EPILOG I

889 209 128
                                    

KATA AUTHOR:

Karena ending, jadi ayo semuanya spam komen!

[] [] []

Teriakan manusia bergemuruh menggetarkan angkasa. Angin senja berembus dingin. Musik speaker berputar kencang. Tangan melambai-lambai dengan lampu cantik menghias seluruh arena konser.

Caithlin berdiri bergetar dengan napas menderu. Kantong mata hitamnya akibat nangis sepanjang malam sudah tertutup make up sempurna. Setelah memantabkan hati, ia melangkah naik tangga dari balik panggung dan seruan itu semakin kencang.

Akting, Caithlin.

Senyumnya seketika mengembang dengan wajah secerah mungkin.

Dunia tidak peduli dengan dirimu.

Ia mulai menyanyi begitu intro musik sudah berputar.

Feeling blue 00:00 AM.
Neither end nor begin.

Matanya terus memandang semesta yang mulai berbintang. Beberapa drone terbang ke atas tempat konsernya. Mengeluarkan cairan sesuatu. Bahkan sebuah chemtrail terbang di langit.

Caithlin tak bisa lagi menahan air matanya. Karena konsernya akan menjadi tempat pengorbanan massal umat manusia.

Beberapa hari sebelum kejadian...

[] [] []

Pesawat mendarat aman disebuah tempat landasan khusus Kota Jakarta. Barisan mobil polisi dan tank artileri sudah bersiap disana. Belasan FBI juga standby ditempat.

Entah mereka dianggap Teroris atau Kumpulan Pembunuh. Dua-duanya sama saja Buronan Internasional.

Pintu pesawat mulai terbuka dengan sosok Hera yang berpenampilan acak-acakan. Semua pistol teracung kearahnya. Namun gadis itu mengangkat tangan sambil menangis keras.

"Apa yang terjadi?" Bisik-bisik polisi.

"Tetap waspada." Peringat FBI.

Tak lama keluarlah Haru dan pilot pesawat sambil menggotong susah payah tubuh Raphaello dalam keadaan mengerikan dengan darah memenuhi wajahnya.

"Sepertinya ada pertengkaran diantara mereka?" Barisan FBI dan polisi mulai berbincang.

Kelihatan jelas dengan sosok Haru yang bergelimang darah cipratan.

"Dokter... kami butuh dokter!" Jerit Hera histeris. Barisan pertahanan tetap waspada, namun salah seorang polisi yang seperti pemimpinnya mulai membuka handphone dan menelepon Rumah Sakit terdekat.

Haru ikut mengangkat tangan tanpa ekspresi. Pilot pesawat ditangkap beberapa polisi tanpa perlawanan menaiki helikopter yang baru datang.

Begitu ambulance tiba, beberapa dokter masuk zona teritori dan mengecek nadi Raphaello. Ia melirik pada Kolonel Polisi dan menggeleng. "Napas tak terasa. Denyut nadi lemah."

Dan begitulah sosok Raphaello diangkut keatas tandu menaiki ambulance. Salah satu polisi mendekat Hera yang masih nangis histeris. Bertanya sambil mencodongkan pistol, "Apa yang terjadi?"

"M-mereka berdua.... bertengkar gila-gilaan. Raphaello... dia takut ditangkap... dia hampir bunuh diri lompat... dari atas pesawat... mereka gila!" Sesegukkannya makin keras. Hera bahkan tak berani melirik Haru.

ELITE KLASS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang