Sepanjang perjalanan Adrian terus bercerita ini dan itu, yang hanya ditanggapi apa adanya oleh gadis yang duduk di jok belakang. Reaksi Yasmin hanya tersenyum, geleng-geleng kepala, atau sekadar menjawab 'tidak' dan 'iya', ketika Adrian melontarkan sedikit pertanyaan padanya.
"Eh, kok berhenti di sini?" Yasmin kebingungan ketika Adrian memberhentikan motornya di depan sebuah kafe kekinian. Sedangkan gadis itu masih duduk di atas motor.
Adrian membuka helm dari kepala. Menoleh pada Yasmin. "Lo 'kan tadi setuju buat nemenin gue ke sini."
Dengan pelan Yasmin turun dari motor berjok tinggi itu, agak kesusahan karena ia memakai rok. Kemudian membuka helm yang ia kenakan.
"Iya?" Tanyanya heran, tak merasa bahwa ia menyetujui ajakan Adrian. Bagaimana mau menyetujui mendengar Adrian mengajaknya pun tidak.
Yasmin menyodorkan helm dan jaket denim milik pria itu.
Adrian berdecak gemas. "Iya. Tadi 'kan gue tanya, 'lo mau nggak nemenin gue buat ke sini?' terus lo jawab 'iya'."
Adrian mengambil helm dan jaket yang tadi digunakan gadis itu untuk menutupi pahanya, lalu berucap. "Lo nggak dengerin omongan gue tadi, ya?"
"Eh, mm," Yasmin tersenyum kikuk, tak enak hati karena mengabaikan seluruh cerita Adrian. Yasmin memang tidak terlalu mendengarkan, pikirannya melayang ke mana-mana, sehingga ketika Adrian mengajaknya ke sini ia tak sadar berkata 'iya'.
Adrian tersenyum maklum, tangannya hinggap di atas pucuk kepala Yasmin, mengusak rambut gadis itu pelan.
"Ya udah nggak pa-pa, sekarang kita masuk, lo lapar nggak? kita makan siang dulu. Yang lain udah nunggu soalnya."
Yasmin masih mencerna perkataan Adrian, ketika laki-laki itu menggiring Yasmin untuk memasuki kafe.
Yang lain? Eh, apa? Yang lain?
Jadi Adrian ke sini karena ingin bertemu dengan teman-temannya. Aduh, Yasmin kok jadi gugup, ya?
Dia tak ingin bertemu dengan teman-teman laki-laki itu.
"Hei, bro," salah satu laki-laki berdiri menyambut Adrian, ketika mereka berjalan menghampiri meja yang diisi oleh tiga orang laki-laki, yang terdengar sangat berisik.
"Udah rame aja lo pada," Adrian terkekeh sembari bergerak menduduki kursi kosong, yang memang disediakan untuknya.
"Sini," panggilnya pada Yasmin, menyuruh gadis itu duduk di sampingnya.
Yasmin tersenyum gugup, kemudian menuruti titah Adrian, yang menyuruhnya duduk di samping laki-laki itu.
Suasana yang tadinya ramai berganti senyap di meja itu, ketika Yasmin telah duduk di antara mereka. Ketiga laki-laki itu memerhatikan Yasmin.
Hingga laki-laki yang tadi menyambut kedatangan mereka berseru heboh. "Weh! Siapa nih Dri? Bening bener."
Adrian tersenyum tipis. "Kenalin, temen gue. Yasmin."
Yasmin yang dari awal menunduk canggung, mulai mengangkat kepala mendengar perkataan Adrian, yang memperkenalkannya kepada teman laki-laki itu.
Satu per satu mulai memperkenalkan diri sembari menjabat tangan gadis itu. Hingga netra Yasmin sampai pada laki-laki yang duduk di paling ujung.
Matanya membulat. "Kak Rey?"
Rey tersenyum singkat, "halo, Yas. Kamu ikut Adrian ke sini," ucapnya, terdengar dingin dan asing, setidaknya di telinga Yasmin yang sudah biasa mendengar nada hangat dari laki-laki itu.
Sepanjang Yasmin mengenal Rey dan berinteraksi dengan laki-laki itu, Yasmin tak pernah mendengar ucapan Rey yang terkesan dingin, baru kali ini Yasmin mendengar dan melihat aura dingin dari Rey.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Rush ✓
General FictionYasmin & Andra Ini bahaya! Kenapa ia yang awalnya berkepribadian tenang berubah menjadi sangat aktif hanya karena seseorang. Sugar Rush, ialah kondisi seseorang yang berubah menjadi aktif karena banyak mengonsumsi gula.