Sabtu malamnya.
Yuki dan ibunya sedang berada di ruangan kosong antara ruang tamu dan tempat belajar. Mereka berdua sedang membuat adonan risol beserta pastel. Aktivitas yang sudah biasa mereka lakukan setiap hari di tempat yang sama. Saat itu, sang mama membentuk pastel, Yuki membentuk risol.
Di ruang tamu, terlihat Ali sedang tiduran di sofa sambil menonton acara sepakbola di televisi.
"Yuk, kamu kenapa?" tanya sang mama saat melihat putrinya membentuk risol dalam diam.
Yuki mendongak, "kenapa?" tanya Yuki balik kebingungan.
"Kamu tumben diem banget." mama Yuki menatap Yuki lembut.
"Gpp kok, mah." Yuki tersenyum.
Ali menoleh, tertarik dengan pembicaraan yang terjadi antara ibu dan kakaknya.
"Galau yaaa." Ali menyindir.
Yuki diam saja, tak berniat merespon sindiran adiknya.
"Ali nggak suka ya kalo kak Yuki deket sama temen Ali." Ali berucap lagi dengan santai dengan mata tetap terarah ke televisi berukuran sedangnya.
"Siapa, Li?" tanya mama penasaran.
"Yang sering belajar ke sini, mah." jawab Ali sangat santai.
"Oh Stefan..." tante Mieke mengangguk mengerti.
"Ali pokoknya nggak bakalan setuju kakak pacaran sama yang lebih muda, apalagi temen Ali sendiri. Masih banyak cowok di luar sana kan, apalagi yang deketin kakak, kayak kak Adipati, kak Hito sama yang lain." Ali kembali berbicara dengan penuh penekanan.
"Ali nggak boleh gitu dong sama kakaknya." tegur sang mama tak suka.
"Ali nggak suka, mah. Stefan sama kak Yuki tuh deket banget kayaknya, kedeketan mereka udah nggak wajar. Masa iya cewek kayak kak Yuki pacaran sama adek-adek." Ali mengeluarkan semua kekesalan hatinya.
"Ali." tegur mamanya lagi. Ia terlihat agak marah dengan sikap Ali yang seenaknya terhadap kakaknya yang notabene lebih tua daripadanya.
Ali mengubah posisinya menjadi duduk dengan wajah masam, "pokoknya Ali bakalan marah sama kak Yuki kalo kak Yuki pacaran sama Stefan." Ali kembali berucap, kali ini penuh ancaman. Dengan kesal, Ali langsung mematikan tvnya dengan remot, setelah itu ia langsung pergi menuju kamarnya.
Yuki sendiri masih tampak tenang membentuk risol dari mulai memasukkan isi risol sampai menggulung.
"Sayang, kamu beneran gpp?" tanya mama khawatir karena sedari tadi Yuki diam tanpa merespon semua perkataan Ali, hal itu merupakan hal yang jarang terjadi.
"Gpp, mah." Yuki tersenyum tipis.
"Yuki cerita dong sama mama. Bener itu kata Ali kalau kamu pacaran sama Stefan?" tanya mamanya perhatian, sambil terus membentuk pastel.
"Nggak kok. Alinya aja berlebihan. Selalu gitu kalo ada cowok yang deket sama aku, padahal nggak ada hubungan apa-apa." Yuki menghela nafasnya.
"Ali itu sayang sama kamu. Dia pengen kamu bahagia." sahut mamanya lembut.
"Kalo pengen aku bahagia, kenapa ngelarang aku ini itu." Yuki merengut kesal.
Tante Mieke tersenyum lega karena Yuki sudah mulai bawel lagi seperti biasa. Artinya, Yuk mulai terbuka dan mau bercerita padanya.
"Kamu dilarang apa emang?" tanya mamanya benar-benar lembut dan keibuan.
"Ya itu soal Stefan. Mama tau nggak, tadi siangkan Stefan ke sini. Ali nyuruh aku masak, ya aku masakin. Eh, pas udahan dimasak, si Ali makannya banyak banget gitu, kayak sengaja biar aku nggak ngasih makan ke Stefan. Kan kasian, mah." Yuki bercerita dengan sebal.
Sang mama tertawa geli, "ya ampun Ali sampe segitunya. Ckck." tante Mieke berdecak keheranan.
"Lagian kan Stefan cuman murid aku istilahnya." Yuki menambahi dengan dada berdebar. Ia ingin bercerita sejujurnya kepada sang mama, namun jantungnya malah berdegup kencang karena takut akan reaksi mamanya.
"Yaudah, kamu maklumin aja si Ali." balas mamanya dewasa.
"Lagian, kenapa coba aku nggak boleh deket sama Stefan?" tanya Yuki dengan penuh keraguan. Jantungnya benar-benar terpacu saat itu.
Tante Mieke mendongak untuk menatap putrinya dalam, "kamu suka sama Stefan?" tanya mamanya tersenyum lembut.
Yuki terkesiap mendapat pertanyaan tersebut, jantungnya berdetak semakin cepat.
"Em... mungkin." Yuki menjawab pelan, seperti berbisik.
Sang mama tersenyum sangat lembut, baru kali ini ia melihat sosok lain dari putrinya, sosok yang sedang jatuh cinta.
Yuki balas menatap mamanya gugup, "nggak boleh ya, mah?" tanya Yuki cemas.
"Maafin Yuki ya, mah. Tapi, Yuki nggak pengen juga punya perasaan kayak gini." lanjut Yuki penuh penyesalan saat mamanya hanya diam.
"Ngapain minta maaf. Masa iya mama ngelarang anak mama jatuh cinta. Apalagi, kamu kalo lagi cinta lucu juga yah." ledek sang mama.
"Apa sih mama." Yuki tersenyum malu.
"Stefan itu anaknya baik kok. Kalo kamu pacaran sama dia, mama setuju aja." tante Mieke memberikan penilaian.
Ekspresi Yuki seketika berubah total, "nggak, mah. Nanti aku diambekin Ali lagi. Udah ah jangan ngomongin itu terus. Nanti lama nih selesainya." Yuki berusaha kembali fokus membentuk risol.
Tante Mieke hanya bisa tersenyum. Ia mengenal betul putrinya, dan ia bisa menyimpulkan bahwa putrinya hanya bisa bercerita sampai di situ saja. Ia yakin benar kalau masih ada hal lain yang disembunyikan oleh putrinya. Tante Mieke tak mau ambil pusing, lagipula Yuki sudah dewasa, pasti tahu keputusan terbaik yang akan diambil. Dan jika Yuki memang mau terbuka, pasti dia akan bercerita secepatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ASISTEN DOSEN
RomanceREPOST FACEBOOK Berhubung fitur notes di Facebook udah nggak ada, jadi pindah penyimpanan ke Wattpad.