Tak terasa hari libur sudah tiba. Alexio membuat janji dengan Kanaya di siang hari. Lelaki tersebut berjalan masuk ke dalam kafe. Ia melihat ke sekeliling untuk memastikan apakah Kanaya sudah datang atau belum.
Ternyata Alexio tidak melihat keberadaan Kanaya. Berarti gadis tersebut belum datang. Alexio langsung berjalan menuju salah satu meja yang kosong.
Seorang pelayang menghampiri Alexio. Tadinya Alexio hendak memesan ketika Kanaya datang. Namun berhubung Alexio tahu makanan kesukaan Kanaya, ia memutuskan untuk langsung memesan saja. Jadi mereka berdua bisa menghemat waktu.
Pelayan mencatat pesanan Alexio dengan teliti. Setelah membaca ulang pesanan Alexio untuk memastikan, barulah pelayanan tersebut pergi hendak menyiapkan pesanan.
Alexio mengambil ponsel di saku jaket. Ia mengirimkan pesan pada Kanaya kalau dirinya sudah sampai di kafe.
Luka di wajah Alexio sudah mulai mengering. Repotnya adalah ia harus sabar menunggu bekas luka menghilang.
Berbicara soal luka yang ia dapat, teringat bahwa Alexio yang membuat taruhan pada Reza. Perlu diketahui kalau Alexio sendiri yang membuat perjanjian, namun ia tidak melaksanakan perjanjian tersebut. Alexio masih saja mendekati Ayra untuk mendapatkan hati gadis itu.
Entahlah, sepertinya Alexio sudah mulai buta akan cinta.
Setelah menunggu beberapa waktu, akhirnya Kanaya datang. Ia masuk ke dalam kafe, dan menatap sekeliling. Kanaya menemukan Alexio yang tengah duduk sembari bermain ponsel. Langsung saja Kanaya berjalan menghampiri.
"Sorry kalau lama." Kanaya meletakan tas di atas meja.
"Hm?" Alexio tersadar. Ia melihat Kanaya sudah berada di hadapannya. Alexio pun meletakkan ponsel di atas meja. "Santai, belum telat setengah jam." Alexio melirik jam di pergelangan tangan.
"Lo mau bahas apa?" Kanaya tidak sabaran.
"Kita bahas abis makan." Kebetulan pelayan datang membawa pesanan Alexio. Ia meletakan semua makanan yang berada di nampan ke atas meja.
Alexio memindahkan spageti bolognese dan smoothie berry kehadapan Kanaya.
"Thanks." Kanaya menatap makanan tersebut lalu tersenyum lebar pada Alexio. Ternyata lelaki itu belum lupa mengenai makanan kesukaannya.
"You're welcome." Respon Alexio. Mereka berdua mulai makan menyantap hidangan yang berada di atas meja.
"Kenapa gak bahas sekarang aja?" Kanaya tidak menyukai keheningan ketika makan. Jika ia tidak mengajak orang berbincang, maka biasanya Kanaya menonton film untuk menemaninya makan.
"Emm oke." Alexio mengangguk setuju.
"Jadi, gua butuh saran dari lo. Menurut lo Ayra suka sama Reza?" Alexio memulai dengan sebuah pertanyaan.
"Lo buta? Udah keliatan jelas mereka saling suka gitu kok." Pertanyaan Alexio ini sangat mudah untuk dijawab.
"Gua cuman mau mastiin aja. Soalnya mereka berdua gak pernah ada yang resmi ngaku kan?" Alexio ini polos atau bagaimana? Perilaku Ayra dan Reza yang semakin dekat saja harusnya bisa menjadi bukti yang kuat.
Sepertinya Alexio sedang dalam masa denial. Sebelum Ayra berujar langsung ia tidak akan percaya mengenai perasaan Ayra yang di duga oleh banyak orang.
"Emang belum pasti, tapi percaya deh kalau mereka tinggal nunggu jadian aja." Kanaya tidak mau memberikan harapan lebih pada Alexio.
"Kalau seandainya Eja cuman mainin Ayra gimana? Jadi dia gak akan resmiin hubungan sama Ayra." Alexio memikirkan situasi yang mungkin saja terjadi.
"Kayaknya Ayra sendiri gak masalah. Dia tipikal orang yang gak perlu meresmikan hubungan." Kanaya menjawab berdasarkan pengalaman ia berteman dengan Ayra. Apalagi Ayra termasuk orang yang fokus terhadap masa depan, maka masalah percintaan tidak akan begitu serius bagi Ayra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I believe? √
FanfictionAyrana Gladis adalah seorang mahasiswa baru introvert yang cukup sulit mencari teman. Tanpa disengaja dia menjalin hubungan dengan Kanaya Angelista, mahasiswa satu program studi dan satu fakultas dengannya. Kanaya mempunyai kepribadian yang berband...