Erlang-Chapter XIV 'Semesta Mengatur'

283 24 0
                                    

"Nih gua kanan kayak biasa!" Teriak Arvin saat mereka berhenti di depan lampu merah.

"Sip."

"Bye!" Begitu lampu lalu lintas berganti warna, mereka saling berpamitan sembari membelokkan motor mereka ke jalan yang berbeda. Rangga telah berpisah dari rombongan sejak mereka keluar dari komplek rumah Rara karena arah rumah nya berbeda.

Hembusan angin malam menyegarkan diri nya, Erlang menyetir motor nya berputar di jalan. Lagi pula tidak ada yang menunggu nya pulang. Erlang berhenti di samping jalan dan mengeluarkan earphone nya. Matanya melirik jam di pergelangan tangan nya, jam 7.

Rasanya Erlang ingin kabur saja dari dunia ini, kemana pun, asalkan ia jauh dari tempat ini. Erlang mendengus, "kalo gua di culik, keburu udah di jual baru sadar kali ya?" Kemudian ia berdecak, "eh iya, lupa. Mana mungkin sadar." Erlang menertawakan ucapannya dengan miris.

Sebenarnya banyak alasan yang seakan mengusir Erlang untuk pergi, tapi Erlang menulikan telinga dan menutup mata nya akan semua peringatan yang ada.

Erlang membelokkan motor nya memasuki restoran fast food McDonald. Sebenarnya Erlang tidak lapar, tapi ia hanya ingin menghabiskan waktu nya dengan menyumpal mulutnya dengan makanan.

Kaki nya melangkah masuk ke restoran. Banyak orang yang mengantri, tapi antrian yang panjang tidak menjadi masalah bagi Erlang. Tangan nya mengeluarkan ponsel yang berada di tas sekolah nya, masih belum ada pesan yang masuk. 'Nungguin apaan sih? Gak bakal ada yang cariin juga.' Ejek Erlang ke diri nya, terkadang Erlang masih suka menyangkal kenyataan.

Tangan nya memilih membuka YouTube dan menonton pembuatan figur menggunakan 3D pen.

"Pesan apa kak?" Akhirnya Erlang dapat memesan.

"Pesan kentang goreng besarnya dua sama McFlurry Oreo satu." Dan begitu selesai dengan transaksinya. Erlang menunggui pesanannya sembari melipat kedua tangannya dengan lagu yang berputar di telinganya. Mungkin karena sekarang adalah waktu makan malam, ada beberapa keluarga yang menikmati makanan mereka.

"Adek jangan di mainin makanan nya. Sini Bunda suapin aja." Seorang Ibu memarahi putranya dan dengan cekatan mengambil alih sendok yang di pegang sang anak menarik perhatiannya.

'Bego banget sih gua.' Rutuk Erlang begitu sadar ia menatap hal yang bukan urusannya.

Iri adalah kata yang terlalu singkat untuk menjelaskan perasaan rumit yang ia rasakan. Tak pernah sekali pun rasa iri meninggalkan Erlang begitu melihat kebahagiaan sederhana keluarga lain. Ia juga ingin mendapatkan momen yang sama di keluarga nya seperti anak yang lain.

"Papa sama Mama udah makan belom ya?" Gumam Erlang kepada dirinya sendiri. 'Lebay ah. Siapa sih yang peduli sama mereka?' Pikir Erlang dalam hati. Hanya penyangkalan singkat yang dapat Erlang ucapkan untuk mengobati hati nya.

Nampan yang berisi pesanan Erlang sudah terisi. "Makasih ya, Mbak!" Ucapnya singkat. Lalu Erlang mencari tempat duduk.

Banyak meja yang penuh, Erlang mengitari tempat duduk di restoran itu. "Resiko, resiko." Bisik Erlang dengan pelan.

Tiba-tiba ada seorang ibu menepuk pundak Erlang, "kak, sendirian?"

"Iya Tan, sendiri." Erlang menatap dengan bingung. Ibu itu menunjuk meja berempat yang berisi seorang pria dan anak perempuan.

"Duduk disini aja sama kita kalo sendiri. Udah penuh meja yang lain." Sang bapak pun menjawab.

Tak ingin menolak niat baik dari mereka apalagi kebetulan ia mungkin tidak akan kebagian tempat duduk, Erlang dengan cepat menerima tawaran itu. "Makasih banyak Om, Tante." Erlang akhirnya duduk di tempat yang kosong di sebelah bapak itu.

Ini Aku, ErlangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang