Enam

3 2 0
                                    

Malam semakin larut, menciptakan hawa dingin yang terbentuk dari hembusan angin. Ditambah hujan terus berjatuhan membuat hawa dingin menjadi berlipat-lipat ganda. Namun, seseorang membiarkan itu semua. Membiarkan dirinya terguyur hujan berjam-jam. Wajahnya memucat dan bibirnya membiru, namun meski begitu tidak ada niatan bangkit untuk pergi.

Dino, cowok itu memutuskan pergi setelah mendengar pernyataan pahit yang ia dengar dari mulut mamanya. Orang yang ia fikir adalah ibu kandungnya secara terang-terangan berkata kalau ia bukan anak kandungnya, apalagi lahir dari rahimnya. Jika benar begitu, siapa ibunya? Kenapa ia harus di buang dan tinggal dengan orang yang membencinya. Itukah alasan kenapa kedua orang tuanya sangat tidak menyukai dan membencinya, bahkan mereka terang-terangan tidak suka jika ia berdekatan dengan Juna. Jika dulu Dino kesal dan marah, sekarang tidak. Dino tahu alasan kedua orang tuanya bersikap beda padanya.

Jam sudah menunjukan sembilan malam, tidak ada niatan untuknya kembali ke rumah bibinya. Dino ingin menenangkan diri dan pikirannya sebelum ia menghadapi hari berikutnya. Mulai sekarang ia janji akan mengikuti permintaan orang tuanya menjauhi Juna. Mungkin sudah saatnya ia pergi dari keluarga yang menyakitinya. Jangan salahkan Dino jika sifatnya akan berubah menjadi Dino yang tidak dikenal siapapun. Hati dan jiwanya lelah setelah beberapa tahun hidup dalam kebencian dan sekarang sudah waktu ia membebaskan diri dari rasa lelah itu.

Cowok itu bangkit, memutuskan untuk kembali ke rumah bibinya. Siapa tahu bibinya masih mau menampungnya meski ia bukan anak kandung dari kakaknya. Ia tidak peduli kembali dalam keadaan seperti ini, seluruh tubuhnya basah dan penampilan yang sangat berantakan. 

Sesampainya di rumah, Dino mendapati bibinya yang gusar. Mata keduanya sempat bertemu namun dengan cepat Dino memutuskan kontak matanya.

Bibinya menghampiri dirinya cepat, memukul lengannya pelan dengan raut wajah khawatir.

Hati Dino menghangat dengan perlakukan bibinya, karena ia tahu orang didepannya sangat tulus menyayangi nya.

"Dari mana aja kamu!!! Kenapa ponselnya tidak aktif, mau membuat bibi mati muda, iya!!"

"Maaf bi," jawab Dino dengan suara pelan.

Mia, si pemilik nama dan bibi dari dua bersaudara itu. Perempuan yang kini tersenyum lega setelah melihat kepulangan Dino ke rumah, baginya Dino pulang dalam keadaan baik-baik saja sudah membuatnya senang dan tenang. Dino sudah di anggap sebagai anaknya meski nyatanya ia belum menikah. Namun rasa tenang itu pudar begitu tangannya merasakan hawa panas dari tubuh Dino.

Mia baru sadar, Dino datang dalam keadaan basah kuyup, bahkan wajahnya sangat pucat dan bodohnya Mia tak menyadari itu, "katakan pada bibi, apa yang kamu lakukan sampai basah kuyup seperti ini?" tanya Mia dengan tekanan di nada bicaranya.

Dino menggeleng, mulutnya enggan mengeluarkan jawaban. Tanpa aba-aba Mia melepas tas di punggung Dino lalu menyuruhnya mandi. Wanita itu dengan sigap membuatkan susu hangat dan makan malam, mungkin dengan beberapa obat penurun panas.

Sementara Dino, cowok itu hanya menurut dan tak ingin membantah seperti biasanya. Ia sadar diri kalau bibi yang mengurusnya selama ini bukanlah bibi kandung yang masih terikat saudara, melainkan orang asing yang mau mengurusnya di saat orang tua kandungnya membuangnya. Jujur, memikirkan itu semua membuat kepala Dino sakit.

"Dino cepat keluar!! Jangan terlalu lama mandinya."

Clek

Dino keluar dengan rambut yang basah dan pakaian yang sudah menutupi tubuhnya. Cowok itu langsung ditarik Mia ke meja makan, karena lapar Dino menurut. Mia sendiri mengambil handuk lalu mengeringkan rambut Dino layaknya anak.

"Kamu belum menjawab pertanyaan bibi."

"Pertanyaan apa?" tanya Dino di sela makannya.

"Kamu habis bermain hujan?"

My DollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang