makan siang

120 17 5
                                    

Pagi hari telah tiba. Hari baru pun di mulai. Semenjak kejadian kemarin, Ayra merasa bahwa hari-hari nya kedepan akan mengalami banyak perubahan. Entah itu baik atau buruk, Ayra juga belum bisa memastikan.

Ayra berjalan sendiri menuju fakultasnya. Ditengah perjalanan, ia melihat Alexio yang datang menghampiri. Ayra menarik nafas lalu membuangnya. Ia berusaha untuk menangkan diri.

"Pagi cantik." Sapa Alexio.

"Pagi juga Ale." Senyuman cerah terbit di wajah Ayra.

"Gua anterin ke kelas?" Alexio menawarkan.

"Boleh kalau lo gak keberatan." Kali ini Ayra tidak menolak. Ia dengan senang hati membiarkan Alexio mengantarnya sampai ke depan kelas.

"Siang ini gak lupa kan?" Tanya Alexio diperjalanan.

"Enggak lah." Ayra menjawab.

"Tempat makan nya lo yang pilih deh. Gua penasaran sama selera tempat makan lo." Alexio memutuskan. Ayra tidak keberatan dengan hal tersebut. Bukan hal sulit baginya menentukan dimana tempat makan yang enak.

"Oke, gua tau tempat makan yang enak." Ujarnya dengan senyuman lebar.

"Gua yakin selera lo pasti bagus." Alexio ikut tersenyum.

Jujur kali ini Ayra bingung harus membahas apalagi dengan Alexio. Ia ingin bertanya mengenai kuliah, tapi takut terkesan membosankan. Ayra juga bukan tipe orang yang mudah mencari topik obrolan. Dia cenderung cepat canggung.

"Lo hari ini ada kelas sampai jam berapa?" Ayra memutuskan untuk bertanya. Bersama Alexio dalam suasana sepi sangat tidak direkomendasikan.

"Gua hari ini gak ada kelas." Alexio menjawab dengan santai.

Mendengar itu sontak Ayra menghentikan langkah. Ia membalik badan menghadap pada Alexio. "Terus lo ngapain ke kampus?" Ayra kebingungan menatap Alexio.

"Kan gua ada janji sama lo, Ra."

"Tapi lo bisa kesini pas nanti siang."

"Gua terlalu gak sabar buat ketemu lo." Alexio mensejajarkan wajahnya dengan Ayra. Menatap wajah Alexio dari dekat membuat Ayra tertegun. Beberapa detik kemudian ia tersadar. Ayra berkedip dan menjauhkan wajahnya. Alexio tersenyum gemas melihat tingkah Ayra.

Ayra memutuskan berjalan terlebih dahulu. Alexio pun mengikuti dan berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Ayra.

Tak terasa mereka sudah sampai di Fakultas Ilmu pengetahuan budaya. Ayra pun menghentikan langkah dan mengadap ke arah Alexio.

"Thanks ya. Lo bisa balik dulu." Ayra mengucapkan Terima kasih.

"Gua mau nunggu di kantin aja." Alexio menolak untuk pulang. Ia merasa menunggu sampai siang nanti bukanlah hal yang sulit.

"Kelamaan nanti."

"Enggak. Gua mau ngumpul juga sama temen." Alexio meyakinkan Ayra kalau ia tidak keberatan sama sekali .

"Oke terserah lo aja." Ayra menyerah. Bukan hak nya juga melarang apa kemauan Alexio.

"Nanti yang fokus ya ra belajarnya." Alexio mengusap lembut rambut Ayra. Tanpa aba-aba tentunya. Dan hal itu membuat Ayra tertegun kedua kalinya.

"Tenang aja. Gua pasti fokus kok." Ayra tersenyum lebar pada Alexio. Setelahnya ia beranjak dari sana untuk segera masuk ke dalam kelas.

"Jangan mikirin gua terus Ra!" Alexio berteriak ketika Ayra mulai menjauh. Suara teriakan lelaki tersebut masih dapat terdengar ditelinga Ayra. Bahkan beberapa orang yang berlalu lalang pun menengok ke arah Alexio.

Can I believe? √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang