(31)Donghae dan Dongmin betah duduk berdua. Hubungan mereka sudah lebih baik walau belum menjadi teman.
“Aku tidak bisa kembali lagi ke sana.. itu hukuman yang pantas. Tapi aku tidak ingin kau bernasib sama..” liriknya pada yang lebih muda “bagaimana dengan pengakuan? Dengan begitu kau bisa kembali ke tempat itu..”
Donghae menggeleng dengan senyum nyeri “mana bisa kembali ke sana? Semuanya sudah selesai.. andaikan aku bisa pasti butuh perjuangan panjang. Kau tahu kak, cidera kakiku sudah tidak memungkinkan untuk aku bisa menari lagi. Padahal itu impianku masuk ke agensi..”
“Maaf” sesalnya, karena ia tahu penyebab cidera itu untuk menyelamatkan adiknya.
“Tidak perlu.. bukan salah kakak.. juga bukan salah Hani.. tidak ada yang menginginkan kecelakaan itu..”
“Katakan saja apa yang bisa ku lakukan untuk membalas semuanya? Membalas kejahatan yang pernah ku lakukan padamu juga sebagai balas budi karena sudah menyelamatkan Hani..”
“Terkadang manusia harus berani melepas impiannya demi hal lain..” tuturnya jujur sambil menatap wajah Dongmin yang penuh penyesalan “terkadang, merelakan sesuatu itu menjadi hal yang baik..”
“apa maksudmu?”
“Aku sudah merelakan semua itu.. aku sedang mencari impianku yang lain. Aku tidak akan kembali lagi ke agensi..”
“Maaf..”
“Berapa kali kakak minta maaf?”
“Kalau begitu ijinkan aku membantumu jika kau butuh sesuatu.. jangan sungkan. Bagaimana kalau kita berteman?”
“Entahlah…”
Donghae hanya mengangkat bahu. Bahkan kemudian ia memutuskan pergi meninggalkan Dongmin sendiri.
Terkadang…
Butuh waktu yang lama untuk menerima maaf dan memaafkan, walau sebenarnya itu sudah selesai..⌛-ħīŕāėŧĦ-⌛
Donghae di hadang tiga orang yang tidak dikenalnya. Dahinya mengernyit penuh tanya..
“Ada apa?”“Ikut kami..”
“Tidak..”
“Harus..”
“Siapa kalian? Katakan dulu..”
“Utusan Tuan Jung..”
Jantungnya bergertar mendengar nama itu. Nama yang seharusnya bisa ia sebuat sesering mungkin. Nama yang harusnya menjadi lekat dengan hidupnya karena itu milik kakeknya. Sayangnya, itu tidak demikian.
“Aku akan menemuinya sendiri, tidak perlu memaksaku. Katakan saja padanya begitu.. tidak akan lama lagi..”
“Tapi..”
Hah. Donghae melenguh, ia mencoba mencari alasan lain untuk lepas dari mereka “Jangan membuatku berteriak dan orang-orang tahu. Kehadiran kalian terlalu mencolok. Jangan sampai nama Tuan Jung menjadi tercemar karena menyeret paksa seorang anak. Apa kalian tidak sadar, pasti ada orang-orang media yang terus mengikutiku.. itu akan menjadi berita..” suaranya memekik rendah tanda ia menahan amarah.
Namun benar. Mereka menjadi ragu setelahnya..
“Kembali saja paman, aku tidak akan kabur atau menghindar. Sesegera mungkin aku akan menemui Tuan Jung..”
“Baiklah..” lalu satu dari mereka memberi kode untuk lainnya segera menyingkir dari sana. Melihat itu Donghae bisa bernapas lega sementara ini.
“Apa ia akan membunuhku sekarang?” monolognya, mengira apa yang akan terjadi jika ia menemui Jung Sang nanti.
⌛-ħīŕāėŧĦ-⌛
Ryu dan Donghae duduk berhadapan dipisahkan meja panjang dengan secangkir latte masing-masing. Paman dan keponakan itu menjadi serius. Sejenak menyesap sedikit latte yang sudah mulai mendingin.
“Terkadang kita perlu menjadi kuat dan keras hati untuk melawan keluarga sendiri..” tutur Ryu setelahnya. Ia mendengar cerita Donghae tadi hingga memutuskan untuk menghadapi bersama.
Donghae kembali memaksa dirinya untuk bicara “Aku sebenarnya mulai lelah Paman. Terkadang juga, aku hanya ingin seperti yang lainnya. Pergi sekolah lalu bermain di tengah banyaknya tugas sekolah.. tapi itu tidak bisa kulakukan lagi..”
“Kau menyesali keputusanmu?”
Anak itu menggeleng “Tidak. Jikapun aku melakukan semua itu, aku mungkin tidak akan bertahan untuk hidup. Aku hanya akan menjadi seorang remaja yang lemah..”
“Jadi kau sudah merasa kuat sekarang?”
“Belum. Namun setidaknya sekarang aku bisa bertahan hidup.. walau menjadi orang dewasa itu melelahkan, paling tidak aku bisa mandiri. Tidak bergantung pada orang lain.. bahkan untuk makan..”
“Kau kan masih menumpang di tempatku”
Keduanya tertawa “kau mengusirku paman? Kemarin saja aku tidak boleh mencari apartemen sendiri. Jadi apa mau paman?”
“Hah.. terserah kau saja..”
Dengan senyum yang dikulumnya Donghae menyeringai.. “Paman mau bertempur sekarang?”
“Menurutmu?” tanyanya “Besok kita temui Tuan Jung itu. Malah aku ingin membawamu muncul di depan media dan menjelaskan semuanya. Sudah waktunya kau tampil Hae. Apa kau ingin terus ditindas seperti ini?”
“Masalahnya yang menindasku adalah keluargaku sendiri..”
“Sejak kapan? Sejak kapan kau menganggapnya keluarga..?”
“Aku tidak pernah mengatakan mereka bukan keluargaku. Mereka saja yang membuangku… errrr.. juga paman..”
Ryu tahu, karena ia sudah lama menelan pil pahit itu. apakah hidupnya terlalu hina hingga tidak ada satu kebaikan pun yang bisa dilihat Jung Sang, ayahnya? Hingga membuat semua orang yang dikasihi membencinya..
⌛-ħīŕāėŧĦ-⌛
Jung Sang mengepal tangan. Ia merasa harga dirinya dipermainkan bocah remaja yang tidak tahu sopan santun.
“…….......… bisa-bisanya anak itu bersikap angkuh? Lihat saja besok apa kau masih bisa berdiri tegak?” geramnya.Woori menghela napas. Ia mendengar semuanya tanpa sengaja saat ingin masuk ke ruangan suaminya. Tak habis pikir, bagaimana bisa seorang kakek memulai peperangan dengan cucunya sendiri?
Dibalik pintu yang terbuka sempit itu, Woori hanya mampu bergumam “kau sudah keterlaluan suamiku.. maaf, aku tidak bisa lagi berada di sampingmu untuk sepaham pikiran. Mulai sekarang.. aku akan memperjuangkan anak dan cucuku..”
Ia mengatakan itu karena kekecewaan yang besar. Merasa tak bisa lagi meluluhkan hati dan membuka pikiran suaminya. Woori memilih kembali menjadi ibu dan nenek yang selama ini ia abaikan status dan tanggungjawabnya. Jika bukan rasa hormat kepada Jung Sang, ia mungkin sudah pergi sejak dulu dan menyerah dengan sikap suaminya.
“Maafkan aku…” lanjutnya lirih.
◼◻◼
tbc
◼◻◼◻◼31 Juli 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH ✔️
Fiksi PenggemarMemendam kerinduan yang mendalam membekaskan luka kasat mata. ◻◼◻ Dunia ini terlalu berisik baginya. Seakan dibungkam untuk mendengar setiap perkataan mereka. Dipaksa menerima keputusan mereka. Ditekan agar mengerti pikiran mereka. Tapi tidak ada da...