Finished ~ 39

9.1K 502 61
                                    

Boleh dong, sebelum baca Tap Bintang nya dulu!

Happy Reading!

🌱🌱🌱


Sejak meninggalkan Abel di rumah sakit begitu saja tanpa izin, Barla sama sekali belum berhubungan lagi dengan Abel, baik lewat telepon ataupun bertemu secara langsung. Bahkan ia sendiri tidak tahu, bagaimana kondisi Abel sekarang. Apakah sudah pulang atau masih dirawat di rumah sakit. Barla sama sekali tidak tahu.

Lalu sekarang, Malla tiba-tiba menyuruh nya untuk menelpon Abel hanya untuk mengatakan kalau dirinya tidak lagi mencintai Abel? Sebenarnya itu bukan persoalan sulit, tapi timing nya saja yang kurang pas. Juga, kesannya sedikit memalukan.

"Harus banget?" Entah sudah keberapa kali Barla menanyakan hal itu pada Malla. Dan Malla selalu menanggapi dengan cara yang sama, yaitu menggendikan bahunya acuh tak acuh, sambil mencebikan bibirnya.

"Kalau kamu gak mau juga gak apa-apa." Nada suaranya memang terdengar santai, tapi tatapannya bikin membuat nyali seorang Barla sedikit menciut. Dan Barla mengerti maksud dari tatapan itu. Tatapan tanda bahaya.

Menghela nafas sekali lagi, lalu mulai mengotak-atik handphonenya, dan dengan gerakan lesunya, Barla menempelkan benda pipih itu didekat telinga dan pipinya.

Sambil menunggu jawaban dari si penerima telepon, bola mata Barla bergerak menatap wajah Malla yang kini sedang berpura-pura menunduk santai. Tak lupa kakinya sedikit ia hentak-hentakan pada lantai yang beralaskan karpet, layak nya anak kecil yang sedang menunggu kebosanan. Karena posisi Malla yang sedang duduk diatas sisi ranjang, membuat mereka saling berhadapan setelah Malla memutuskan berpindah posisi dari tempat duduknya yang semula.

"Hai,, hallo."

Mendengar Barla mulai berbicara, dengan gerakan otomatis, kepala Malla yang semula menunduk kini terangkat untuk menatap Barla. Malla mengamati dalam diam, namun di dalam dadanya bergemuruh tak karuan.

"Kondisi kamu gimana, sekarang? Udah baikan?"

Kening nya semula datar, kini berubah membentuk kernyitan, ketika Barla melayangkan pertanyaan yang bentuk perhatian. Tidak ada yang aneh sebenarnya, tapi Malla sedikit kaget saja. Adegan seperti itu tidak termasuk dalam bayangan nya. Malla kira, laki-laki dihadapannya ini akan langsung mengatakan tujuan utamanya menelpon Abel, seperti yang sudah Malla suruh beberapa menit yang lalu.

"Syukur deh. Maaf, karena saya meninggalkan kamu begitu aja, waktu itu."

Kekesalan Malla sudah naik ke ubun-ubun, meski ia tidak tahu jawaban apa yang Abel lontarkan, tapi mendengar Barla mengatakan hal itu, membuat rasa cemburu dan kesalnya menjadi satu.

"Ekhem!!" Malla berdeham. Sengaja memberikan kode, bahwa disini tidak hanya ada Barla seorang, melainkan ada dirinya. Dan dehaman itu bertujuan untuk mengingatkan Barla agar laki-laki itu tidak keluar batasan lebih jauh lagi.

Dehaman itu rupanya berhasil membuat Barla mengalihkan pandangannya, dengan gerakan mata yang sedikit meringis meminta pengertian. Lalu kemudian, lelaki itu terlihat menelan ludahnya dan memanggil Abel dalam suara lemahnya.

"Bel,,"

Diseberang nya, Malla sedang melayangkan tatapan tajam mengkilat, membuat Barla lagi-lagi bergidik ngeri. Sekali lagi, ia menelan ludahnya sedikit gugup.

"Ada satu hal yang mau saya kasih tau ke kamu."

"Iya,, kenapa?"

"Soal saya yang nolongin kamu waktu itu, tolong jangan kamu salah artikan ya. Karena saya sudah menganggap kamu sebagai teman, gak lebih."

Wedding Solution✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang