiri gimana?”

Soraya mengangkat bahu sambil lalu menunjukkan keadaannya seperti biasa acapkali Tian bertanya balik.

“Tangannya?”

“Gini, gini aja ... digips.”

Tian menggulum senyum lalu menarik perhatiannya ke arah sofa. Tepatnya ke arah Andra yang ditahan Putra. Agaknya tertarik sama apa aja yang diobrolin dua cowok itu.

“Mas Putra ... Mas Andra tuh, mau balik,” seru Soraya merasa kasihan sama Andra yang kurang nyaman didekat Putra. Sekalipun semua pertanyaannya dia jawab dengan lugas dan baik, rautnya itu tak menyembunyikan perasaannya sama sekali dan Soraya memahaminya. Gara-gara Ansel nih, Putra jadi ikut campur.

Hotsy-Totsy [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang