"Yakk, anak baru!"
Nana yang pada awalnya hendak berjalan menuju kelas lantas menoleh ke belakang dimana Jeein berjalan ke arahnya.
"Apa?"
Jeein tampak berpikir sebelum menjawab pertanyaan Nana dengan nada ragu.
"A-ayo bicara.""Bicara apa?" Tanya Nana lagi.
"Ikut saja!" Jeein lantas menarik tangan Nana dan membawa anak itu ke belakang sekolah. Sebenarnya murid murid dilarang bermain disini saat jam istirahat. Namun siapa peduli?
"Kau bisa melihat hantu?" Tanya Jeein tanpa basa basi.
Bukannya menjawab, Nana justru berbalik bertanya.
"Menurutmu?""Jawab saja!"
"Nanti kau tidak percaya kalau aku menjawabnya."
"Jawab saja iya, atau tidak."
"Iya."
Jeein terdiam sejenak saat mendengar jawaban yang keluar dari mulut Nana. Dia memperhatikan sekitar, memastikan jika tidak ada siapapun disini.
"Ayahku selalu mengikutiku, ya?"
Nana mengangguk, matanya melirik sosok lelaki paruh baya yang berada di belakang Jeein.
"Kenapa dia mau mengikutiku?" Tanya Jeein lagi.
"Aku tidak tahu." Balas Nana.
"Menurutmu kenapa?" Tanya Jeein lagi.
Jeein tampak berpikir. Dia juga tidak tahu alasan kenapa ayahnya mengikutinya. Ayahnya sudah meninggal setahun yang lalu, dan Jeein kira urusannya dengan sang ayah sudah tidak ada lagi.
"Mau cerita?" Tawar Nana.
"Siapa tahu aku bisa menyimpulkan sesuatu dari ceritamu."
"Ayah dan ibuku dijodohkan. Mereka menikah tanpa cinta. Ayahku tempramen, dia sering memukuli aku dan ibuku. Dia selalu pulang dengan keadaan mabuk, pulang malam sekali bahkan ketika hari sudah mulai pagi. Setelah itu, dia akan memukuli ibu, menarik rambutku, lalu pergi lagi, pulang lagi, seperti itu terus."
"Aku membencinya."
"Aku bersyukur dia mati karena kecelakaan saat mengendarai mobil dalam keadaan mabuk."
Nana hanya mendengarkan cerita Jeein tanpa mau berkomentar apa apa. Anak itu menceritakan semuanya dengan cara yang kelewat santai seolah hal itu bukanlah sesuatu yang mempengaruhi mentalnya. Keduanya duduk dibawah pohon mangga yang rindang dan melewatkan jam makan siang di sana. Jeein menceritakan semuanya, dan Nana hanya mendnegarkan.
"Kau terlalu dini untuk tahu hal seperti itu, Jeein. Bagaimana kau bisa tahu masalah orangtuamu?" Tanya Nana.
"Anak kecil itu tidak bodoh. Bahkan bayi umur 3 tahun cukup mengerti pertengkaran orangtuanya." Balas Jeein.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories Philosophy || Jung Jaehyun
Fanfic[SEQUEL When this rain stops || NCT dream x 127] Ternyata... Kesempatan kedua itu benar benar ada, ya? "Dia mirip Jaemin..." "Tapi dia tak akan mati juga seperti Jaemin, kan?" "Aku bukan adikmu." "Jadi berhenti menyamakan aku dengannya." "Adikmu s...