16. Them

3.2K 619 28
                                    

Masa lalu itu ibaratkan jaring lama yang akan kembali menjeratmu dan menarikmu tenggelam ke laut. Semakin kau meronta dengan maksud agar kau bisa melepaskannya, maka jaring itu akan semakin kuat menjeratmu dan semakin membuatmu terjebak.

Maka dari itu, cobalah untuk berdamai dan belajar menerimanya.

Jaehyun pernah mendengar kata kata seperti itu entah dimana. Awalnya dia tak mengerti maksudnya, namun setelah dipikirkan lagi, sepertinya dia mulai mengerti.

Jika boleh jujur, Jaehyun tak yakin apakah dia bisa sanggup tinggal di tempat dimana dia pertama kali dilahirkan ini. Dia tak yakin apakah dia bisa tahan dengan semua kenangan kenangan yang terus berputar di kepalanya.

Lelaki itu kini berdiri di sebuah flat lusuh yang dindingnya sudah berjamur di beberapa sisi. Tatapan sendunya mengiringi langkah Jaehyun untuk masuk ke dalam. Suara berdecit pintu terdengar sangat nyaring. Jaehyun lantas masuk ke dalam.

Flat tua itu kini kosong. Menyisakan sofa lama dan beberapa perabotan yang ditinggalkan disana. Termasuk meja makan dan beberapa perabotan lainnya.

Jaehyun melangkah ke dapur, rasanya seperti film lama yang diputar kembali di hadapannya. Jaehyun bisa merasakan sosok sang adik yang tengah memasak pagi pagi sekali untuk sarapannya dan sang nenek. Jaemin memasak dalam diam dan bibir yang mengukir senyum tipis.

Sesekali manik hazel itu melirik ke arah pintu kamar mereka yang tertutup rapat. Jaehyun belum bangun, dan dia mungkin lebih memilih tak membangunkan lelaki itu.

Setelah meletakkan makanan yang dia masak itu di meja, Jaemin pergi sekolah dan membiarkan Jaehyun maupun Seunghee bangun dengan sendirinya untuk memakai sarapan yang dia buat. Perut anak itu mema sudah kosong sejak kemarin malam, sesekali hanya diisi air putih sampai kenyang. Jaemin tak pernah protes, dan memilih pergi tanpa meinggalkan pesan apapun.

Bayangan seperti itu tentu saja Jaehyun ingat dengan jelas. Dimana dia dengan sangat egoisnya tak pernah memikirkam apakah Jaemin sudah makan atau belum, atau apa yang anak itu lakukan setelahnya, Jaehyun hanya memikirkan dirinya sendiri.

Jaehyun kini melangkah pelan, mendekati meja makan yang sudah lama tak dia duduki. Meja makan itu sudah sangat berdebu dengan beberapa sisi yang sudah dipenuhi jaring laba laba. Jaehyun duduk disana, persetan dengan setelan mahalnya yang sudah pasti akan kotor.

Jaehyun diam untuk beberapa saat, berusaha agar airmatanya tak menetes begitu saja.

"Seharusnya aku bisa memperlakukanmu dengan lebih baik..."

Kenangan bahagia mereka hanya sebentar. Sangat sebentar dan itupun diakhiri dengan kekacauan. Permintaan anak itu sederhana, dia hanya ingin merayakan ulang tahunnya, namun permintaan sederhana itu berujung pada malapetaka yang menghancurkan hidupnya.

Jaemin yang sejak kecil merasa kesepian, tersaingi dengan Jaehyun, dan selalu dibanding bandingkan pada akhirnya harus berusaha banting tulang kesana kemari agar bisa makan. Apapun dia kerjakan, dan Jaehyun tak pernah mau mengerti itu.

Mungkin kata menyesal tak akan cukup untuk menggambarkan perasaannya saat ini.

Hingga pada akhirnya, airmata itu kembali jatuh melebur bersamaan dengan tangis yang mulai terdengar. Johnny yang mendengar hal itu dari dalam mobil hanya diam tanpa berniat beranjak sedikitpun. Dia tetap menunggu Jaehyun di dalam sana. Johnny tahu, lelaki itu ingin sendiri untuk saat ini.

Seamdainya saja Jaemin tahu sehancur apa Jaehyun saat dia pergi...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Memories Philosophy || Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang