Erlang-Chapter II 'Mengejar Keinginan'

582 46 0
                                    

Erlang duduk di teras halaman rumahnya di temani sang nenek yang duduk diatas kursi goyang dengan semangka sebagai penyegar di siang yang terik.

Erlang menendang udara dengan kaki nya sembari menikmati semangka yang di potong bi Inem. "Nek, Rega, Putra, Cela sama yang lain kok di jemputnya sama orang tua nya ya? Aku beda sendiri." Ucap Erlang dengan getir. Erlang yang tersadar akan perkataan nya langsung berkata dengan cepat. "Tapi aku seneng kok bisa di jemput sama Nenek. Aku cuman pingin tau aja." Suara Erlang mengecil saat ia mengatakan kalimat terakhirnya.

"Papa sama Mama Erlang lagi kerja di Jakarta, jauh. Nanti kapan-kapan nenek bawa kamu ke sana ya. Emang Erlang udah gak mau sama Nenek?" Wanita itu dengan sedih mengerucutkan bibirnya.

Erlang yang panik langsung berdiri menghampiri sang nenek dan memeluknya dengan erat. "Enggak Nek, aku mau sama Nenek aja."

Sang Nenek membalas pelukan Erlang dengan erat, tapi ia sadar bahwa Erlang membutuhkan orang tua nya.

"Sekarang Nenek coba telepon ya, biar Papa sama Mama datang ke Bandung." Senyuman hangat sang Nenek dengan tangan nya yang membelai kepala Erlang dengan sayang membuat Erlang merasa tenang.

"Makasih Nek."

"Dihabisin semangka nya." Sang Nenek berdiri dan masuk ke dalam rumah.

Angan-angan Erlang berterbangan, ia melipat kedua tangannya. 'Semoga Papa sama Mama gak sibuk. Amin.' Pinta Erlang dalam hati. Ia menggigit semangka nya dengan cepat.

Erlang melompat-lompat di halaman belakang rumah nya, "yeay! Aku bakal ketemu Papa sama Mama." Ucap nya kecil, senyuman lima jari terpantri di wajah nya. Jantungnya berdetak dengan kencang dan perutnya seperti di penuhi ratusan kupu-kupu.

Segala macam ide terpikirkan di benaknya, ia ingin memberikan hadiah bagi Papa dan Mama nya saat mereka datang. Sebagai pengingat untuk mereka akan Erlang. Erlang berpikir dengan keras. "Um... Mama suka bunga mawar. Apa aku minta Nenek pecahin celengan aku ya?"

Begitu mendapat ide Erlang langsung bergegas masuk ke dalam rumah, "Nek-" Ucapan Erlang tertahan.

Sang Nenek berkacak pinggang dengan telepon di telinga nya. "Rendra, mana janji kamu? Erlang sekarang udah masuk di TK dan tak sekalipun kalian ngejenguk dia."

"Enggak, enggak. Ini itu bukan masalah kalian sibuk atau tidak, tapi hati kalian. Erlang itu-"

Dengan kecil hati Erlang keluar, ia tidak ingin lagi mendengar perdebatan antara Papa dan Neneknya. 'Yah, gagal lagi buat ketemu Papa sama Mama.' Kekecewaan bukan lah hal yang baru bagi Erlang. Dengan terpaksa ia selalu harus bisa menerima kenyataan.

Tapi kali ini Erlang tidak mau menerima kekalahannya. 'Kalo Papa Mama masih sibuk, aku aja yang samperin.' Erlang merogoh kantongnya dan menampakan dua lembar uang berwarna biru. 'Padahal pingin ku tabung, tapi gak papa deh. Biar bisa ke Jakarta.'

"Dek, mau kemana?" Satpam yang berjaga datang dan menghampiri Erlang. Erlang mengepalkan tangannya dengan kuat.

"Mau cari Papa Mama, om." Ungkapnya dengan jujur.

Satpam itu menggaruk kepala nya pelan, "mau tungguin Papa sama Mama? Disini aja dek. Jangan keluar."

Erlang langsung menggeleng kepala nya dengan cepat, "enggak bakal ketemu kalo di dalem."

Satpam yang baru saja bekerja itu hanya dapat menganggukkan kepala nya pelan, lelaki itu masih bingung. Entah siapa yang ditunggu anak itu. Tin! Mobil yang masuk ke komplek dan menyapa pak satpam membuat perhatian nya teralih dari Erlang.

Erlang langsung mengambil kesempatan untuk menghindari pak satpam. Beberapa mobil berlalu lalang dan Erlang tetap berjalan di arah kanan. Kepala nya sibuk melihat ke kiri dan kanan.

Baju TK yang masih di kenakan Erlang berhasil menarik beberapa perhatian warga selama ia berjalan, apalagi ia berjalan sendiri di dalam komplek. Tapi belum ada satupun orang yang menegornya dari tadi.

Erlang terus berjalan, tapi pemandangan yang ia lihat masih sama. Hanya ada rumah dan rumah, tidak ada jalan raya. Tidak ingin panik, Erlang hanya terus berjalan lurus. "Oh iya, aku belum siapin hadiah buat Mama. Untung inget sebelum sampai di Jakarta." Erlang menepuk dadanya pelan, lega mengingat hal yang sangat penting.

Matanya menjelajahi sekitar dan menatap bunga liar putih yang sangat cantik. "Cantik. Pasti kayak Mama." Lalu Erlang metik bunga-bunga itu. "Kalo yang ungu buat Papa aja." Tangannya memegang bunga itu dengan bangga. Dengan ini, Erlang sudah semakin yakin untuk pergi menemui orang tua nya.

Erlang berlari, berusaha agar ia cepat sampai di tujuan yang ia dambakan. Lompatan-lompatan kecil kadang mengiringi.

Keringat bercucuran dari dahi Erlang. Terik nya matahari nampak tak ingin kalah dengan semangat Erlang. "Pantesan Papa sama Mama gak mau ke Bandung. Jauh banget ya ke Jakarta. Capek, tapi gak papa sebentar lagi kayaknya ketemu Jakarta nya." Ucap Erlang kepada dirinya sendiri. Erlang mengatur napasnya, kemudian ia tetap melanjutkan perjalannya.

"Papa sama Mama masih inget sama muka aku gak ya? Gimana kalo Papa sama Mama lupa pas aku udah sampe disana?" Erlang menatap bunga di tangannya, "gak mungkin Papa sama Mama lupa, aku aja inget terus sama mereka."

Setelah berjalan 20 menit Erlang lelah dan memilih duduk di samping trotoar dan meletakan bunga nya dengan hati-hati. Nampaknya sebentar lagi pasti akan hujan. Walau matahari masih bersinar dengan terik, awan abu-abu mulai memenuhi langit.

Erlang kembali melanjutkan perjalanannya sebelum hujan turun. Ia berlari dengan cepat. Wajah Erlang makin memerah saat ia berlari. Tapi, ia tidak ingin berhenti. Ia berlari secepat yang ia bisa. 'Papa, Mama, tunggu aku. Sebentar lagi aku sampai. Sebelum hujan, aku harus sampai.'

Lantai yang tidak lurus, membuat Erlang kehilangan keseimbangannya, ia terjatuh. Rintik-rintik hujan mulai berjatuhan. 'Aku gagal sampai sebelum hujan. Tapi gak papa, hari ini aku harus ketemu Papa sama Mama.' Dalam hati Erlang menyemangati dirinya.

Erlang bangkit dan memungut bunga nya yang berjatuhan, kemudian ia membersihkan luka di lututnya dengan tangan. Ringisan kecil keluar dari bibir Erlang.

Erlang berjalan pelan ke bawah pohon, Erlang melindungi bunga nya dari rintik hujan yang semakin lebat. Dari arah kiri terasa angin berhembus dengan kuat. Ia menyenderkan kepala nya diatas tangannya. Sepuluh menit berlalu dengan cepat, sekarang Erlang kedinginan. Petir terkadang menyambar mengejutkan Erlang, ia gemetaran sekarang. Tapi, walau semua itu menakutkan Erlang, ia tetap tak ingin kalah.

"Dek, mama nya mana?" Seorang remaja perempuan dengan payung mendekatinya. Erlang mengadahkan kepala nya dengan polos menjawab, "ini aku lagi mau ke mama."

"Gak ada yang anterin?" Perempuan itu mengarahkan payungnya ke arah Erlang agar ia tak kehujanan. Walaupun tak ada artinya lagi, karena Erlang sudah basah kuyup. "Namanya siapa dek?" Tanya nya, baju TK yang di pakai Erlang berhasil menarik perhatian nya, karena sepupunya kebetulan bersekolah di tempat yang sama.

Erlang menggelengkan kepalanya, kemudian menjawab singkat, "Erlang."

"Erlang rumah nya dimana? Lagi hujan. Neduh di rumah kakak dulu yuk. Disana." Perempuan itu menunjuk rumah di seberangnya.

Erlang menggelengkan kepala nya, "enggak, aku mau disini aja."

Perempuan itu, tak tega meninggalkan Erlang sendirian. "Ayo dek, nanti sakit loh." Mendengar kata itu Erlang langsung dengan patuh berdiri dan menggangukkan kepala nya untuk mengikuti perempuan itu. Erlang takut ia akan sakit saat bertemu dengan orang tua nya dan menyulitkan mereka.

© NovelynMignonette
02 April 2022

Ini Aku, ErlangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang