Erlang-Chapter VI 'Momen Bersama'

411 40 1
                                    

Rendra berjalan ke atas, suasana rumah masih terasa sama walau banyak yang berbeda. Pintu warna putih dengan gagang pintu berbentuk bintang menarik perhatiannya. Rendra yakin kamar di depan nya adalah kamar Erlang.

Rendra berdiri di depan pintu sejenak, berpikir dengan keras apa yang harus ia sampaikan kepada anak itu. Sebenarnya Rendra masih lelah, ia hanya ingin mengistirahatkan diri nya sejenak. Tapi, sang Mama telah memintanya. Jika bukan karena Mama yang histeris menelepon Rendra akan kabar Erlang yang hilang, ia juga tak akan merepotkan diri langsung pergi ke Bandung. Sejak lima tahun yang lalu ia membawa Erlang ke Bandung, ia akhirnya kembali ke Bandung.

Rendra memberanikan diri untuk mengetuk pelan pintu di depan nya, sebelum ia memutuskan untuk membuka nya, karena tidak ada jawaban.

Kamar bernuansa bintang langsung menyapa Rendra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamar bernuansa bintang langsung menyapa Rendra. Rendra dapat melihat badan kecil Erlang yang berada di tempat tidur. Erlang menguburkan wajah nya diatas bantal. Rendra menghela napasnya pelan. Ia mendekatkan diri nya ke tempat tidur Erlang dan duduk di tempat tidur nya.

Erlang yang merasakan pergerakan tempat tidur nya langsung menggeser badan nya menjauh. Ia masih menenggelamkan kepala nya di bantal.

"Erlang, ini Papa." Rendra berusaha menyapa dengan ramah anak yang tadi sempat ia bentak. Ia sempat kehilangan logika nya sejenak saat melihat wajah Erlang yang ternyata sangat mirip dengan wajah nya. Sebenarnya bukan nya ia membenci Erlang, tapi awalnya keberadaan Erlang adalah satu eksistensi yang sangat tidak di harapankan ada di antara Rendra dan Tasya. Tapi, Tuhan berkata lain dan Erlang adalah satu-satunya penghubung antara Rendra dan Tasya.

Erlang memalingkan wajah nya di atas bantal. Rendra menarik pelan tangan Erlang untuk menatap wajah nya, tentunya Erlang memberikan perlawanan.

"Erlang." Panggilnya lagi pelan. Kemudian Rendra langsung menggendong badan Erlang dari posisinya. Wajah memerah, ingus dan air mata yang membasahi bantal, Erlang langsung menghapus air mata dan ingusnya dengan lengan nya. Rendra terkejut, tak terpikirkan bahwa Erlang mungkin saja sedang menangis, karena tidak ada suara tangisan yang terdengar. Ia pikir Erlang hanya sedang marah dengan nya. Rendra bingung akan apa yang harus ia lakukan untuk menenangkan anak itu, jadi Rendra hanya menepuk pelan punggung Erlang.

"Erlang kenapa Mas?" Tasya masuk ke kamar dan langsung terkejut dengan pemandangan di hadapannya. Tasya menaruh yogurt di tangannya di atas meja.

Tasya langsung mengambil alih Erlang dan menggendong Erlang. "Erlang kenapa?" Perkataan itu tidak menenangkan Erlang, air mata Erlang malah semakin menetes dengan deras.

"Er-Erlang kangen." Menelan ego nya Erlang berkata dengan sesenggukan. Erlang sangat senang mendapatkan perhatian kecil ini dari Papa dan Mama nya, tapi air mata nya tak dapat berhenti.

Rendra dan Tasya terdiam, tapi perkataan Erlang tentu saja menohok hati mereka. Dengan canggung Rendra dan Tasya saling melemparkan tatapan.

Sebenarnya selama mereka di Jakarta, tak pernah terlintas di benak mereka bahwa ada Erlang yang menunggui mereka. Mereka berdua tenggelam dengan pekerjaan mereka masing-masing dan tidak ingin mengurusi urusan satu sama lain. Walaupun mereka telah menikah, hubungan mereka tak lebih dari dua insani yang tinggal bersama selama salah satu dari mereka tak mencoreng pernikahan mereka terang-terangan.

Telepon-telepon dari sang Mama juga sering mereka abaikan. Kabar Erlang dari sang Mama hanya lah angin lalu bagi mereka.

Keberadaan Erlang juga mungkin Rendra lupakan, jika bukan karena Mama yang selalu mengingatkan. Sementara Tasya juga turut melupakan Erlang dengan kesibukannya. Hari demi hari berlalu dan rupanya Erlang yang tak pernah mereka temui, merindukan mereka. Ironis sekali rasanya.

"Erlang mau beli mainan?" Rendra berusaha mengalihkan perhatian Erlang. Ia belum bisa menjawab ucapan Erlang. Berat bagi nya untuk membohongi anak itu.

Tasya mengalihkan pandangannya dan berusaha menghilangkan air mata nya. Tak pernah ia berpikir bahwa diri nya akan melahirkan seorang anak waktu itu. Bagi nya kehadiran Erlang adalah masalah besar untuk hidupnya. Permintaan dari Mama Rendra adalah satu-satunya alasan ia mempertahankan Erlang. Kehadiran Erlang berhasil menghancurkan banyak mimpinya sehingga Tasya akui kalau ada bagian dalam diri nya yang membenci Erlang.

Erlang menolehkan kepala nya ke arah Rendra. "Gak mau mainan. Aku mau teleskop aja Pa." Ucap Erlang ke Rendra. Rendra menganggukkan kepala nya.

"Erlang jatuh ya?" Rendra baru sadar akan luka di lutut Erlang. Ia tidak mengingat melihat luka itu di kaki Erlang. Erlang terdiam, ia tidak ingin memberitahu orang tua nya.

"Erlang suka sama bintang ya?" Tasya bertanya, karena tidak ingin mengusik hal yang tidak ingin di bicarakan Erlang.

Erlang menganggukkan kepala nya dengan semangat. "Bintang bagus banget kalo di lihat pas malem sama bisa jadi petunjuk arah pas dulu." Tasya menganggukkan kepala nya.

"Papa sama Mama belum makan ya?" Menyadari bahwa orang tua nya mungkin belum sempat menyantap makan malam mereka, Erlang dengan perhatian bertanya.

Tasya langsung menjawab, "iya, Erlang makan lagi yuk! Nanti habis makan ada yogurt." Tasya menunjukkan yogurt di nakas. Erlang tersenyum dengan lebar. Sang Papa mengambil alih untuk menggendong nya dan mereka turun bersama ke bawah.

Nenek melihat Erlang yang berada di antara orang tua nya dengan senyuman. Memang seperti itu seharusnya keluarga yang dimiliki Erlang. Nenek hanya bisa berharap semua akan berlanjut seperti ini.

"Ayo makan bareng-bareng dulu." Nenek menyambut mereka dengan semangat. Mereka semua berjalan dengan pikiran mereka masing-masing ke dapur. Tapi, di antara semua orang, bagi Erlang ini adalah hari terbaik yang ia punya. Ia hanya berharap waktu dapat berhenti di momen ini.

Di meja makan, Nenek menceritakan banyak hal tentang Erlang ke Rendra dan Tasya. Mereka mendengarkan setiap momen yang telah mereka lewatkan.

© NovelynMignonette
11 April 2022

Ini Aku, ErlangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang