15 :: Play Games

239 27 6
                                    

Rose tidak mampu menolak apa yang diinginkan Tifanny untuk ia lakukan, hingga meski langkah kakinya berat dia tetap mencoba tenang. Pertama-tama yang Rose lakukan adalah kembali ke flat-nya, seperti yang Aidan katakan kalau semua kehidupannya yang dulu akan Aidan kembalikan lagi dan itu benar terjadi. Namun, Rose tahu dia harus bergegas menemui pria itu. Selama memilih pakaian Rose bingung harus mengatakan apa kepada Aidan nanti. Dia benar-benar menjadi serba salah saat ini. Rose menghempaskan tubuhnya ke atas kasur yang tidak empuk sama sekali miliknya itu. Mengacak rambutnya frustasi dia juga ingin berteriak saat ini.

Akhirnya setelah memikirkan dengan sangat matang apa yang harus dia lakukan meski belum yakin Rose akhinya menelpon Aidan. Sialnya pria itu tidak mengangkatnya setelah tiga kali percobaan. Rose yang memiliki nomor salah satu sepupu Aidan itu langsung menelpon Ed, dan dari pria itu Rose tahu kalau Aidan berada di kantornya. Pria itu sedang melakukan rapat terakhir sebelum pergi ke Paris. Rose bergegas menuju sebuah gedung tinggi yang di miliki oleh Derson Corp itu.

Rose yang mengatakan ingin bertemu dengan Aidan diminta untuk menunggu, karena seperti yang Ed katakan Aidan sedang melakukan rapat dengan semua pemilik saham sebelum keberangkatannya ke Paris. Rose menunggu hampir tiga puluh menit hingga akhirnya langkah kaki seorang pria yang dia tunggu akhirnya muncul juga di lobby mewah itu. Rose terpana dengan setelan jas mahal yang sangat sempurna berada di tubuh Aidan saat ini.

Rose tidak mampu mengeluarkan suara hanya untuk memanggil Aidan, jika saja pria itu tidak menoleh ke belakang tempat dimana Rose menunggu mungkin mereka tidak akan kembali bertemu. Sorot mata Aidan yang menangkap kehadirannya membuat pria itu memanggil nama Rose. Di belakang Aidan ada Ibra, Allard, Ed juga ternyata ada disana.

"Rose," panggil Aidan. Mata mereka saling bertatap satu sama lain tanpa ada yang berniat untuk memutuskannya. Rose tersadar saat Ed sudah berada di sebelahnya, pria itu menampilkan senyuman yang menyebalkan untuk Rose saat ini.

"Aidan aku ingin ikut dengan mu." Hanya kalimat ambigu itu yang keluar dari mulut Rose, dia bahkan memukul arah bibirnya dengan kuat karena merasa terlalu bodoh. Aidan juga menautkan kedua alisnya tanda dia bingung dengan maksud Rose saat ini. Dia kemudian menarik lengan Rose untuk ikut dengannya menuju ke mobil yang sudah menunggunya.

Aidan tidak memperdulikan pandangan beberapa karyawan-karyawati perusahaan saat melihatnya menarik lengan Rose. Semua sepupu Aidan yang ada saat itu hanya bisa menggelengkan kepala. "Aku mencium ada hal yang akan merubah Aidan si manusia es itu." Allard berkomentar dan yang lain hanya tertawa menanggapinya.

Rose memilin jemarinya, dia benar-benar bingung harus menjelaskan maksudnya. Tunggu, maksud? dia juga tidak mengerti maksud apa. Ini jelas bukan maksud hatinya, ini adalah keinginan dari Tifanny. Menghembuskan napas pasrah akhirnya Rose membuka suara dengan sangat pelan untuk menjawab pertanyaan serta sorot mata Aidan yang sedari tadi tidak lepas menatap wajahnya meski mereka sudah berada di dalam mobil dan entah kemana juga mobil ini membawa mereka.

"Aku ingin ikut bersamamu," kata Rose masih sama. Aidan tidak puas dengan kalimat yang sama sedari tadi dia dengar.

"Rose, katakan maksudnya bagaimana?"

Rose berdecak, dia menepis lengan Aidan yang berada di pahanya. "Maksudnya aku menerima tawaran mu," ujar Rose lagi.

"Menjadi kekasih ku maksudnya?"

"Kalau untuk itu kau harus membuat hal-hal manis terlebih dahulu. Jika memang aku tersentuh maka baiklah aku akan menerima mu menjadi kekasihku." Aidan menyunggingkan senyuman tipis, dia paham maksud dari Rose. Oh, dia tahu Rose juga paling jual mahal. Buktinya setelah menolak keras untuk ikut bersamanya, kali ini wanita itu setuju. Apa mungkin Rose berpikir seperti ini karena melihat perubahan sikapnya semalam? jika benar begitu maka dia harus berterima kasih kepada Ibra dan juga Allard yang sudah memberikannya ide tersebut.

"Aidan kenapa diam saja?" tanya Rose dengan wajah yang terlihat kesal.

"Tidak ada, aku hanya berpikir langkah pertama untuk mengabulkan permintaan mu." Rose menunduk, dia sangat malu saat ini. Jika bukan permainan konyol yang Tifanny minta dia tidak mau mempermalukan diri seperti ini. Disaat Aidan menggenggam tangannya dengan wajah yang sudah berpaling melihat pemandangan di luar mobil, Rose sibuk menyusun cara bagaimana untuk memulai permainan yang tidak dia inginkan ini.

Aidan benar-benar seorang Pria yang super perfeksionis, Rose seorang wanita saja kalah dibuatnya. Bayangkan saja, pria itu meminta asistennya mengecek semua keperluan Rose untuk menuju Paris, dari yang Rose tahu mereka akan tinggal di kota yang terkenal sebagai kota romantis itu selama satu bulan dan sebelum ke sana Aidan ingin membawa Rose ke Dubai terlebih dahulu karena Pria itu ada pertemuan yang penting juga disana.

Sepertinya hidup mewah yang pernah Rose impikan akan terjadi mulai hari ini. Satu koper berukuran besar yang Rose bawa menuju Dubai penuh dengan baju-baju serta sepatu dari brand ternama, semua adalah pilihan Aidan. Rose tidak menolak, karena memang ini adalah rencananya. Dia berencana akan menghambur-hamburkan uang Aidan dan juga bersikap tidak manis.

Rose sudah berada di dalam jet pribadi milik Aidan, dia berpura-pura membaca majalah sambil menikmati wine yang dihidangkan padahal dia mengamati semua gerak-gerik Aidan saat berbincang dengan lawan bicaranya. Sesekali mata mereka saling bertemu dan Rose merasa sangat malu jika sudah ketahuan, hingga Aidan berdiri dan kini sudah duduk tepat di kursi sebelahnya. Aidan menarik majalah yang Rose pegang, sorot mata tajam itu seolah menguliti Rose saat ini. Belum Aidan bicara dia sudah terintimidasi oleh tatapan pria ini.

"Ada apa Rose?" tanya Aidan lembut dan senyuman tipis dapat Rose lihat di wajah Aidan. Satu tangan Aidan terulur ke wajahnya ketika Rose menjawab pertanyaan Aidan dengan gelengan kepala saja. Rose memberanikan diri menatap mata Aidan yang kini wajahnya sangat dekat dengannya, astaga jantung Rose mau copot saat melihatnya. Dia menggigit bibirnya sendiri, dan Aidan menarik dagunya dengan lembut masih sambil mempertahankan senyuman mematikan itu.

Jari Aidan mengusap bibir Rose, membuat pipi Rose menghangat. Aidan mengecup bibirnya setelah itu, cukup dalam dan singkat. Setelahnya pria itu sedikit menjauhkan tubuhnya tetapi jemarinya masih mengusap bibir Rose. Tidakkah Aidan tahu Rose sudah panas dingin saat ini?

"Maafkan aku karena mengabaikan mu tadi, kau tahu perjalanan ini aku lakukan karena ada urusan pekerjaan. Aku harap kau mengerti, tapi tenang saja aku akan sangat berusaha membagi waktu agar kau tidak bosan." Jelas Aidan kepadanya dan Rose kembali hanya bisa mengangguk saja, dalam hati dia merutuki sikap tubuhnya yang mudah terhipnotis oleh pesona Aidan.

Tidak lama makanan datang untuk mengisi perut mereka, melihat Rose yang buru-buru membuka bungkus makanan Aidan menggelengkan kepala. Dia menghentikan gerakan Rose tersebut, memakaikan kain putih ke bagian depan tubuh Rose juga di atas pahanya. Rose tahu apa fungsi kedua kain putih lebar itu, tapi dia tidak terbiasa. Lagi-lagi sifat perfeksionis Aidan terlihat, setelah selesai Rose mengambil kain yang ada di hadapannya lagi ke meja sambil matanya menatap Aidan terus, pria itu sedang menggunakan garpu dan pisau. Rose menggunakan tangannya untuk memakan satu potong steak yang jadi menu makanan utama mereka. Dengan mulut yang penuh Rose berbicara kepada Aidan.

"Ma-af ak-u tidak terbia-sa menggunakan-nya," ucap Rose terbata dengan mulut yang penuh makanan. Tentu saja Rose sengaja melakukan hal tersebut, mana ada orang makan steak menggunakan tangan. Aidan menautkan kedua alisnya, mungkin berpikir betapa joroknya wanita yang dia katakan sudah membuatnya jatuh hati hingga rela melepaskan calon tunangan sempurna yang dia miliki.

Bersambung....

sepi banget ini cerita, gak ada yang nungguin update nya ya???

The Naughty BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang