Aidan Pov
Aku memperhatikannya, terdiam cukup lama ditempat ku hanya untuk menatap satu orang wanita yang dengan tingkah lucunya mampu mendapatkan tempat khusus untukku. Ya, tempat khusus aku menyebutnya seperti itu. Selama ini aku hanya selalu berkutat dengan ambisi ku untuk menjadi yang terbaik, dalam pendidikan maupun bisnis keluarga yang sekarang ada dalam kendaliku. Tidak pernah terpikirkan untukku menghabiskan waktu, melamunkan bagaimana caranya bisa menaklukan hati seorang wanita, tidak hingga kini usia ku sudah mencapai tiga puluh tahun.
Wanita yang dengan nyaman memejamkan mata dan bersandar pada pundakku ini, dia membuatku membatalkan keputusan yang sudah aku ambil. Mempertaruhkan nama baik keluarga serta diriku sendiri karena membatalkan rencana pertunangan yang keluarga ku sudah setujui atas dasar keputusan ku juga. Rose, wanita ini tidak seperti model papan atas ataupun artis yang mendapatkan predikat wanita tercantik di Dunia, tidak! dia tetap adalah wanita biasa yang mampu menggetarkan hatiku dengan cara dan wajah manisnya.
Gayanya saat berbicara adalah yang paling ku sukai, dan juga saat dia memejamkan mata karena bibirnya ku kecup. Aku bisa gila membayangkan bagaimana aku bersikeras memerangkapnya dalam semua kendaliku, hingga pada malam itu aku melihat dia tidak berdaya. Kedinginan hingga akhirnya suhu tubuhnya panas tinggi. Malam itu aku sudah mencoba untuk membiarkan wanita ini memilih jalannya sendiri, saat itu ku pikir memang aku tidak ditakdirkan untuk memiliki wanita yang ku inginkan seperti para sepupuku lakukan.
Namun, ternyata siangnya dia menemuiku dengan gugup mengatakan ingin ikut denganku. Aku tidak tahu alasan tepatnya tetapi aku menyimpulkan jika dia lelah dengan semua kehidupan mengerikan yang dia jalani. Gaji menjadi pegawai kantor biasa di tempatku tentu tidak besar, apalagi untuk mencukupi hidupnya di London dan yang aku ketahui dia juga membantu perekonomian keluarganya.
Apapun alasannya aku sungguh bahagia dia memutuskan untuk ada disini bersamaku. Aku mengusap pipinya dengan lembut kemduian mengecupnya. "Kita sudah tiba di Dubai sayang," ucapku pelan tepat di telinganya. Dia terlihat menggeliat dan perlahan membuka mata. Sorot mata itu begitu indah, dia menyunggingkan senyuman kemudian kembali menjatuhkan kepalanya di bahuku. "Rose kita sudah sampai," kataku lagi dan dia hanya berdeham menjawab ku. Menggenggakkan tubuhnya dia mengecup pipiku dengan tiba-tiba.
"Aku ingin ke hotel dan tidur lagi," katanya dan aku hanya menjawab dengan senyuman tipisku. Dia cemberut dan mengatakan wajahku begitu menyebalkan tidak setampan Eadric dan juga Ibra.
"Benarkah mereka lebih tampan dariku?" tanyaku sambil menggandeng lengannya untuk turun dari jet pribadi yang ku gunakan dalam perjalanan ini.
"Ya, tentu saja. Mereka jauh lebih tampan dan ketika mereka tersenyum, semua wanita rela melakukan apapun."
"Hem...begitukah? tetapi kau tidak melakukannya. Kau memilih tidur denganku daripada dengan Ed malam itu." Apa yan aku katakan sepertinya membuat Rose kesal, dia berdecak dan berjalan mendahului ku. Aku tersenyum melihat tingkahnya itu. Aku dan Rose satu mobil dan supirnya tetaplah Luca, supir sekligus pengawal yang aku bawa kemanapun aku pergi. Dan di belakang mobil kami ada Richard, Leona dan juga Andres. Mereka semua aku bawa karena perjalanan kali ini tidak sebentar, setelah dari Dubai aku memiliki pekerjaan yang membutuhkan waktu lama di Paris.
Dari London ke Dubai tentu merasakan perubahan cuaca yang sangat kentara, Rose terlihat mengibaskan tangannya beberapa kali saat kami turun dari dalam mobil untuk masuk ke hotel. Di depan resepsionis dia mencoba mengikat rambutnya, aku mengambil alih helaian rambut yang coba dia genggam. "Sini ku bantu," kataku padanya dan dia terdiam sepertinya terkejut atas penawaran ku kepadanya. Dari sudut mataku aku bisa melihat pipinya merona dari pantulan cermin tak jauh dari tempat kami menunggu kunci.
