📽 behind the scenes

877 217 99
                                    

Hayooo, lagi pada ngabuburit, ya?? Ngomong-ngomong, selamat berbuka puasa bagi yang menjalankan 🙆

Awalnya Rara membuang wajah ketika pagi itu Tian akan pamit berangkat kerja, tapi setelah dia merasa sikapnya itu cukup menyebalkan akhirnya Rara menghampiri Tian, minta maaf, dan lalu mengizinkannya kerja walau diujung kalimatnya tetap terselip, ...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Awalnya Rara membuang wajah ketika pagi itu Tian akan pamit berangkat kerja, tapi setelah dia merasa sikapnya itu cukup menyebalkan akhirnya Rara menghampiri Tian, minta maaf, dan lalu mengizinkannya kerja walau diujung kalimatnya tetap terselip, “Coba pikirin lagi, Mas?” tetap dengan harapan sama yang justru bikin Tian merasa berat hati melangkah keluar rumah.

Rara yang kebetulan jam kerjanya cukup fleksibel langsung kembali tidur dan diam-diam perempuan itu meneteskan air mata tanpa sang suami ketahui. Biasanya pukul delapan pagi dia baru berangkat kerja karena jam masuk kantornya pukul sembilan pagi, kalau Tian sengaja berangkat pagi buat soalnya jarak rumah dari kantornya itu lumayan jauh. Sebetulnya Rara bukan orang yang suka menangis sembunyi-sembunyi dan bukan tipe orang yang gampang menangis di hadapan orang lain termasuk di depan Tian juga, tapi semenjak kehilangan Dannis—anaknya—dia gampang sekali membuang air matanya itu. Padahal Rara telah berusaha keras supaya menerima keadaan, tapi situasinya sulit seolah memaksa dirinya supaya tetap terjebak pada masa-masa itu.

Sehingga Rara selalu beranggapan bahwa Dannis meninggal karena kesalahannya sebagai seorang ibu yang tak becus menjaga putra dalam kandungannya sendiri. Dari pikiran-pikiran itulah yang menimbulkan pula anggapan bahwa dengan dia yang tak becus merawat Dannis, bagaimana dia bisa merawat keluarganya sendiri. Rara meragukan kemampuan dirinya, itu sebabnya dia merasa tak pernah yakin bisa mendapatkan lagi Dannis-nya yang kedua.

Jarang orang mengerti keadaannya. Mereka hanya memahami situasinya sesaat, prihatin, bela sungkawa, lalu pada akhirnya akan mengolok-oloknya dan hampir semua dari suara itu tertangkap indranya. Pertama mungkin Rara memaklumi namun lama-kelamaan suara mereka jadi terdengar menyebalkan yang justru menyebabkan dirinya tersudutkan sehingga dia memilih untuk meninggalkan rasa cemas palsu dari orang-orang sekitarnya.

Namun, hal yang paling dibenci darinya ialah ketika mereka menyuruhnya supaya terus berusaha. Orang tua, mertua, bahkan kerabat dekat selalu menyuruhnya tetap sabar dan memaksanya mengikuti beragam jenis progam bikin anak bersama Tian tanpa mereka pikirkan situasinya yang tak bisa lagi merasa bahagia setelah Dannis pergi.

Rara pengen Dannis, jika mereka menanyakan apa keinginannya sekarang maupun nanti. Dan Rara tidak bisa menciptakan Dannis lagi, buat sekarang maupun nanti. Mau seberapa rutin pun dia menjalin hubungan suami-istri bersama Tian, jika Rara merasa bahwa dirinya tidak siap dan selalu ragu pada kemampuannya selamanya pun dia tidak akan memiliki Dannis lagi.

“Kamu kan gak mandul, rahimmu baik-baik aja. Masih bisa bikin anak lagi kalau rutin begituan sama suami.”

Bukan tentang mandul atau rahimnya yang baik-baik saja, ini tentang rasa kepercayaan dirinya. Mereka tak akan mengerti bagaimana tersiksanya dia dengan perasaan ini selama dua tahun ini. Mereka hanya belum mengalami sendiri apa yang dirasakannya. Andaikan mereka mengerti sejak Dannis pergi, Rara tidak pernah lagi merasa puas dengan kehidupan ranjangnya bersama Tian.

Hotsy-Totsy [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang