Ayra sudah merasa lebih baik dari sebelumnya. Ia ingin istirahat satu hari lagi, tetapi rasanya tidak memungkinkan karena jadwal hari ini padat sekali. Ayra mengandalkan obat dokter yang kemarin ia dapatkan. Semoga saja saat dirinya tiba-tiba drop, obat tersebut dapat membantu.
Ayra berjalan menuju kelas pertama. Biasanya Kanaya yang selalu menyambut Ayra ditengah jalan. Namun kali ini kosong. Tidak ada siapapun yang mencegat jalan Ayra menuju kelas.
Terkadang Ayra rindu kedekatan dengan Kanaya. Namun setelah kejadian dua hari kemarin Ayra jadi ragu masih bisa bersikap biasa saja dengan Kanaya.
Apalagi ia memergoki Kanaya dan Alexio jalan bersama di restoran. Itupun tanpa sepengetahuan Ayra. Ya ayra juga sadar kalau ia tidak ada hak mengetahui segala kegiatan Kanaya. Namun setidaknya, Kanaya bisa membagi cerita. Toh Ayra tidak akan marah.
Ayra telah sampai di kelas pertama. Ia langsung menuju salah satu barisan bangku. Ia berencana duduk di barisan tersebut karena melihat tas Kanaya yang terletak di atas meja.
Ketika tengah berjalan menuju salah satu bangku, pandangan Ayra tak sengaja menangkap sebuah foto yang terletak di atas meja Kanaya.
Untuk memastikan apa yang dilihatnya benar, Ayra berjalan mundur. Ia melihat foto yang terletak di atas meja dengan seksama.
Ternyata yang dilihat Ayra tidak salah. Itu benar foto Kanaya dan Alexio.
Seseorang merebut foto yang berada di atas meja begitu saja. Ayra menoleh, ia menemukan Kanaya sudah berdiri tepat disampingnya.
"Santai aja kali, Nay." Ayra terkekeh melihat wajah Kanaya yang panik. Ayra memutuskan untuk duduk di kursi samping Kanaya.
Kanaya memperhatikan Ayra yang tengah mengeluarkan buku dan alat tulis dari dalam tas. Ia terus menatap wajah tersebut seperti ada hal yang ingin Kanaya katakan.
Ayra merasa diawasi oleh seseorang. Ia menengok ke arah Kanaya berada. Benar saja ternyata gadis tersebut sedang memperhatikan Ayra dengan lekat.
"Kenapa, Nay?" Ayra bertanya seolah tidak ada masalah diantara mereka berdua.
"Muka lo pucet, Ra." Kanaya memberitahu. Raut wajah Ayra tidak seperti biasanya. Ia terlihat kurang bersemangat pagi ini.
"Iya begitulah." Ayra tidak mau memusingkan kondisi wajahnya. Yang penting ia tidak merasa sakit ataupun pusing.
"Lo sakit ya?" Kanaya masih penasaran.
"Hm.. Kecapean mungkin?" Ayra tersenyum singkat menatap Kanaya. Ia melanjutkan membereskan meja agar lebih nyaman.
"Lo jangan keliatan lesu gitu dong. Ale gak suka cewek yang lemah loh." Kanaya memberitahu. Perkataan Kanaya sukses menarik perhatian Ayra. Dengan raut wajah berbeda, Ayra menatap pada Kanaya. "Menurut lo itu penting?"
"Ya menurut gua kalau-"
"Kanaya." Ayra memotong ucapan Kanaya. Ia mendekatkan diri ke arah Kanaya agar bisa menatap wajah gadis itu lebih lekat. "Kalau Ale suka sama gua, mau raut wajah gua gimana pun, kondisi gua gimana pun, dia gak akan perduliin itu. Karena yang penting apa? Dia suka sama gua." Ayra menekankan perkataannya yang terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I believe? √
Fiksi PenggemarAyrana Gladis adalah seorang mahasiswa baru introvert yang cukup sulit mencari teman. Tanpa disengaja dia menjalin hubungan dengan Kanaya Angelista, mahasiswa satu program studi dan satu fakultas dengannya. Kanaya mempunyai kepribadian yang berband...