KEMARAHAN #2

1K 74 15
                                    

            Setibanya di rumah besar yang mirip kastil di atas perbukitan, jauh dari pemukiman. Kazuya membuka pintu rumah itu kasar. Membuat Seimaru yang ada di dalam kamar segera keluar. Ia langsung meloncat dari lantai dua tanpa repot-repot menggunakan tangga lalu berjalan mendekati orang yang baru datang itu.

            “Hey, Kazuya! Dimana Klein?” Kazuya tak merespon pertanyaan Seimaru. Ia terus melangkahkan kakinya melewati Seimaru begitu saja. Emosi Seimaru segera naik kembali ke batas maksimum. Ia sudah tak bisa menahan kekesalannya pada Kazuya. Segera ia berlari cepat dan mencengkeram baju Kazuya.

            “Aku sedang berbicara denganmu!!” Matanya melotot marah. Sementara Kazuya yang sudah tak ingin berkelahi dengan Seimaru hanya menatapnya datar. Nampaknya ia tengah menahan kekesalannya agar tidak sampai menumpahkannya pada Sei.

            “Kau tidak melihat siapapun selain aku, kan? Sudah, minggir sana!” Kazuya pun menepis tangan Sei. Sei tak percaya dengan tingkah Kazuya padanya. Merasa ini semua adalah salah Kazuya yang membuatnya tak bisa mengejar Klein sendiri, Sei pun meninju wajah tampan Kazuya yang sudah tergores sana-sini.

            “Dasar!! Tukang ikut campur!!” Kazuya memegang wajahnya yang sudah lebam-lebam menjadi semakin parah. Ia menahan semua rasa sakitnya, menatap Sei yang siap akan menghujaninya dengan pukulan lagi. Tangannya menahan badannya yang terdorong akibat hantaman Sei, kurang satu senti lagi punggungnya berbenturan tembok.

            “Kalau kau tak bisa menanganinya sendiri, harusnya kau biarkan aku saja yang menghadapinya!!” Teriak Sei dan merangsek maju. Dengan cepat Kazuya menahan kepalan tangan Sei. “Jangan cerewet! Kalau mau berkelahi bilang saja, dengan senang hati kusambut. Rasakan ini!” Pukulan tangan kanan Kazuya sukses mendarat di pipi Sei. Sementara tangan kirinya yang memegang tangan Sei pun memutar tubuh Sei, hingga tubuhnya berbalik. Dengan cepat, Kazuya menendang punggungnya keras. Tubuh Sei pun terdorong maju. Ia pun menahan lajunya dan segera berbalik menatap Kazuya. Sorot mata keduanya bertemu. Keduanya sudah siap-siap dengan segala jurusnya masing-masing. Lalu mereka siap maju satu sama lain untuk melanjutkan adu jotos mereka. Untungnya ada seorang gadis kecil berambut pirang (kira-kira berumur 9 tahunan) tiba-tiba berdiri di tengah mereka, menghentikan serangan mereka sementara.

            “Kakak-kakak sekalian!! Tak ada gunanya kalian berkelahi di sini! Selesaikan saja masalah kalian di luar. Jangan merusak rumah ini! Kalau Papa Ryu marah, kalian kena getahnya lho!!” Teriak gadis berambut kuning itu sebelum naik ke lantai dua. Ia membawa baskom berisi air dan kain lap.

            “Masih mau lanjut?” tawar Kazuya pada Sei dari seberang.

            “Cuiiihh!! Tak ada gunanya aku melawanmu. Menghabiskan tenaga saja, lebih baik aku mencari orang sialan itu saja!” Sei berpaling dan melangkahkan kaki pergi meninggalkan Kazuya. Kazuya masih tak beranjak dari tempatnya. Ia mengepalkan kedua tangannya keras. Sebenarnya Kazuya ingin melepas Sei, tapi ia tak ingin Sei hancur jika berhadapan dengan vampir itu. Ia tahu kalau Sei adalah vampir yang takkan mudah menyerah, tapi kekuatannya masih berada di bawah levelnya. Ia tahu karena dua tahun lalu itu adalah pertemuan sekaligus pertarungan terakhir mereka. Beberapa detik kemudian, Kazuya sudah berada di depan pintu, mencegah kepergian Sei.

            “Kalau kau mau pergi kau harus melawanku dulu!”

            “Aku tak ingin melawanmu, Kazuya!” Usai berucap demikian, sebuah pukulan mendarat di wajah Sei. Membuat Sei yang masih tak terkontrol emosinya mau meladeni Kazuya. Pertempuran sengit malam itu takkan terelakkan lagi. Mereka sudah tak memikirkan siapapun, termasuk keadaan Hana. Hanya Klein-Klein dan Klein.

            “Kalau kau begini, kau sama saja denganku, Sei!” Telinga Sei panas mendengar ucapan Kazuya.

            “Jangan samakan aku denganmu, tuan sok ikut campur!” Adu mulut dan jotos keduanya menghiasi awan pekat malam itu. Entah sampai kapan mereka berhenti. Nampaknya Kazuya sengaja mengetes kemampuan Sei malam itu sekaligus sebagai tempat pelampiasannya. Karena jauh di lubuk hatinya, ia masih menyayangi saudaranya yang satu ini. Sebagai kakak tertua yang entah baik atau tidak, ia meladeni adik keduanya yang sudah naik menjadi ketua pengawas wilayah daerah Osaka.

            Dua menit telah berlalu begitu cepatnya, Kazuya dan Seimaru kini saling berjauhan. Seimaru dan Kazuya saling terdorong ke belakang (arah berlawanan) karena kekuatan tinju mereka sama-sama kuat. Lalu Kazuya berusaha berdiri karena energinya sudah terkuras banyak denga Klein. Ia meludah ke tanah. Membersihkan darah dari mulutnya.

            “Lumayan. Kau sudah jauh berkembang dari yang kukira, Sei. Kalau begitu, aku membiarkanmu untuk mencari Klein. Setelah itu, kembalilah! Camkan kataku ini baik-baik. Saat kau bertemu Klein nanti, jangan mudah terpancing emosi!”

“Cuihh.. Ini semua salahmu! Jangan sok ikut campuri urusanku lagi, Kazuya! Kau ingat juga kata-kataku ini! Saat aku tak bisa menangkapnya malam ini, urusan kita masih belum selesai!” Usai berkata demikian, Seimaru segera berlari menjauhi Kazuya. Sementara Kazuya sambil menahan rasa sakit dari dalam tubuhnya, diam-diam ia mengikuti Seimaru tanpa sengetahuannya. (Bener-bener tukang ikut campur kalau sudah berurusan dengan keluarganya sendiri!)

***

Akhirnyaaa updet jugaa.. Mungkin gak seperti harapan kalian yaa.. Sebenernya aku kehabisan ide, tapi tetep keukeuh mau nyelesein nih cerita. Wkkwkwkw :D

Kalau ada komen apapun itu silahkan di bawah yaa.. Aku terbuka buat segala saran dan kritiknya kok.. n_n

Jangan lupa tinggalkan jejak ya! Jejak vote atau komen kalian sangat berarti bagi Author. Terima kasih sudah mampir! ^_^

DARAHKU: UNTOLD BLOOD (Pending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang