(8)
Ryu terlalu sibuk pagi ini. Menyiapkan semua yang dibutuhkan dalam kontes fashion show. Beberapa desain ia kerjakan dalam beberapa hari terakhir. Hingga tak sempat mengurus rumah apalagi memikirkan makan. Untung saja Sebin selalu menyempatkan untuk pulang dan melihat keadaanya.
Hanya sebutir telur rebus yang ia telan disamping kopi panas yang sudah ia habiskan beberapa menit lalu.
Tangannya menyodorkan dua tiket di atas meja..
“Harus datang!” hanya itu katanya.Donghae mengerti. Ia melirik Sebin untuk mendapat kepastian.. dan jawaban “aku akan menjemputmu di sekolah nanti, sekalian meminta ijin”
“Jangan Paman. Aku akan keluar tanpa ijin saja, itu lebih baik. Kakak sudah mulai bertanya siapa yang mengantarku sekolah. Ia akan mencurigaimu nanti..”
“Tidak masalah kan?”
“Memang tidak, tapi bagaimana jika Kakek tua itu juga tahu?”
Hah.. Ryu menyempatkan untuk menghela napas “Ya, Kau dan aku.. sama-sama dibuangnya. Memang mereka mau apa jika tahu kita selalu bersama? Apa mempengaruhi hidup mereka? Menggelikan! Apa mereka sudah mulai perhatian?” kalimat itu lebih tepat sebagai sindiran.
“Entahlah, perasaanku tidak baik soal itu..”
“Ya sudah. Kau juga ahlinya membolos sekolah kan?” lalu ketiganya tertawa kecil mengingat bahwa itu adalah benar.
◓
◒Satu jam sebelum ia memutuskan kabur dari sekolah, Donghae ijin ke ruang kesehatan. Bukan untuk bertemu Dohwan, hanya agar memudahkannya ketika harus meninggalkan kelas.
“Begitukah pekerjaan seorang siswa? Tidak bertanggung jawab sekali”
Sambil berbaring matanya tetap terpejam walau ia tidak tidur. Mendengar kalimat yang pasti ditujukan padanya. Dan ia sangat menghafal suara itu.
Tapi kemudian ia menyahut tanpa membuka mata..
“Aku juga bertanya. Begitukah seorang kakak pada adiknya? Tidak bertanggung jawab sekali?”“Kau ingin kita bertikai?”
“Apa kakak ingin kita bertengkar?”
“Keras kepala!”
“Jika aku keras kepala, kakak seperti apa? Kenapa tidak mencari tahu, apa yang membuatku keras kepala seperti ini?”
“Kau pikir siapa?”
Donghae membuka mata. Yang terakhir ia dengar bernada tinggi. Mendudukkan dirinya tetap di rajang. Retinanya menangkap wajah pria yang lebih tua itu dengan gamang. Ia bahkan tidak menunjukkan ekspresi apapun.
“Maafkan aku jika selalu salah bagimu. Mulai hari ini aku tidak akan lagi memanggil -kakak- karena dokter tetaplah dokter. Aku akan mulai menganggap jika aku tidak memiliki siapapun..” kemudian wajah itu berganti nanar juga sendu “Orangtuaku tidak di sini, kakakku sudah lama pergi. Jadi aku hanya bisa mengandalkan diri sendiri untuk tetap hidup..”
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH ✔️
FanficMemendam kerinduan yang mendalam membekaskan luka kasat mata. ◻◼◻ Dunia ini terlalu berisik baginya. Seakan dibungkam untuk mendengar setiap perkataan mereka. Dipaksa menerima keputusan mereka. Ditekan agar mengerti pikiran mereka. Tapi tidak ada da...