Seperti dugaan Mia, Dino sama sekali tak ingin keluar apalagi bertemu Juna. Cowok itu memutuskan pergi setelah tau Juna datang berkunjung. Sementara Juna semakin di buat bingung dengan sikap Dino, tidak biasanya anak itu menghindarinya.
Juna tau Dino tidak suka dengan kehadirannya, tapi biasanya Dino tetap makan bersama jika bibinya mengajak. Tapi hari ini hal itu sama sekali tak terjadi. Sedikit bingung dan kesal. Tidak tahukah Dino bagaimana ia Khawatir, namun dengan teganya Dino mengabaikan rasa khawatirnya.
"Bi, dia kenapa sih? Biasanya gak kayak gitu. Aku merasa setiap hari Dino semakin menjauh, kasih tau Juna Bi apa penyebabnya. Juna bingung sama sikapnya Dino, sebesar apapun usaha aku deketin Dino sebesar itu juga Dino ngejauh," ujar Juna putus asa.
"Dino seperti itu hanya karena banyak pikiran. Kamu tidak perlu memikirkan hal aneh-aneh. Beri dia ruang untuk menyelesaikan masalahnya."
"Tapi apa sulitnya bercerita, aku ini kakaknya tapi kenapa dia membuat dinding diantara kita."
"Tenanglah, Dino baik-baik saja. Nanti bibi tegur perbuatannya itu. Sekarang kamu pulang dulu dan istirahat, mama kamu udah ngirim pesen kamu gak boleh nginep."
"Baiklah, jika sesuatu terjadi bibi harus bilang padaku."
"Iya bibi janji, hati-hati dijalan."
Mia menghela nafas gusar setelah kepergian Juna. Ia faham dengan perasaan Dino, namun juga tidak membenarkan perbuatannya itu. Entahlah, Mia bingung bagaimana membujuk Dino untuk percaya dan meyakinkan semuanya baik-baik saja, karena nyatanya anak itu telah mendengar pernyataan dari mamanya yang sulit untuk diterima.
Melupakan masalah tadi, Mia memilih menelfon Dino untuk pulang. Kondisi anak itu masih belum baik dan butuh banyak istirahat. Beruntung saat di telfon Dino menurut.
Mia menoleh saat pintu rumah pintunya terbuka, "makan, minum obat dan istirahat, kamu belum makan sejak siang tadi." Dino mengangguk, mengikuti ucapan Mia.
***
Lima hari berlalu dan Dino belum menunjukan batang hidungnya. Membuat teman-temannya khawatir, mengingat anak itu jarang sekali sakit. Satu ide terlintas dari pikiran mereka, menjenguk Dino. Tentu saja mereka akan mengajak Minnie bergabung. Namun sebelum semua terjadi, Juna lebih dulu melarangnya, entah bagaimana cowok itu bisa tau rencana mereka.
"Lebih baik jangan, orang sakit butuh istirahat yang lebih," ucap Juna.
"Tapi orang sakit juga butuh dukungan dari temannya. Kenapa, gue perhatiin lo selalu ngelarang kita kalau itu berkaitan sama Dino?" tanya Cio curiga.
Juna diam. Jujur, cowok itu sebenarnya tidak suka kalau Dino berbaur dengan anak yang nakal. Ia hanya takut adiknya yang polos ikut menjadi nakal karena pergaulannya. Bahkan geng Cio sudah berkali-kali masuk ruangan konseling, beruntung sejauh ini Dino belum pernah masuk keruangan itu.
"Kalian boleh pergi asal jangan ajak Nia. Dia gak tau jalan daerah sini karena dia anak baru."
Juna pergi setelah berucap. Cowok itu tidak yakin mereka mematuhi ucapannya. Mengingat mereka juga tidak dekat dengannya. Namun apapun yang terjadi, Juna akan memantau semuanya. Ia juga akan datang meski harus mengendap. Juna ingin tahu bagaimana respon Dino jika yang berkunjung teman-temannya.
***
Ruangan tampak gelap, tidak ada niatan untuk memberi kecerahan. Lampu dibiarkan padam berhari-hari dengan pintu yang tertutup rapat. Dino, cowok itu benar-benar mengurung dirimu. Tak mempedulikan tubuhnya yang memberontak untuk di beri obat. Selama lima hari ini pikirannya kacau, bahkan obat yang Mia kasih secara diam-diam ia buang. Wajahnya sudah seperti mayat hidup. Dino akan keluar jika di paksa lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Doll
Teen Fiction"Wah ada pacar baru nih!!" "Bukan pacar tapi boneka gue tepatnya."