Angin siang itu begitu sejuk, mengenai wajah Rose yang hanya diam menatap lurus ke depannya. Dia sedang berada di taman luas rumah tua tersebut, saat dia di sana Aidan sedang membicarakan masalah bisnis lewat telpon. Rose memikirkan apa yang terjadi kepada hidupnya setelah Aidan datang. Pria itu memaksanya untuk tetap bersama dengan mengancam, Rose sendiri tidak bisa terima dengan perlakuan Aidan. Namun, ia tahu yang ia lakukan hanyalah kemunafikan. Tubuh dan hatinya mengatakan sebaliknya, dia ingin bersama pria itu dan masih terus ingin merasakan desiran ketika bersama pria vampir yang haram untuk dia inginkan.
Luca__supir sekaligus pengawal pribadi dari Aidan mendekat ke arahnya hingga Rose menatap sosok tegap itu penuh pertanyaan. "Saya di minta Mr.Orlando untuk mengantarkan anda kembali nona. Ada beberapa pekerjaan penting yang harus dia lakukan, jika anda ingin berbicara terlebih dahulu dengannya anda bisa langsung ke ruang kerja yang ada di rumah ini." Rose menaikkan sebelah alis mendengarnya.
"Tidak perlu! aku hanya ingin segera kembali ke rumah ku," ujar Rose lalu dia pergi dari sana mengikuti Luca yang berjalan mendahuluinya menuju helikopter yang sudah menunggu. Dari jendela ruang kerjanya Aidan menatap kepergiaan Rose, sepertinya wanita itu tidak menyadari masih memakai kemeja Aidan saja saat ini. Dia tersenyum miring dan menelpon Luca segera untuk memberikan Rose jaket.
Aidan sebenarnya tidak memiliki pekerjaan yang mendesak, semua karena dia tahu kalau Akira akan datang ke pulau itu dan ia tidak ingin ada keributan yang membuat Rose mendengar semuanya. Aidan tidak tahu apa itu cinta, yang dia inginkan saat ini sangat jelas adalah bersama Rose, dia tidak perlu tahu bentuk atau rasa apa yang sebenarnya dia rasakan. Terbiasa memiliki semua yang ia inginkan, membuat dia berpikir juga harus memiliki Rose.
Benar kata Andres, tentang Akira sang ibu yang sudah mengetahui kalau dia datang ke rumah itu bersama Rose ternyata benar-benar membuat Akira mendatanginya. Aidan melihat Akira turun bersama satu pengawal pribadinya. Tidak ada persiapan kata yang akan Aidan ucapkan kepada wanita yang telah melahirkannya itu, tapi dia tetap mencoba terlihat tenang.
Pintu ruang kerja Aidan terbuka, terlihatlah Akira yang hanya bisa menghembuskan napasnya ketika melihat wajah Aidan yang sangat tenang sedang bekerja. "Kau sudah mengembalikannya?" tanya Akira kepada anak sulungnya tersebut.
"Ya Mom, aku sedang banyak pekerjaan jadi aku tidak ingin dia bosan."
Akira berdecak dan duduk di sofa yang jaraknya dekat dengan meja kerja Aidan "Kau tahu wanita mana yang aku maksud Aidan?"
"Ya mom, karena hanya satu wanita yang menemani ku."
Akira terlihat frustasi mendengar jawaban dari sang putra. Dia berdiri karena gelisah mendekati Aidan ingin melihat jelas raut wajah anaknya itu. Selama ini Aidan tidak pernah membicarakan wanita manapun karena memang tidak ada wanita yang bersamanya selama ini. "Aidan kau sudah melakukan kesalahan besar, kau tidak bisa seperti ini. Bagaimana dengan Tifannya dan keluarganya, terlebih wanita itu berhubungan baik dengan calon istri mu."
Aidan menatap Akira dengan senyuman tipis "Tenang saja mom, mereka akan baik-baik saja. Undang saja keluarga Tifanny besok malam karena aku akan membicarakan masalah ini. Mereka akan menerima keputusan ku."
"Aidan ini tidak semudah yang kau pikirkan. Rose tidaklah sebanding dengan Tifanny, kau akan membuat keluarga kita malu dengan membatalkan rencana pertunangan kita dan kau juga akan menyakiti Rose. Aku sangat yakin dia tidak ingin ada di posisi seperti ini."
"Rose memang tidak sebanding dengan Tifanny Mom, tetapi yang aku inginkan adalah dia. Tolong jangan ikut campur urusanku, percaya saja kalau aku bisa mengurus masalah ini. Keluarga kita tidak akan malu ataupun keluarganya, kita juga belum mengeluarkan pemberitahuan resmi kalau aku akan menikah dengannya bukan."
"Tapi kita sudah menjalani banyak bisnis dengan keluarga mereka Aidan, dan yang kau lakukan ini dapat memperburuk semuanya."
"Mom please, percaya padaku. Aku selalu tahu yang ku inginkan dan akan bisa mendapatkkannya, aku hanya perlu dukunganmu sebagai ibu ku." Akira terdiam, keras kepala Aidan memang sudah turun temurun dari ayah dan juga kakeknya. Keinginannya tidak akan mudah di rubah, bahkan tidak pernah ada yang bisa merubahnya.
"Tidak semua kekecewaan yang orang alami bisa di sembuhkan dengan uang dan bisnis yang kau jalankan Aidan. Kau harus ingat itu, jika kau ingin di hormati dan jika kau ingin kehormatan keluarga Derson dan Orlando tetap terjaga sebaiknya kau pikirkan apa yang aku ucapkan ini." Akira pergi dari sana dengan sangat kecewa kepada Aidan.
Di sisi lain Rose baru saja tiba di flat sederhana yang ia sewa, saat membuka pintu gedung itu dia terkejut karena Tifanny ada di sana. Wanita itu menatap Tifannya dengan takut, tentu saja karena dia sudah menghabiskan malam bersama calon tunangan sahabat satu-satunya yang ia miliki.
"Kau dari mana? dari semalam aku menghubungi mu. Kau juga tidak masuk kantor kata Max," ujar Tifanny dan Rose hanya mampu menampilkan senyum kaku. Dia tidak langsung menjawab melainkan mengajak Tifanny untuk menuju flat-nya.
Setelah menaiki beberapa anak tangga dia membuka kunci, Tifanny memperhatikan penampilan Rose saat ini. Dia sangat yakin kalau Rose telah menghabiskan waktu bersama pria semalam. "Aku pikir kau sudah pergi ke Palestina," kata Rose pada akhirnya setelah mereka masuk ke dalam flat.
Ruangan model studio yang di tata sedemikian rupa oleh Rose itu membuat dia bisa memiliki dapur kecil dan juga ruang tamu di dalamnya. "Aku ikut rombongan ke dua karena ibu ku bersikeras agar aku tidak pergi. Lagi pula baru saja sekertaris Aidan menelpon, dia dan keluarganya mengundangku dan kedua orang tua ku untuk makan malam membahas masalah pertunangan kami." Rose yang mendengar hal itu menelan ludahnya berat.
"Sepertinya dia tidak menyukai ku," ucap Tifanny sedih dan Rose hanya diam. Tifanny yang memperhatikan sahabatnya ini menjadi pendiam merasa semakin curiga kepada Rose yang bersikap seperti ini. "Ada apa dengan mu Rose? pria mana yang menghabiskan waktu dengan mu sampai kau jadi pendiam seperti ini." Tifanny tersenyum lalu dia duduk lebih dekat dengan Rose di tempat tidur.
Rose kemudian membuka jaket dan juga kemeja putih Aidan, dia langsung mengganti pakaiannya dengan piyama yang ia miliki. Kemeja itu jatuh di tempat tidur hingga Tifanny bisa melihat label khusus yang sudah di bordir dan memiliki nama Aidan. Dia terpaku menatapnya, tidak mungkin! pikirnya lalu beralih menatap Rose yang sedang menyisir rambutnya.
"Kau dari mana Rose? kau tidak menjawab pertanyaan ku." Gerakan Rose yang menyisir rambutnya terhenti, dia menatap wajah Tifanny dari cermin. Apa yang harus dia katakan sekarang, menyebutkan nama Aidan tidak mungkin dia lakukan.
"Kemeja ini sepertinya aku kenal pemiliknya," kata Tifanny lagi menunjukkan kemeja putih yang jelas adalah milik Aidan. "Rose kenapa diam saja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Naughty Boss
RomansaHidup Rose yang damai dan bebas menjadi tidak dapat dia kendalikan setelah interaksi pertamanya dengan Bos di tempat ia bekerja. Aidan, terus-terusan mengganggunya padahal dia adalah sahabat dari tunangan pria itu. Mampukah Rose mengakhiri skandal h...