Matahari terlihat sangat cerah tepat di atas kepala. Tidak ada satupun awan yang terlihat di siang hari ini. Cuaca tentu sangat panas, apalagi bagi daerah perkotaan.
Ayra mengernyitkan mata ketika keluar dari ruang kelas. Matahari begitu menyengat, udara pun terasa berbeda dari di kelas tadi.
"Panas banget astaga." Kanaya berdiri di sebelah Ayra.
"Gua males banget lewat sana. Mending muterin lorong." Ayra memang tipikal orang yang tidak tahan panas. Ia berjalan terlebih dahulu menelusuri lorong.
"Tapi capek juga, nambah jauh." Kanaya ikut, ia menyusul dari belakang.
"Gapapa deh, daripada gua keringetan." Ayra tetap pada pendiriannya. Ia berjalan menesuluri lorong yang dipenuhi oleh mahasiswa lain.
"Oh iya, gua mau print tugas dulu ke tukang fotocopy." Kanaya memberhentikan langkah karena ia teringat akan sesuatu. Ayra juga ikut berhenti, ia membalikan badan menghadap Kanaya. "Yaudah print dulu aja, gua mau ke perpustakaan." Ayra menghindari terlebih dahulu. Takutnya Kanaya meminta ia menemani untuk print tugas.
"Gua sendirian?" Kanaya menunjuk diri sendiri. Sudah Ayra duga, pasti temannya ini akan meminta ditemani.
"Iya hehe. Panas Nay, gua bisa mati kepanasan kalau nunggu lo di tukang fotocopy." Ayra menyengir. Kali ini ia benar-benar tidak ingin menuruti apa permintaan Kanaya.
"Yaudah deh. Nanti abis urusan lu kelar di perpus, langsung balik aja. Gua juga ada urusan." Kanaya menghela nafas pasrah. Tentu dirinya sadar kalau ia tidak bisa selalu mengandalkan Ayra.
"Lo mau kemana emang?" Tanya Ayra penasaran.
"Mau tau aja apa mau tau banget?" Kanaya menggoda Ayra.
"Basi banget. Serius nih, kalau Mamah lo nanya kan gua bisa jawab." Ayra tidak berbohong. Terkadang orang tua Kanaya menanyakan kabar anak mereka kepada Ayra. Begitupun sebaliknya, orang tua Ayra juga sering menanyakan kabar Ayra pada Kanaya.
"Gua mau ketemu sama mantan. Entahlah dia mau bahas apa. Lo mau ikut?" Kanaya menjawab dengan jujur. Awalnya Ayra ragu, namun raut wajah Kanaya terlihat serius.
"Enggak dulu deh. Lagian, kok lo mau ketemu mantan." Ayra jelas menolak.
"Katanya dia mau ngomong penting."
"Oke, semoga beneran penting."
"Yaudah gua duluan. Hati-hati Ra, jangan balik kemaleman. Inget lo harus ngejar kereta." Kanaya berpamitan pada Ayra. Tak lupa gadis itu memberi sedikit wejangan untuk Ayra.
"Iya tenang aja. Lo juga hati-hati." Ayra membalas
Kanaya pun pergi menembus panasnya cuaca di siang hari. Ia harus menghemat waktu dengan memotong jalan melewati wilayah terbuka. Takutnya, tempat fotocopy yang akan dituju terlanjur penuh oleh mahasiswa lain.
Melihat kepergian Kanaya, Ayra melanjutkan perjalanan menuju perpustakaan. Sebenarnya tidak ada hal penting. Ayra hanya ingin mendinginkan diri di perpustakaan karena ruangan itu mempunyai pendingin ruangan.
Ketika berbelok disalah satu koridor, beberapa mahasiswi menghalangi langkah Ayra. Ia pun menatap satu persatu wajah mahasiswi tersebut.
"Lo temenan sama Kanaya?" Tanya salah satu dari mereka.
"Iya." Ayra membalas seadanya.
"Kok lo mau temenan sama orang kayak dia." Ujar yang lain. Perkataan orang itu tentu membuat Ayra sedikit terusik.
"Saran dari gua, kalau lo mau tetep temanan sama Kanaya, jangan pernah ceritain orang yang lu suka sama dia." Lanjut perkataan gadis tadi.
"Kalau enggak, orang yang lo suka bakal di ambil sama dia." Tambah temannya yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I believe? √
FanfictionAyrana Gladis adalah seorang mahasiswa baru introvert yang cukup sulit mencari teman. Tanpa disengaja dia menjalin hubungan dengan Kanaya Angelista, mahasiswa satu program studi dan satu fakultas dengannya. Kanaya mempunyai kepribadian yang berband...