T i g a p u l u h t i g a

11.7K 1K 12
                                    


Sedari pertama kali ia menginjakan kaki di restoran hotel tempatnya menginap. Matanya langsung tertuju pada seorang gadis berambut hitam sepinggang, tubuh semampainya yang dibalut dress berwarna pink salem, mengingatkannya pada seseorang.

Tapi dia belum yakin, sehingga ketika ia berkeinginan untuk menghampiri, dia mengurungkan diri. Terlebih ketika ia melihat bahwa gadis yang mencuri perhatiannya sedari tadi tidak lah sendiri. Ada seorang pria dewasa, dan satu lagi gadis remaja yang terlihat sangat aktif, duduk di meja yang sama dengan gadis itu.

Matanya tak lepas memerhatikan kondisi meja yang di tempati gadis tersebut. Sampai-sampai ia mengabaikan makanan di hadapan dan temannya yang dari tadi mengajaknya berbicara.

"Woy, Ri, lo dengerin gue nggak, sih?"

Dia tersentak. "Oh, hah?" Tapi matanya kembali teralih, pada meja yang berjarak sekitar dua meter dari meja yang ia tempati.

"Wait," interupsinya kepada sang teman, sembari berdiri. Bermaksud untuk menghampiri, ketika ia melihat gadis yang ia perhatikan, tinggal seorang diri. Karena baru saja, pria dewasa yang tadi bersama gadis itu, pergi. Setelah mengecup kening gadis tersebut.

"Ri. Lo mau ke mana?" Dia hanya menggerakkan tangan mengisyaratkan agar temannya diam.

Dia melangkah lebar disertai keyakinan dalam hati, bahwa dia salah, bahwa gadis itu bukan seseorang yang ia kenal. Ya, seorang yang dia kenal tidak mungkin menampilkan adegan mesra di depan umum apalagi dengan seorang pria berumur.

Jantungnya semakin bertalu cepat, ketika melihat perawakan gadis itu dari dekat. Hingga satu nama yang sedari tadi terpikir di benak meluncur halus dari bibirnya. "Yasmin?"

Dan tubuh semampai itu berbalik menghadapnya, mulanya wajah itu kebingungan, lalu tak lama rautnya berubah, terkejut.

"Ma-Mas Fari," bibir itu terlihat bergetar ketika menyebut namanya. "Ma-Mas kok, ada di sini?"

Mata Ghifari, atau yang Yasmin panggil Fari membulat. Dia berdecak. "Mas yang harusnya tanya sama kamu, kenapa kamu ada di sini, dan—astagfirullah!" Ghifari mengusap wajahnya kasar. Dia tak habis pikir dengan tingkah gadis itu "Kamu di sini, sama Om-om?"

Yasmin gelagapan, matanya bergerak ke sana ke mari, lalu tangannya juga tak tinggal diam, memilin-milin rambut hitamnya, tanda ia tengah gugup dan panik.

"Pantas saja, Bunda bilang kamu belum pulang ke Bogor, rupanya kamu pergi liburan sama Om-om."

"I-ini nggak seperti yang Mas lihat." Yasmin menyanggah, dengan mengatakan salah satu dialog yang sering digunakan oleh aktor yang berperan dalam sebuah adegan sinetron. Jadi, adik perempuannya ini mulai memainkan peran murahan.

"Apanya yang nggak seperti yang Mas lihat?" Ghifari kembali membalik pertanyaan.  "Demi Allah, Dek. Mas lihat kamu dicium Om-om. Dan kamu sama sekali nggak nolak."

Bibir Yasmin mengerucut, mulai kesal. Ketika Ghifari terus mengulang menyebutkan kata 'Om-om', yang entah kenapa terdengar negatif di telinga Yasmin. Seolah-olah mengindikasikan bahwa Andra termasuk salah-satu pria mesum.

"Om-om yang Mas maksud itu, emang pacar Yasmin." Yasmin yang kesal malah berterus terang. Dan kontan saja, seperti yang Yasmin prediksi, wajah Kakaknya terlihat kaget, sekaget-kagetnya.

Ghifari tak menyangka Yasmin akan berterus terang seperti ini, tidak ada sangkal menyangkal sedikit pun, karena terpergok bermesraan dengan seorang pria yang ia taksir usianya terpaut jauh dari sang adik. Kalau saja pria yang Yasmin pacari bukan seorang Om-om, mungkin Ghifari tak akan semarah ini. Walaupun dia tetap akan marah karena adiknya berani pergi berlibur dengan lawan jenis. Tapi, kadar marahnya mungkin tidak akan sebesar ini.

Sugar Rush ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang