Ada banyak hal yang sudah dilalui, semua rasa sakit, duka, penyesalan, kebencian, dan amarah. Namun entah kenapa, sampai sekarang, dan sampai detik ini pun, Jeffrey tak pernah terbiasa dengan semua itu.
Jeffrey tahu, yang dia lakukan itu salah. Semua yang sudah terjadi sekarang ini bukan salah siapa siapa. Jeffrey tahu betul itu, namun kenapa dia tetp menyalahkan dirinya sendiri?
Ucapan Nana tadi kembali berputar dikepalanya, membuat Jeffrey harus berpikir lagi. Yang anak itu katakan memang benar. Berada bersama orang orang yang disayangi, jauh lebih membahagiakan daripada kau kaya raya sendirian.
Persis seperti yang Jeffrey rasakan, sekaligus di sesali sekarang ini. Bisa dibilang, Jeffrey benar benar tak tahu diri, dia sudah diberi kesempatan untuk hidup, dan dia tak pernah menghargai itu. Ada banyak pengorbanan yang Jaemin lakukan untuknya.
Anak itu bahkan tak tahu cara bersenang senang, yang dia lakukan hanya bekerja. Dia selalu sendirian dari kecil sampai sampai tak tahu bagaimana caranya bergaul. Hingga pada akhirnya, anak itu mati tanpa bisa merasakan secuilpun kebahagiaan yang begitu didambakannya.
Yang Jeffrey pikirkan saat itu hanya uang, uang, uang, dan uang saja. Dia tak menyadari jika orang orang yang ada di sekitarnya bisa pergi begitu saja tanpa pamit.
Kini Jeffrey kehilangan, menciptakan lubang besar dihatinya. Membuatnya trauma, dan merasa bersalah.
Malam itu hujan deras, Jeffrey memandangi jendela apartemennya yang kini dipenuhi embun air hujan yang menempel pada kaca. Suara berisik air yang menghantam tanah itu bisa dia dengar dengan jelas, membuatnya kembali deja vu dengan masa lalunya.
Jaemin benci hujan, namun suka sekali aroma petrichor.
Jeffrey tersenyum tipis sembari menghirup aroma itu dalam dalam. Dimalam yang sepi ini, lelaki itu hanya bisa berdiam diri dan menikmati suara yang dibenci mendiang sang adik.
Jeffrey lantas melangkah ke dapur, dan mengeluarkan sekotak kue dari dalam kulkas. Lelaki itu membawanya ke sofa dan meletakkannya di meja. Jeffrey mengambil lilin dan menyalakannya. Lelaki itu terdiam untuk beberapa saat sambil menatap kue yang tadi dibelinya.
Kue sederhana dengan dilapisi dengan sirup maple diatas nya. Ada banyak buah buahan sebagai topping kue itu, namun lucunya, tak ada buah stroberi disana. Hanya ada beberapa potong cherry, jeruk, kiwi, dan beberapa buah lainnya.
"Selamat ulang tahun."
Jeffrey tersenyum tipis. Matanya berkaca kaca sembari menatap sebuah bingkai foto yang ada di hadapannya.
"Aku membelikanmu kue ini." Ucap Jeffrey sembari menunjuk kuenya.
"Kau bilang kau tidak suka krim dan stroberi, kan? Untung saja aku menemukan kue ini di toko tadi." Jeffrey terkekeh pelan untuk beberapa saat.
"Karena kau sekarang sudah tidak ada, jadi biarkan aku yang akan menyampaikan permohonan untukmu."
Suara Jeffrey tampak gemetar pada kalimat akhirnya, namun lelaki itu tetap berusaha tersenyum sambil mengucapkan permohonannya. Dia menutup matanya dan mulai berdoa.
"Tuhan..."
"Jangan biarkan dia terluka lagi. Jangan biarkan dia menjadi orang bodoh yang selalu mengingat trauma masa kecilnya. Dia ingin bahagia. Izinkan dia bahagia dengan orang orang yang dia sayangi."
Air mata itu jatuh begitu saja, namun Jeffrey tetap tersenyum tanpa menangis sedikitpun. Doa dan permohonan yang sama setiap tahunnya setiap kali dia merayakan ulang tahun sang adik. Entah kebetulan atau tidak, namun doa Jeffrey sama dengan yang adiknya itu minta untuk yang terakhir kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories Philosophy || Jung Jaehyun
Fanfiction[SEQUEL When this rain stops || NCT dream x 127] Ternyata... Kesempatan kedua itu benar benar ada, ya? "Dia mirip Jaemin..." "Tapi dia tak akan mati juga seperti Jaemin, kan?" "Aku bukan adikmu." "Jadi berhenti menyamakan aku dengannya." "Adikmu s...