Erlang-Chapter XVII 'Hanyut Dalam Bayang'

358 29 0
                                    

Arvin duduk dengan santai di sofa sembari menikmati cemilan yang tersedia, tangan nya sibuk memilih-milih sembari memakan cemilan yang sudah ia buka. 

"Balik gih Vin." Erlang mendorong badan Arvin dengan perlahan.

"Eits, kalo buat lu apa sih yang gak Lang. Hari ini gua dedikasikan buat lu." Alih Arvin.

"Lu kan ada les, pe'a. Nanti gua ketemu nyokap lu di samber lagi gegara lu alesan ke gua."

"Oke... Oke... Gua cabut. Tapi, gua ambil nih snack semua." Arvin menyerah. Padahal niat hati sambil nemenin Erlang sambil nyemil plus ngadem di gedung kantor yang mewah ini daripada ngedengerin kimia. "Padahal gua baik loh, mau nemenin sekalian." Arvin mengerucutkan bibir nya.

--------

Erlang menghembuskan nafasnya dengan kasar, kaki nya berjalan mendekati pintu ruangan Papa nya. "Pah-" ucapan Erlang terhenti begitu melihat seorang wanita yang sedang terduduk di pangkuan sang Papa. "Lagi?" Lirih Erlang. Wanita yang dipangkuan Papa nya langsung berdiri terkejut.

"Erlang, kenalin ini tante Rana." 

Erlang mendengus dengan keras. "Aku dateng kesini bukan untuk ngelihat hal bodoh kayak gini." Kemudian ia mengacuhkan wanita yang berdiri di sebelah Papa nya. Entah apa yang sedang menyambar Papa nya, tapi ia mengacuhkan sikap Erlang. Erlang menidurkan diri nya di atas sofa.

"Kamu keluar dulu Rana." Dan, ya, wanita itu tak menghabiskan waktu yang lama untuk pergi dari ruangan itu. Sang Papa kembali duduk di kursinya. "Sekolah kamu gimana?" Berusaha membuka percakapan dengan Erlang yang sibuk dengan ponselnya. 

"Hm. Oke." Balas Erlang singkat sementara tangan nya tetap sibuk mengotak-atik aplikasi pesan online untuk membeli titipan neneknya, bolu talas. Entah apa yang menyambar Papa nya, ia mengajak Erlang untuk pergi ke rumah Nenek, hal yang paling tak bisa Erlang tolak. Sunyi menghiasi ruangan tanpa ada satupun di antara mereka yang ingin memecahkan gelembung ini. Suara ketikan di keyboard dan coretan di atas kertas terkadang terdengar. Tapi, di atas sofa Erlang perlahan meringkuk, pening menghampirinya, dan badannya terasa tidak baik-baik saja. Kepala nya terasa seperti berdentum dengan kencang, Erlang hanya dapat menutup mata berharap semua nya cepat berlalu. 

Drrt!

Sebuah pesan dari aplikasi pesan online masuk ke dalam ponselnya, Erlang perlahan membuka kelopak mata nya mengetikkan pesan singkat. 

Titip ke satpam aja Pak, bilang buat Erlang.

Sent

Erlang meringis sejenak, kepala nya terus berdentum dengan keras, sementara tangannya terus memijat pelipis nya. "Aku pergi sebentar." Erlang langsung melangkahkan kakinya dengan cepat sebelum ia sempat di tahan oleh sang Papa. Begitu keluar dari ruangan sang Papa, Erlang memukul pelan kepalanya. Kepalanya terasa seperti ingin meledak, ia harus segera mencari obat. 

Erlang langsung menaiki motor nya melajukannya ke salah satu minimarket. Kakinya melangkah dengan cepat ke area obat dan mengambil salah satu merk paracetamol, lalu ia memilih roti dan air minum. 

Begitu selesai dengan apa yang sudah ia beli, Erlang langsung menyantap roti yang berada di tangannya dan meminum obatnya. Matanya memandangi halaman minimarket yang begitu ramai dengan beberapa motor, ia akan mengistirahatkan diri nya sejenak di tempat ini. Obat yang ia konsumsi tampaknya belum bekerja. Ia mengeluarkan earphone nya dan mendengarkan lagu dari playlist yang tersedia.

Drrt! Drrt! Drrt!

📞 Papa

Tanpa menunggu Papa nya berkata, dengan lemah Erlang berucap, "sebentar, aku ke tempat Papa sebentar lagi."

"Oke." Jawab sang Papa singkat, entah apa yang ada di pikirannya.

Erlang menghela napasnya dan mengendarai motornya dengan earphone nya yang menyala.

"Kamu pesen bolu?" Tanya sang Papa begitu melihat wajahnya sembari menunjuk bolu di atas mejanya.

Erlang melirik bolu yang berada di atas meja Papanya dan menatap wajah Papa nya, "kesukaan Nenek."

"Jangan kasih Nenek makan makanan yang terlalu manis, gak sehat."

Erlang menghiraukan perkataan sang Papa dan duduk dengan tegak di atas sofa sembari membuka buku matematika nya. Telinga nya terpasang earphone dengan lagu Keshi yang menyala.

🎧

Ooh, but this is all that I am
I only show you the best of me
The best of me

Looked in my demons and saw myself
Put all my meaning in someone else
Outta sight, outta mind, don't know where to find it
Don't know where to hide, but I still

🎧

Jemari Erlang sibuk menuliskan rumus matematika untuk mengalihkan dentuman di kepalanya yang sudah semakin reda. Sekarang ia sedang memecahkan soal matriks. Sangat mudah tetapi perlu ketelitian.

Drip!

Cairan berwana merah menetes mengotori buku matematikanya. Erlang memegang hidungnya. 'Ah, ini sumbernya.' Hanya itu yang terbesit di benaknya. Tangannya terulur untuk mengambil tisu yang terletak di meja dan menundukkan kepala nya. Tak ada perkataan yang terucap dari bibirnya untuk meminta bantuan siapa pun, dalam diam Erlang menutup hidungnya dengan tisu.

"Kita pergi sekarang Erlang." Ucap sang Papa, "kamu lagi ngapain?" Lanjutnya. Rendra kebingungan melihat Erlang yang menunduk. Tapi, Erlang mengangkat jempolnya tanpa berbicara.

"Erlang! Papa serius." Bentak sang Papa dan menarik pundak Erlang. Tisu yang berada di tangan Erlang langsung tersentak dan berjatuhan di lantai. Warna merah yang memenuhi tisu itu membuat sang Papa membelakkan matanya.

"Aku gapapa." Perkataan singkat yang lolos dari mulut Erlang. Sang Papa langsung meraih kotak tisu yang berada di atas meja dan menutupi hidung Erlang. Rendra berjongkok dan menatap wajah Erlang, kekhawatiran nampak di wajah sang Papa. Tangan Erlang mengambil alih tisu yang di tahan sang Papa, "aku bisa sendiri." 

Sang Papa akhirnya berdiri dari posisi nya, tetapi matanya terus menatap ke arah Erlang. Tapi, yang di tatap hanya bersikap santai dan mengangkat tas nya. Tangan sebelahnya memasukkan buku nya dengan cepat. "Biar Papa aja." Ucap sang Papa dengan tegas, tidak ingin di bantah. Erlang menyerah, lagipula ia sebenarnya kesusahan untuk memasukan bukunya jika ia melakukannya sendiri. Jadi ia hanya menatap Papa nya yang memasukan buku nya dan menseleting tas nya. 

Di dalam lift, Erlang yang sejak tadi mengekori sang Papa hanya menatap tangan sang Papa yang memegang dua tas dan plastik yang berisikan bolu yang ia beli tadi. Rupanya, ia masih sama seperti anak kecil, tas nya hanya di pegang oleh sang Papa, tetapi hati nya bergetar. Matanya tak bisa berhenti menatapi tas nya. Sepertinya aliran darah di hidung nya sudah berhenti, tetapi Erlang tetap tidak ingin melepaskan tisu yang berada di tangannya. Ia ingin tetap berada di momen ini. Erlang memang tidak ingin di bantu oleh siapa pun, ia dapat melakukan segala nya sendiri. Tapi, jauh di dalam lubuk hati Erlang, ia ingin di bantu. 

Tut!

Papa nya telah menekan kunci mobilnya, kedua lampu mobilnya pun menyala.

Kaki Erlang tetap mengekori sang Papa di parkiran, sang Papa membukakan pintu mobil untuk Erlang, hal yang sangat jarang terjadi. Namun, perhatian kecil yang berdampak besar bagi Erlang. Sang Papa terlihat melunak hari ini, tidak seperti biasanya. Tapi, rasa nya Erlang dapat memaafkan segala kesalahan yang sang Papa lakukan hanya dengan perlakuan kecil ini. Bodoh memang, tapi ini lah yang Erlang rasakan. 

© NovelynMignonette
13 April 2023

Ini Aku, ErlangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang