Erlang-Chapter I 'Prelude'

1K 66 1
                                    

Suara tangisan bayi menggema di seluruh penjuru rumah, tapi tak ada satu jiwa pun yang tergerak untuk menenangkan bayi itu.

Perempuan yang sedang merawat wajah nya itu mengerutkan alisnya. "Berisik banget sih! Mas! Kamu urus Erlang sana." Teriak perempuan itu dengan nada geram dan meneruskan perawatan wajah yang sedang ia lakukan.

"Aku lagi kerja, Tasya. Biarin aja kalo kamu gak mau urus dia. Jangan ganggu aku, besok kamu titipin dia ke Mama aja." Lelaki itu memijat pelipisnya dan tetap sibuk dengan laptop nya.

"Kalo bukan karena mama kamu maksa aku, dia gak bakal ganggu hidup aku Mas!" Dengan ketus perempuan itu berkata dan ekspresi muram terpampang jelas di wajah nya.

Lelaki itu mengepalkan tangannya, berusaha meredam emosi nya. "Kita udah setuju gak bahas ini lagi, Tasya! Jangan bawa persoalan ini lagi."

Sementara bayi lelaki yang sedang terbaring di atas tempat tidur itu tetap menangis.

Perempuan itu menghentakan kaki nya dengan keras, "pecah! Pecah kepala aku denger suara anak kamu. Nangis aja kerjaannya."

"Ck!" Lelaki itu bangkit dari kursinya dan membongkar semua perlengkapan bayi yang sudah tergeletak sejak 5 jam yang lalu dan membuat susu secara asal-asalan. "Minum." Sembari memegang botol kearah si bayi.

Begitu bayi itu tenang, lelaki itu kembali membereskan perlengkapan sang bayi dan memasukannya ke dalam mobil. "Aku jalan!" Teriak nya sembari membanting pintu depan rumahnya. Setelah ia memasang car seat di kursi depan, ia membawa bayi lelaki itu pergi.

Tutt... Tutt...

"Halo? Kenapa Rendra? Erlang gimana udah nyaman disana?" Suara antusias wanita di seberang menyapa.

Lelaki itu terdiam sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk berkata, "Ma, aku bawa Erlang ke tempat mama lagi aja. Aku dan Tasya masih belum siap ngerawat Erlang."

"Narendra! Erlang itu anak kamu. Mama cuman mau kalian berdua bertanggung jawab dan tidak melewatkan setiap momen Erlang." Wanita itu menghembuskan napasnya dengan kasar.

Setelah hening yang begitu lama, lelaki itu memanggil sang mama. "Ma? Sinyalnya gak putus kan?"

Wanita berkata dengan pelan, "mau sampai kapan?"

Lelaki itu menoleh saat bayi itu tertawa dan berusaha menggapai tangannya dengan tangan mungilnya, "lima tahun Ma, lima tahun lagi." Ucap lelaki itu dengan tegas.

Wanita di seberang sana sadar bahwa ia tak dapat memaksa dua insani itu membuka hati mereka langsung ke Erlang, maka dengan berat hati ia hanya dapat menerima dan bersabar. "Oke, tapi kalian harus ngejenguk Erlang setiap liburan. Mama gak mau tau."

"Iya Ma, nanti kita lanjut lagi ya. Aku lagi nyetir."

Tut.

Begitu panggilan itu berakhir lelaki itu langsung memukul setir di hadapannya dengan keras. Bayi lelaki yang terkejut itu kembali menangis dengan kencang.

"Diam kamu!" Ucap lelaki itu dengan galak dan mencubit paha bayi itu.

Perjalanan yang memakan waktu hampir tiga jam itu di penuhi suara tangisan bayi selama beberapa menit awal hingga akhirnya bayi itu lelah dan terlelap.

Begitu mereka tiba, "Ma." Panggil Rendra pelan ke wanita yang masih terlihat begitu muda di hadapannya.

Wanita itu memalingkan wajah nya, nampak enggan membalas panggilan Rendra dan langsung pergi mencari cucu kesayangannya.

"Mama cuman mau kalian bisa jadi orang tua yang baik buat Erlang sebelum dia besar." Tenggorokan wanita itu tercekat saat melihat wajah tenang Erlang di dekapannya. Pertahanannya runtuh melihat bayi yang tak mengetahui apa-apa menjadi korban dari permasalahan orang dewasa. "Dia bukan hasil dari kesalahan kalian berdua, Rendra. Mama-" Wanita itu terdiam dan menghapus air matanya yang mengalir.

"Ma," Rendra terdiam, bingung akan apa yang harus ia ucapkan. "Aku dan Tasya masih belum siap. Kami harus berusaha membangun semua nya kembali." Lanjutnya.

"Mama baru tadi pagi bawa Erlang ke tempat kalian. Apa kalian tidak rindu dengan anak yang tak pernah kalian rawat sejak ia lahir? Ini sudah 8 bulan, Rendra." Ucap nya pelan. Wanita itu kehabisan kata-kata, entah setan apa yang telah merasuki anak nya. "Kapan kalian akan siap, jika tidak di jalani terlebih dahulu Rendra?" Lanjutnya.

Rendra menatap bayi yang berada di dekapan sang Mama, "maaf Ma. Aku janji lima tahun lagi." Wajah nya memelas ke arah sang Mama.

"Mama akan pegang ucapan kamu Rendra. Jangan bikin mama kecewa lagi." Jawab wanita itu dengan pasrah.

Rendra langsung berjalan mengambil perlengkapan bayi yang ada dan meninggalkannya di teras rumah. "Aku langsung pulang Ma."

"Ini sudah mau malam nak, nginep aja disini." Memang jiwa keibuan dari seorang ibu akan selalu ada, tak peduli akan kesalahan yang di buat anak nya.

"Rendra ada kerjaan Ma." Lalu lelaki itu masuk ke dalam mobil nya dan membuka kaca nya, "aku pulang Ma." Lalu mobil nya melaju pergi.

Wanita itu memandang sendu mobil yang semakin perlahan semakin menjauh. "Erlang temenin Nenek dulu aja ya." Bagaikan tersihir oleh perkataan sang nenek, samar-samar terlihat wajah bayi yang masih terlelap dihiasi oleh senyuman kecil.

"Nya, Den Erlang gak jadi tinggal di Jakarta?" Dari belakang bi Inem muncul dengan celemek nya.

Wanita itu mengangguk pelan, "iya bi, tolong ambilin tas Erlang."

"Oke Nya."

Wanita itu menggendong masuk Erlang dan meletakannya di kasurnya. "Nenek sayang banget sama Erlang. Erlang harus tumbuh jadi anak yang sehat ya nak, nenek bakal nemenin Erlang." Lalu Ia mengusap pelan kepala bayi yang sedang terlelap itu.

© NovelynMignonette
01 April 2022

Ini Aku, ErlangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang