.: 34. Dia yang Ditunggu. :.
Nalana memejamkan mata, tangannya melingkar memeluk Arga sembari meringis pelan. Sekarang ini keduanya tengah berada di rumah praktik seorang bidan yang tak jauh dari rumah. Arga mengelus punggung Nalana pelan, sesekali membisikkan kata-kata semangat untuk Nalana. Arga tidak tega melihat Nalana yang terus mengeluh perihal perutnya yang terasa sakit.
Arga menatap Ratna dan Aruni bergantian. Arga bingung harus bagaimana, Arga takut Nalana kenapa-kenapa. Namun, kedua wanita itu hanya mengangguk pelan. Meyakinkan Arga jika Nalana akan baik-baik saja.
Arga menghela napas pelan. Ia sedikit menunduk menatap Nalana yang meringis, memeluk Arga dari samping.
"S-sakit, Ga."
"Sssstt, jangan nangis." Arga sedikit menyamakan tingginya dengan Nalana yang duduk di brankar. "Kamu bisa, Nal. Aku temenin kamu, ada bunda sama mama kamu juga di sini. Jangan takut, oke?"
Nalana menggeleng pelan. "Takut, ini sakit banget, Ga."
Arga mengusap pelan air mata yang membasahi pipi Nalana. "Udah-udah, sini."
Arga membawa Nalana ke dalam pelukannya. "Nanti kalau dedeknya lahir sakit kamu pasti terbayar. Atur napas kamu pelan-pelan."
Nalana meremas tangan Arga yang mengelus pipinya. "J-jangan pergi, temenin aku."
"Enggak, sayang. Aku nggak pergi."
Arga menatap Ratna dan Aruni meminta bantuan. Kedua wanita itu mendekati Nalana dan membaringkan perempuan itu pelan. Nalana berbaring menyamping, Aruni duduk di samping Nalana sembari mengelus rambut perempuan itu lembut.
"Sakit, ma," keluh Nalana.
"Iya, sayang. Mama di sini. Arga sama bunda juga di sini temenin kamu."
Nalana hanya diam. Ia memejamkan matanya sembari mengatur napas. Aruni mengelus punggung bawah Nalana. Ratna mengipasi Nalana yang berkeringat. Sedangkan Arga mengelus dahi Nalana sembari terus merapalkan doa.
Bidan Anna mengatakan Nalana baru pembukaan delapan pukul setengah empat pagi tadi. Mungkin, sekarang Nalana sudah siap untuk melahirkan karena kontraksinya semakin sering datang.
"Gimana, Nalana? Udah siap buat ngeden belum?" Bidan Anna datang dan memeriksa Nalana.
Nalana meringis pelan ketika jari bidan Anna menyentuh miliknya. "Mphhh aduh, lepasin."
Bidan Anna terkekeh. Ia membenarkan posisi Nalana yang tadinya tidur menyamping kini menjadi terlentang. "Ini sudah pembukaan sepuluh. Saya siapkan dulu alatnya, Nalana siap-siap, ya."
Sepeninggal Bidan Anna, Ratna mengelus rambut Nalana. "Bunda tunggu di luar, ya, sayang. Kamu di sini sama Arga sama mama kamu. Kamu pasti bisa, semangat!"
"Bun," rengek Arga saat Ratna hendak keluar.
"Kamu di sini aja temenin Nalana. Yang boleh temenin cuma dua, Arga. Kamu tega tinggalin istri kamu?"
Arga menggeleng.
"Ya udah, bunda tinggal."
Ratna keluar dari ruang persalinan menghampiri Wijaya, Gema dan Sada yang juga ikut menunggu.
Bidan Anna kembali dengan beberapa peralatan persalinan. Bidan Anna mengelus perut Nalana pelan. "Rileks, ya. Kalau saya belum bilang buat mengejan, jangan dulu, oke?"
Nalana mengangguk lemas. Padahal sedari tadi ia menahan agar tidak mengejan sesuai perintah Bidan Anna.
"Nah, sekarang boleh. Ayo, Nalana. Dedeknya udah nggak sabar buat keluar."
KAMU SEDANG MEMBACA
MASA REMAJA KITA [End]
Fiksi RemajaCover : Pinterest. Nalana Sasmita menyukai Arga sejak kali pertama bertemu. Sedangkan Arganta Gilang Bhagawanta hanya menganggap Nalana seorang gadis cupu. "Positif?" Nalana bungkam, hanya terdengar suara isakan yang menjawab semua pertanyaan Arga...