PART 2

181 24 0
                                    

Malam ini, Yuki kembali mengajar seperti rutinitasnya. Seperti asdos kebanyakan, ia mengenakan atasan dan bawahan rok. Ia mengenakan atasan baju lengan sesiku berwarna hitam putih yang ngepas di tubuhnya dengan bawahan rok hitam mengembang selutut.
Kelas telah selesai, ia kini tengah mengamati daftar kehadiran mahasiswanya yang tadi diedarkan dan sekarang sudah kembali lagi ke tangannya. Ia mengamati satu per satu tanda tangan yang tertera di sana sebagai tanda kehadiran mahasiswa. Tatapan matanya berhenti pada satu nama, Stefan Andrew, ada tanda tangan yang tertera di sana. Yuki langsung saja mendongak mengamati anak-anak murid di depannya yang kini tengah membereskan perlengkapan kuliahnya serta peralatan komputernya sesuai prosedur yang sudah ditetapkan di awal.
"Stefan Andrew?" Yuki menyebutkan nama itu sembari menatap keseluruhan mahasiswanya.
"Udah keluar tadi, kak." seorang gadis menyahut dengan santai, Ariel.
Yuki menautkan alisnya, memang sih kelas sudah selesai, tapi dia belum memberi izin atau mempersilakan mahasiswanya keluar dari kelas.
"Kamu temennya? Bisa tolong panggilin dia ke sini nggak? Soalnya ada yang mau saya omongin." Yuki menatap Ariel hangat.
"Nanti kalau ketemu deh, kak." balas Ariel tersenyum manis.
"Makasih ya. Yaudah semuanya boleh pulang, makasih buat hari ini. Kalo mau nanya, ke depan aja ya." Yuki berseru kencang kepada seluru mahasiswanya dengan mengembangkan senyuman manisnya.
"Makasih kakkk." semuanya langsung beranjak dari duduknya untuk keluar kelas, dan ada beberapa mahasiswa yang membalas seruan Yuki sebagai tanda terimakasihnya atau hanya sekadar menghargai Yuki sebagai asisten dosen mereka.
"Gio?" Yuki menautkan alisnya kebingungan menatap seorang mahasiswanya yang masih duduk tenang di tempatnya. Kelas telah sepi, kini hanya ia dan Gio yang ada di ruangan lab komputer itu.
Gio tersenyum tipis dan beranjak dari duduknya. Dengan tenang, ia berjalan mendekati Yuki dan akhirnya sampai dan sudah berdiri di sebelah Yuki yang berada di meja asdosnya.
"Yuki..." panggil Gio dengan tenang, tangan kirinya sudah merayap pelan ke pinggang Yuki.
"Gio? Kamu kenapa?" tanya Yuki risih dan segera menepis tangan Gio dari pinggang rampingnya.
"Elo itu cantik tau." seru Gio mengukir senyuman yang menggoda.
"Udah deh, mending kamu pulang." Yuki menghela nafasnya sabar, ia tahu kalau ia sering mendapat banyak perhatian dari para pria, namun ia tak suka jika ada pria yang semena-mena dalam menyentuhnya.
"Enjoy ajalah, Yuk." Gio masih memasang senyuman menggoda.
"Aku nggak suka kalo ada cowok yang kurang ajar, aku bisa aja nurunin nilai kamu." Yuki mengancam.
"Silahkan. Kalo lo turunin nilai gue, ya paling elo yang dipecat nurunin nilai orang tanpa sebab." Gio malah membalas ancaman Yuki dengan santai.
"Ayo kita senang-senang, lo taukan gue siapa? Gue itu bisa bayar lo sebanyak yang lo mau." Gio kembali menggerakkan tangannya merangkul pinggang Yuki bahkan menarik tubuh Yuki merapat. Dengan cekatan, Gio beralih memeluk pinggang Yuki dengan tangan kanannya erat.
Yuki terkesiap, ia berusaha mendorong tubuh Gio menjauh.
"Gio!" bentaknya berusaha terlepas dari mahasiswanya.
"Gue teriak nih." ancam Yuki panik.
"Silahkan. Kalo ada yang liat, elo pasti bakalan dipecat." Gio menatap Yuki tajam dengan senyuman puasnya, ia berusaha mendekatkan wajahnya untuk mencium Yuki.
Yuki dengan kekuatan seadanya sebisa mungkin untuk menghindar dan menjauh dari tubuh Gio yang sudah merapat dengan tubuhnya. Yuki tahu betul arah pembicaraan Gio, pria kurang ajar itu menginginkan dirinya, Yuki membatin panik.
"Ekheeem..." Yuki dengan panik langsung menoleh ke arah pintu untuk melihat orang yang berdehem keras barusan.
Gio jelas melepaskan pelukannya dan buru-buru keluar dari kelas itu saat melihat sesosok pria di depan kelas, yang ia ketahui teman sekelasnya.
Yuki mengelus dadanya sembari menghela nafasnya lega saat tangan kekar Gio tak lagi melingkari pinggangnya. Yuki beralih lagi ke orang yang berdehem barusan, dan orang itu kini tengah berjalan mendekat posisi Yuki yang masih berdiri di depan kelas.
"Elo?" Yuki terkejut mendapati sesosok pria yang kini sudah terlihat jelas di hadapannya, pria itu adalah pria yang seminggu lalu terlibat dalam insiden risol.
"Elo ngapain ke sini?" tanya Yuki menatap ragu pria dihadapannya yang memasang ekspresi sedatar mungkin.
"Gue Stefan, elo suruh gue ke sini tadi." balas pria itu, Stefan, dengan tak berminat.
"Stefan?" Yuki menautkan alisnya kebingungan, Stefan Andrew, Yuki langsung teringat. Jadi, pria yang sepatunya kotor karena kesalahannya adalah Stefan.
"Lo mau ngomong apa?" tanya Stefan tanpa basa basi.
"Oh iya. Em, sebelumnya sorry dan thanks. Sorry buat kejadian waktu itu sama thanks karena udah dateng ke sini, lo udah nyelametin gue." Yuki tersenyum sehangat mungkin.
"Thanks? Gue kira emang lo suka begituan sama cowok. Malah gue kira itu cowok lo." balas Stefan dengan seenaknya.
Yuki melongo, "maksud lo?!" tanya Yuki tak terima, "dia itu cowok kurang ngajar yang udah lancang ngapa-ngapain gue, bukan cowok gue ataupun gue demen ngelakuin begituan yang lo maksud." Yuki menjelaskan dengan emosi.
"Lain kali, jaga mulut lo." Yuki menatap Stefan tajam.
"Tadi lo bilang thanks sekarang lo malah marah-marah." Stefan ikutan emosi.
"Oke stop. Intinya makasih karena lo udah nolongin gue secara nggak langsung. Soal gue manggil lo ke sini itu, karena lo udah absen 2 kali. Lo tau sendirikan di kampus kita absen maksimal itu 3 kali, dan lo udah 2 kali, gue cuman mau ngingetin lo biar masuk kelas terus aja ke depannya. Terus soal tugas, lo udah ketinggalan 2 minggu kelas, nah tugas lo juga kehitung 2 kali nggak ngumpulin. Jadi, gue harap lo minta atau nyalin temen lo buat ngumpulin tugas." Yuki menjelaskan dengan panjang lebar.
Stefan mengangguk-angguk, "itu doangkan?" tanya Stefan tetap terkesan slengean.
"Iya itu doang. Gue harap lo bisa ngejar ketinggalan lo. Dan sekarang lo boleh pulang." Yuki menghela nafasnya sabar, ia berusaha mengembangkan senyuman termanisnya untuk mempersilakan Stefan keluar dari kelasnya.
"Ya." jawab Stefan singkat dan langsung membalikkan tubuhnya untuk berjalan keluar dari kelas tersebut.
Setelah keluar, Yuki langsung berdecak kesal dan sesekali menggerutu menanggapi sikap Stefan yang begitu nyolot. Adipati memang benar, dia adalah maba yang begitu nyolot dan sengak.
"Tapi kok tadi gue sampe nggak liat dia ya di kelas?" Yuki berpikir sendiri sembari membereskan perlengkapan mengajarnya. Apa mungkin ia telalu sibuk sehingga kurang memperhatikan mahasiswanya? Apa mungkin pria itu yang duduk di pojokan yang jadi tidak terlihat oleh Yuki? Apa kemungkinan-kemungkinan lain yang terjadi sehingga Yuki tak menyadari sosok asing dalam kelasnya? Yuki hanya bisa mengedikkan bahunya, memikirkan hal sepele seperti itu hanya akan menambah beban pikirannya dan membuat ia makin lelah karena hari juga sudah malam. Dengan telaten, ia langsung merapikan seluruh perlatab pendukung mengajar seperti komputer dan proyektor kelas. Setelah selesai, ia langsung pergi menuju pintu kelas untuk menguncinya, lalu melanjutkan aktivitas yang lain sesuai rutinitasnya saat mengajar.

ASISTEN DOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang