e n a m b e l a s

64.3K 4.3K 27
                                    

.: 16. Aruni. :.

"Nah, kalau ini kurang garam sedikit aja." Arga memberi masukan setelah mencicipi tumis kangkung terasi buatan Nalana.

Nalana mengangguk. "Segini?" tanyanya mengambil sejumput garam.

"Tambahin dikit, nah segitu aja."

"Lo tuh sebenernya bisa masak, Nalana. Tapi males aja." Arga mengacak-acak rambut Nalana yang tergerai.

"Bisa kok, kalau mendadak sama mepet aja." Nalana terkekeh.

"Dasar," cibir Arga sembari berjalan mengambil tepung dan jagung. "Gue yang masak bakwan jagung aja, ya?"

"Nggak telat? Nanti lo kesiangan lagi."

Arga melirik ke arah jam dinding. "Masih jam 5. Nanti setengah 6 gue mandi."

"Gue heran deh, masa dulu lo yang muntah-muntah sekarang gantian gue mulu. Mana kadang kalau di bengkel gue bisa ke kamar mandi tiga kali."

Pagi tadi Arga tiba-tiba saja muntah-muntah membuat Nalana panik. Berakhirlah keduanya tidak bisa tidur kembali dan memilih untuk memasak bersama, lebih tepatnya Arga yang ingin mengajari Nalana memasak.

"Ya masa gue terus sih, Ga? 'Kan bikinnya berdua masa yang susah satu orang aja? Nggak adil tau."

Celotehan Nalana membuat Arga menoleh. "Lo nggak ngerasa gue perkaos lo?"

Nalana yang sedang memindahkan tumis kangkung yang sudah matang ke mangkok menatap Arga dengan raut bingung. "Diperkaos itu ketika salah satu dari dua orang itu merasa terpaksa saat melakukan hubungan intim, Ga. Sedangkan gue nggak merasa sama sekali karena ..."

Ada jeda sebentar sebelum Nalana kembali berbicara. Arga mengerutkan kening heran. "Karena apaan? Kok malah nggak dilanjutin?" tanyanya gemas karena terlanjur kepo.

"... karena semisal gue nggak mau waktu itu gue bisa aja teriak atau kabur dari lo. Tapi kenyataannya, nggak 'kan? Berarti emang gue yang mau, Ga."

Arga terdiam menatap setiap pergerakan Nalana. Lalu beralih pada bakwan jagung yang digorengnya barusan. Nalana benar, jika perempuan itu tidak mau setidaknya Nalana akan memanggil Carlos dan lari darinya karena saat itu ia sedang dalam keadaan mabuk, tubuhnya lumayan lemas kala itu. Tapi, ah sudahlah, semuanya sudah terjadi.

"Nanti mau anterin makan siang ke bengkel?"

"Ke--"

"Gue males pulang." Seakan tau pertanyaan Nalana, Arga menyela.

"Oke."

"Pinter." Arga tersenyum sembari meletakkan sepiring bakwan jagung ke meja. Ia kembali mendekati Nalana dan mencium perut Nalana yang tampak terlihat lebih buncit dari biasanya.

"Ayah mandi dulu, ya, biar wangi. Bunda kamu tuh suruh mandi biar nggak bau kecut." Di kalimat terakhir, Arga mengatakannya agak pelan, sedikit berbisik.

Nalana menatap Arga yang mengedipkan sebelah matanya. Lo jago banget buat gue deg-degan, Ga.

🍑🍑🍑

Arga tersenyum canggung menatap seorang wanita di depannya. Sedangkan wanita itu tampak diam, seperti berpikir lalu akhirnya untuk memutus kecanggungan antara keduanya ia memilih menyodorkan rantang kepada Arga. Dari baunya pun tercium jika itu adalah soto. "Buat Nalana."

"Emm ... makasih Tante."

"Gimana kabar Nalana?"

"B-baik."

Daripada menemui Sada, Arga jujur lebih takut bertemu Aruni. Ia tau bagaimana perasaan wanita itu ketika anak satu-satunya hamil di luar pernikahan yang sah dan memilih hidup dengan laki-laki yang hidupnya tidak jelas sepertinya.

MASA REMAJA KITA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang