roti isi geprek

169 21 4
                                    

Hari ini Ayra sangat sibuk beraktifitas. Dari pagi sampai sore ia memiliki jadwal yang padat. Kanaya yang satu prodi dengan Ayra tentu saja memiliki kesibukan yang sama. Mereka mengikuti mata kuliah dari pagi sampai siang, lalu dilanjutkan mengerjakan tugas di perpustakaan kampus.

Biasanya Ayra lebih suka mengerjakan tugas dirumah, karena ia akan merasa lebih santai dan juga bebas. Namun entah mengapa kali ini dirinya memilih perpustakaan kampus sebagai markas. Mungkin karena buku referensi yang ia perlukan dapat dengan mudahnya dicari di perpustakaan.

Ayra terus fokus mengetik tugasnya pada laptop. Kanaya sendiri sibuk bolak balik mengecek ponsel nya dan juga buku referensi yang harus dia baca. Terlihat sekali kedua manusia tersebut sedang ambisius dalam menyelesaikan tugas.

"Eh hari ini ada demo ya?"

"Iya katanya di depan fakultas Fisip."

"Loh emang ada masalah apa?"

"Gatau, kayaknya problem internal. "

Ayra tanpa sengaja mendengar percakapan dua orang yang kebetulan lewat. Dirinya berhenti seketika dan berfikir sejenak. Ia memperhatikan buku yang berserakan di atas meja, kertas yang tersebar dimana-mana dan layar laptop yang menyala.

Ayra menyadari betapa sibuknya ia hari ini. Bahkan berita yang tersebar saja harus ia ketahui dari orang lain.

Ayra menghela nafas. Ia menyederkan bahu nya pada kursi. Ayra menyisir rambutnya kebelakang dengan tangannya. Ia berfikir, entah apakah benar atau salah kalau dirinya terlalu fokus dengan tugas kuliah.

Selagi berpikir, Ayra menatap Kanaya yang masih sibuk. Bahkan Kanaya sepertinya tidak mendengar apa yang baru saja dibicarakan orang tersebut.

Ayra mengalihkan pandangan keluar jendela yang berada jauh di sebrang. Suasana sudah semakin gelap. Ia pun mengecek jam melalui laptop yang menyala.

Ternyata, jam sudah menunjukan pukul 5 sore. Apa demo yang dilakukan sudah selesai? Ini sudah sore, harusnya mereka telah bubar.

Teringat perkataan dua orang tadi, Ayra baru menyadari bahwa demo dilakukan oleh fakultas ilmu sosial dan politik. Berarti, Alexio harusnya ikut demo juga kan?

Ayra menepuk jidat. Ia baru ingat harus mengembalkkan kotak makan milik lelaki itu. Ia sudah membawa kotak tersebut dari rumah, sudah Ayra bersihkan juga. Tetapi ia benar-benar lupa kalau harus mengembalikannya.

"Nay, kayaknya gua harus balik deh." Ayra membereskan barang-barangnya. Tugas yang ia kerjakan sudah hampir selesai, ia bisa melanjutkan sisanya dirumah.

"Mau balik? Ikut. Gua gak mau sendirian." Melihat Ayra membereskan barang-barangnya, Kanaya pun segera bergegas. Ia cukup penakut untuk ditinggalkan seorang diri.

Ayra membawa beberapa buku untuk dipinjam. Setelah mengurus segala perizinan akhirnya ia bisa meminjam buku itu.

Ayra dan Kanaya berjalan berdampingan menuju luar kampus. Suasana sudah mulai sepi, sepertinya demo yang dikatakan telah bubar.

"Nay, lu duluan aja. Gua mau ada perlu dulu." Di pertigaan lorong Ayra berhenti.

"Yaudah gua temenin." Kanaya tidak keberatan jika ia menemani Ayra terlebih dahulu.

"Gak usah. Abis ini juga gua ke stasiun kan." Ayra menolak. Ia tidak tega melihat raut kelelahan diwajah Kanaya.

"Oke deh. Kalau misalnya ada apa-apa, kabarin gua oke?" Kanaya mengiyakan. Kalau boleh jujur sebenarnya ia juga lelah. Tak sabar rasanya sampai di kost an dan berbaring diatas kasur yang empuk.

"Siap. Gua duluan." Ayra berpamitan pada Kanaya. Ia pun mengambil jalan yang berbeda dari seharusnya.

Ayra mempercepat langkah. Lorong sudah semakin sepi, ia tidak bisa membuang waktu begitu saja.

Can I believe? √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang