Jaemin duduk diam sambil melihat pemandangan malam yang indah. Ia masih terkejut. Setelah 3 tahun tak pernah menangis, baru pertama kalinya ia menangis kembali. Ia sudah lupa arti menangis itu apa.
Ia meraskan ada seseorang yang berjalan kearahnya.
"gw gatau lo kerjanya apaan, kenapa lo nyulik gw terus tiba-tiba baik, terus tiba-tiba mukulin orang. Yang jelas, gw benci banget sama orang yang udah bikin gw nangis. Gw kesini bukan untuk diculik, gw kesini karena pelayan lo bilang kakak gw disini. Sekarang dia dimana? Setelah itu gw mau pulang, gw harus kuliah hari ini." kata jaemin sambil mengusap air matanya.
Jaemin berjalan melewati jeno, jeno akhirnya membuka suara.
"kakak kamu sudah saya bunuh." katanya.
Jaemin berhenti di tempat. Tubuhnya tak bisa merespon apapun sekarang. Rasanya seperti dunia gelap dan tubuhnya terlalu berat untuk berdiri.
Jaemin membalikan badannya dan berjalan lemah kearah salah satu pelayan jeno, "anterin gw pulang, please. Please gw mohon... Hiks.. Please gw mau pulang..." kata jaemin pelan sambil memohon padanya.
Pelayan itu menatap jeno dan jeno menggeleng.
"m-maaf, s-saya permisi." jawabnya sambil melepaskan tangan jaemin dari badannya.
Jaemin jatuh terduduk dan membiarkan air matanya turun. Sudah 3 tahun ia menahan, sudah seharusnya ia keluarkan. Kakak cantik kesayangannya sudah tiada. Tandanya sekarang ia sendiri.
Jeno berjalan kearah jaemin dan memeluk jaemin, "saya minta maaf."
Jaemin tak ada tenaga untuk menolak pelukan seorang pembunuh.
"bunuh gw, lee jeno. Yang terhormat lee jeno, tolong bunuh gw." katanya dengan wajah memohon dan suara pelan.
Jeno mengusap air mata jaemin, "voglio, ma non posso (saya mau, tapi saya tidak bisa)." jawabnya.
Jaemin tersenyum remeh, "fanculo(persetanan)." Jaemin langsung berlari kecil ke arah kamarnya. Ia mengunci pintu kamarnya dan menangis sejadi-jadinya disana.
Di dunia yang gelap dan tak ada titik terang. Ia sendiri. Tak ada satupun yang bisa ia peluk, sayang dan sudah tiada lagi alasan untuk tetap berdiri di tengah bumi semesta yang indah ini.
Apalagi alasannya untuk bertahan? Semua anggota keluarganya meninggalkannya sendirian dengan pikiran kosong.
Tok... Tok... Tok....
"jaemin lilians, keluar bicara sama saya."
Jaemin tersenyum, "ngapain lo? Mau bunuh atau menghibur?" tanyanya.
"saya mau jelasin." jawab jeno yang masih menunggu jaemin membuka pintunya.
"gak ada di pilihan. Bunuh atau hibur?" tanya jaemin sekali lagi.
"jaemin."
"jeno."
"jaemin, saya lagi gak bercanda."
"gw juga."
"jaemin... please...."
"pilihannya cuman dua, lee jeno yang terhormat."
"oke, saya pilih hibur." kata jeno sebagai final.
"kalau begitu jangan lupa bawa makanan." kata jaemin.
"nanti saya urus, sekarang buka pintunya."
Jaemin membuka pintunya dan ia keluar. Ia tersenyum lebar dengan matanya yang bengkak. Jeno tersenyum balik dan menarik tangan jaemin. Ia mengajaknya ke ruangan pribadinya dan menyuruh jaemin menunggu. Jaemin disuguhi donut dan kue-kue manis perwarna pink.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maverick: Lee Jeno | Nomin
Fanfiction"Cut out the scenes from a corny hero movie Everything's just a game to me, ready I'm about to play." the first maverick, jacques mclagen.