Aku selesai mengikat rambutnya, dan dia menggerutu. "Bukan seperti ini," katanya tapi kemudian dia tertawa karena rambutnya jadi bernatakan akibat ulah ku. Leona dan Andres juga seperti menahan tawa mereka, Richard datang memberikan kunci kamar kami masing-masing. "Aidan aku lapar," katanya dan aku melihat jam di pergelangan tanganku. Ini memang sudah masuk waktu makan siang, tetapi rapat penting yang harus aku lakukan membuatku tidak bisa menemaninya untuk sekedar makan bersama.
"Aku ada urusan penting, kau bisa pesan makan siang dari restoran hotel ini."
"Tidak mau! aku ingin makan bersamamu, lagipula kau bisa menunda pertemuan penting itu sebentar bukan? kau harus menjaga pola makanmu," katanya tetapi aku tidak bisa menuruti keinginannya itu. Wajah Rose masam, bahkan saat aku mengecup pipinya dia mencoba menghindar terlihat merajuk karena aku meninggalkannya di kamar kami. Ya, aku memang ingin satu kamar dengannya. Aku tahu jika sampai ibuku tahu maka amukannya bisa sangat berbahaya, dia pasti mengatakan kami belum menikah dan dia tidak ingin aku membuat malu keluarga.
"Richard jangan katakan kepada Mama ku kalau Rose ikut dengan kita," pintaku kepada Richard orang yang biasa ditelpon Mama untuk tahu kegiatanku sehari-hari. Kali ini aku didalam mobil bersama Richard sementara Andres dan Leona dimobil lainnya. Mobil ini membawaku sampai pada sebuah gedung tinggi yang cukup terkenal di Dubai.
Beberapa pegawai wanita disini memandang kearah ku, aku tahu itu dan sudah sering terjadi. Wanita yang tidak memandang ku seperti mereka semua adalah Arinda__mantan pacar Ed dan juga Rose. Rose, nama itu lagi-lagi memenuhi kepala ku saat ini sampai-sampai aku tidak bisa berkonsentrasi dengan isi pembahasan dengan klien penting ku saat ini. Mungkin sebenarnya akulah yang menjadi klien penting bagi dua pria di depan ku sekarang, tetapi prinsip ku adalah mereka yang memiliki keuntungan besar bagiku ku sebut sebagai klien penting.
"Senang bisa berdiskusi dengan baik dengan anda Mr.Orlando," kata pria yang umurnya jauh lebih tua daripada diriku itu.
"Sama-sama, aku akan meminta Leona sekertarisku yang mengirimkan surat persetujuanku." Aku tersenyum tipis kemudian pergi dari hadapan mereka, saat ini barulah perutku terasa lapar. Aku mencari nomor Rose begitu pertemuan ini berakhir, anehnya panggilan ku tidak diangkat olehnya. Apa mungkin Rose masih marah? pikirku dan aku meminta Luca melajukan mobil dengan kecepatan tinggi.
Memasuki kamar aku tidak melihat Rose, mencari ke balkon kamar hotel ini juga tidak ada. Wanita itu tidak ada dimana-mana, dan sialnya ponselnya terletak di tempat tidur. Aku menelpon Andres untuk bertanya kepada pihak hotel apakah mereka melihat Rose pergi dari gedung ini.
Aku menunggu lima belas menit untuk Andres memberikan jawaban kepadaku "Sir, mereka mengatakan kalau Rose keluar sudah dua jam yang lalu." Aku mengumpat dalam hati, wanita ini pergi kemana dan bagaimana jika dia tersesat. Aku bahkan membatalkan satu lagi pertemuanku hanya agar bisa kembali kepadanya dengan cepat.
Aku pergi keluar hotel dengan buru-buru, masuk kedalam mobil tanpa mengajak Luca untuk menemaniku. Aku menyuruhnya untuk mencari disisi lain kota ini. Ingin meminta bantuan orang suruhan ku, pasti keluarga ku akan mendengarnya. Sudah dua jam lebih dan hari sudah gelap, aku tidak menemukan Rose, aku panik dan sudah tidak terhitung berapa kali aku mengumpat. Ponsel ku menampilkan nama Andres, aku langsung mengangkatnya.
"Sir, Nona Rose sudah kami temukan. Kami sudah membawanya kembali ke hotel," kata Andres dan aku langsung memutar setir untuk kembali ke hotel. Baru sebentar aku meninggalkannya dan dia sudah membuatku seperti ini.
Bersambung....
Maaf lama gak update, yang masih menunggu lanjutannya bisa tinggalkan komentar kalian ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Naughty Boss
Любовные романыHidup Rose yang damai dan bebas menjadi tidak dapat dia kendalikan setelah interaksi pertamanya dengan Bos di tempat ia bekerja. Aidan, terus-terusan mengganggunya padahal dia adalah sahabat dari tunangan pria itu. Mampukah Rose mengakhiri skandal h...