museum

71 15 2
                                    

Kanaya keluar dari ruangan dokter. Dengan sigap Alexio yang sedang duduk di salah satu kursi tunggu langsung menghampiri Kanaya.

"Gimana?" Tanya Alexio.

"Gua udah mendingan. Udah dikasih obat juga di dalem." Ujar Kanaya.

"Lo dikasih resep obat gak?" Alexio memastikan lagi. Setahu dirinya jika seseorang tengah berobat ke rumah sakit, biasanya akan diberikan resep obat oleh dokter yang dapat ditebus di apotek rumah sakit.

"Gua dapet sih. Tapi gak begitu penting." Kanaya menunjukan resep obat yang diberikan dokter.

"Kita ambil." Alexio merebut resep obat di tangan Kanaya. Ia pun berjalan terlebih dahulu menuju arah apotek rumah sakit.

Kanaya terbengong sejenak. Kemudian senyuman kecil terlintas diwajahnya. Kanaya berjalan cepat menyusul Alexio. Ketika sampai tepat di samping lelaki itu, Kanaya memegang tangan Alexio. "Gua masih lemes. Gak begitu kuat jalan." Kanaya menatap Alexio.

Alexio hanya terdiam. Ia membiarkan Kanaya untuk memegang tangannya. Alexio hanya takut Kanaya nanti terjatuh atau bahkan lebih parah.

Mereka berdua telah sampai di apotek rumah sakit. Alexio memberikan resep obat milik Kanaya kepada salah satu bilik yang ada. Setelahnya ia membawa Kanaya untuk menunggu di kursi yang telah tersedia.

"Gua males tau nunggu resep obat." Kanaya berkomentar.

"Gimana pun juga lo butuh obat itu." Alexio menanggapi.

"Gua udah mendingan. Lagian kayak gini tuh biasa. "

"Lo ngerasa mendingan, tapi keadaan badan lo belum tentu sembuh total." Alexio menengok, menatap Kanaya yang duduk disebelahnya.

"Lo khawatir sama gua?" Kanaya mendekatkan wajahnya pada Alexio.

"Gua cuman gak mau dibikin repot aja." Alexio mengalihkan pandangan. Melihat respon lelaki itu, senyuman kecil terbit di wajah Kanaya.

"Oh jadi lo enggak ikhlas?" Kanaya bersedekap. Ia memberikan tatapan tajam pada Alexio.

"Kalau emang enggak?" Alexio dengan santainya berbicara.

"Ngeselin lo!" Kanaya memukul tangan Alexio dengan sekuat tenaga. Namun itu bukan apa-apa bagi Alexio yang memiliki postur badan lebih besar dari Kanaya. Alexio hanya terkekeh karena perbuatan gadis disebelahnya ini. Ia tidak ada niat untuk membalas sedikit pun.

Kanaya menyenderkan kepala nya di pundak Alexio. Padahal sedetik yang lalu ia baru saja merasa kesal dengan lelaki tersebut. "Katanya gua ngeselin." Alexio meledek.

"Diem deh, gua lagi pusing nih." Kanaya berujar sembari menutup mata.

"Kasian." Alexio menepuk kepala Kanaya dengan pelan.

Karena Alexio berbaik hati, ia membiarkan Kanaya menyender pada bahunya. Alexio juga merasa ini menjadi tanggung jawab dia sebab Kanaya datang ke rumah sakit bersamanya. Apalagi Kanaya ini teman baik Ayra. Memang seharusnya ia memperlakukan Kanaya dengan baik bukan?

Mereka menunggu panggilan obat dengan hening. Tidak ada yang memulai perbincangan. Masing-masing dari mereka bingung harus membicarakan apalagi.

Tak terasa sudah cukup lama mereka menunggu. Akhirnya nama Kanaya pun di panggil. "Nyonya Kanaya Angelista."

"Ambil gih." Alexio membuka suara.

"Ambilin." Kanaya malas bergerak.

"Yang sakit elo. Yang butuh obatnya lo juga." Alexio merasa kalau Kanaya harus mengambil obatnya sendiri. Karena apoteker akan menjelaskan langsung urutan obat yang harus diminum Kanaya.

Can I believe? √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang