12. Sebuah Undang-undang

202 19 1
                                    

"fuck."

Jeno membuang semua barang-barang diatas meja kerjanya. Dari mulai surat hingga barang berharga seperti komputer canggihnya. Ia memasang mata seramnya yang selalu membuat para pelayannya tidak tidur dengan tenang. Bosnya yang dulu sudah kembali bangkit ternyata. Saatnya mulai berdoa khusuk.

Suara langkah kaki terburu-buru terdengar di depan kamar rey atau nama resminya renjun. Renjun tersenyum dan membuka pintu dengan senyuman indah. Telinganya sudah kenal sekali dengan langkah kaki yang baru saja ia dengar.

PLAK!

Satu tamparan mendarat di pipi mulus tanpa cela milik renjun. Bukannya kesakitan, renjun malah tambah tersenyum dan senang, "kamu inget gak dulu... Kamu selalu tampar aku dan, ah! Rasanya seperti surga baru saja datang, hihi." katanya dengan senyuman gila.

Jeno mencekik leher renjun membuat tubuhnya terangkat keatas sedikit. Renjun kehilangan nafasnya, namun ia sangat suka perlakuan jeno. Perlakuan yang tak akan bisa ia lakukan kepada kakaknya, jaemin. Itu menjadikannya spesial. Menurut renjun kekerasan yang jeno lakukan adalah atas dasar afeksi.

"teka-teki, permainan, dosa apapun itu sebutlah! Berhenti, renjun. Berhenti." kata jeno dengan nada bassnya membuat semua orang yang mendengarnya jatuh tunduk pada asal suara. Namun tidak bagi renjun.

Ia tertawa terbahak-bahak, "sayang banget dong rencana aku selama bertahun-tahun sia-sia! Lagipula, why should I stop? Setelah semua perlakuan yang udah kamu lakuin ke keluarga aku, kamu harap aku akan tinggal diam aja?! Huh, gw bukan jaemin yang bisanya duduk dipangkuan lo dan berdiri nginjek nama lilians. Kalau emang jaemin berhianat, itu dia. Gw renjun lilians dan gw akan selalu menjaga nama terhormat keluarga gw. Mau menyangkut nyawa dan membahayakan diri sendiri, muoio con onore con il cognome 'Lilians' (aku mati dengan terhormat dengan nama belakang 'Lilians')." kata renjun dengan air mata yang keluar dari mata indahnya.

Jeno tersenyum, "seharusnya dari dulu aku tau kalau kamu itu penipu juga, sama seperti keluargamu. Rey... Udah dari lama saya tau kalau itu kamu, renjun. Welcome to the club, another lilians." tanggapan jeno hanya sebatas itu saja. Ia bukan keluarga lilians yang selalu menyebarkan permainan licik mereka. Tanpa sadar, renjun baru saja membocorkan informasi penting.

"you bastard, lee jeno!" teriak renjun. Kepala jeno memutar sedikit kearah belakang dan tersenyum bangga, "diantara semua lilians, baru jaemin yang aku anggap pintar dan tak terduga. Oh, sweetheart, kamu gak akan bisa aku tebak karena semua teka-teki tentangmu aku abaikan. Should I investigate my own boyfriend? Great idea..." kata jeno pelan.

Setelah melihat jeno pergi, renjun langsung tergesa-gesa ke kamar jaemin.

BRAK!

Renjun membuka paksa kamar jaemin dan menarik kerah baju jaemin. Jaemin sudah pasrah dengan keadaan seperti ini.

"mau sampai kapan jadi penghianat keluarga sendiri?! Kamu gak malu ngabisin uang pembunuh keluarga kamu sendiri, hah?!" kata renjun dengan rasa kekecewaan.

Jaemin menghela nafasnya, "renjun, saat awal aku juga punya rencana-"

"apa, rencana apa? Rencana untuk jatuh cinta dan berhubungan badan sama pembunuh keluarga sendiri, gitu?" tanya renjun dengan emosinya.

Jaemin sekali lagi menghela nafasnya, kali ini cukup panjang. "bukan, please dengerin dulu. Aku punya rencana juga kayak kamu, ren. Tapi aku.. a-aku... j-jatuh..." kata jaemin.

Renjun menganguk paham, "spero che tu riceva la punizione che meriti (saya harap anda mendapatkan hukuman yang pantas anda dapatkan)." kata renjun.

Jaemin jatuh terduduk di lantai. Ia menangis dibalik bantalnya. Renjun tidak mengerti bahwa keluarganya lah yang salah. Jaemin tahu jeno salah, namun kesalahan awalnya adalah ayah mereka, Merrels.

Maverick: Lee Jeno | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang