D u a p u l u h e m p a t

12.7K 1K 14
                                    

Andra memasuki mobilnya dengan amarah tinggi. Mencengkram kemudi dengan erat, sembari memejamkan mata. Berusaha meredam emosi dan berusaha melupakan seluruh kejadian yang baru saja terjadi, yang jelas menyentil egonya.

"Shit!" Makinya ketika bayangan gadis itu dan kejadian barusan tidak mau hilang. Kepalan tangannya menghantam kemudi dengan keras. Kenapa Yasmin merasa malu bila terlihat bersamanya? Apa karena ia sudah tua? Sememalukan itu kah, terlihat bersama pria sepertinya? Semua pertanyaan itu menghampiri benaknya.

"Shit!" Lagi dia memaki ketika mengingat Yasmin dan Adrian yang berdiri sejajar, terlihat serasi satu sama lain, apalagi Adrian masih muda cocok jika bersanding dengan Yasmin, tidak seperti dirinya yang jelas kalah dari segi usia. Ini yang selalu ia khawatirkan jika berhubungan dengan Yasmin. Perasaan insecure, dan takut kehilangan, takut Yasmin berpaling pada pria yang lebih muda yang sepadan dengan gadis itu.

Andra mengusap wajah frustrasi, bersiap menyalakan mesin, sampai pintu mobil terbuka dengan tergesa. Membuatnya sedikit terkejut, ketika mengetahui yang membuka pintu mobilnya adalah gadis yang masih menjadi kesayangannya.

Wajah Yasmin terlihat merah dengan mata berkaca-kaca, napasnya compang-camping dengan dada naik turun, meraup seluruh oksigen. Hingga tangan lentik itu terulur mengambil satu tangan Andra, meremasnya pelan. Sambil berujar. "Aku ... Mau ikut Om pulang ke rumah."

Andra menatap datar sepasang mata bulat yang menyorot padanya. "Ayo kita pulang." Lanjut gadis itu mantap.

Tak membalas apa-apa, Andra kembali menghidupkan mesin mobil dalam diam. Melajukan mobil hitam itu ke arah rumahnya.

Kiana pasti senang karena ia berhasil membawa Yasmin ke rumah. Tapi, Andra tak dapat bereaksi gembira, ia masih kecewa terhadap Yasmin, terhadap pemikiran dangkal gadis itu.

*

Jantung Yasmin semakin berdegup kencang, ketika Andra sudah memarkirkan mobil di halaman rumahnya yang luas.

Ia tak sabar untuk bertemu Kiana dan meminta maaf pada gadis itu.

Sedangkan pria yang mengemudikan mobil yang ia tumpangi masih setia dengan kebungkaman, tak mengacuhkan Yasmin sedikitpun. Yasmin jelas mengetahui pria itu marah dan kecewa padanya. Tapi saat ini bukan waktunya untuk membujuk pria tua yang sedang ngambek. Ia akan meminta maaf pada Andra, itu pasti dan harus. Tapi tidak sekarang, untuk sekarang Kiana yang lebih penting bagi Yasmin.

Jadi, ketika mobil sudah terparkir sepenuhnya, Yasmin cepat-cepat turun kemudian masuk ke dalam kediaman Kiana. Meninggalkan Andra di belakang yang masih tampak mendung menaungi wajahnya.

"Dek ..." Yasmin membuka pintu kamar Kiana pelan, begitu memasuki kamar bernuansa putih tersebut, Yasmin langsung disuguhi pemandangan Kiana yang tengah terbaring lemas. Wajahnya pucat dan kuyu. Apalagi tubuhnya tampak menyusut.

Benaknya bertanya, berapa bobot tubuh Kiana yang turun? Matanya memanas melihat gadis yang selalu terlihat ceria itu kini terbaring sakit.

Yasmin melangkah pelan menghampiri Kiana yang tengah terlelap. Kemudian menyentuh kening pucat itu menggunakan punggung tangannya. Duduk bersimpuh di samping ranjang yang Kiana tempati.

"Maafin Kakak, ya Dek ... Kakak jahat sama kamu," suaranya terdengar parau, buru-buru Yasmin menyusut air mata yang turun. "Kakak emang kekanakan kemarin," lanjutnya sembari tersenyum getir.

Sekitar lima belas menit Yasmin dalam posisi itu, menggengam tangan Kiana. Hingga gadis yang tengah terbaring itu membuka matanya pelan.

Yasmin tersenyum ke arah Kiana. Jenis senyum yang selama ini sering ia tampilkan pada Kiana. Penuh kelembutan dan kasih sayang.

Sugar Rush ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang