PART 9

82 17 0
                                    

"Aku salah apa?" tanya Stefan saat keduanya telah sampai di dekat toko tempat Vebby belanja.
Saat itu, mereka berada di dekat pintu masuk toko yang besar dan luas tersebut. Stefan sengaja mengajak Yuki bicara di daerah sekitar situ karena Stefan tidak ingin Yuki terlebih dahulu menemukan Vebby dan akhirnya Vebby mendengar perdebatan mereka.
"Nggak ada." jawab Yuki datar sembari terus berjalan, membuat Stefan harus berjalan lebih cepat untuk mengimbangi.
"Aku minta maaf." Stefan menahan lengan Yuki agar gadis itu berhenti berjalan.
"Untuk?" tanya Yuki menautkan alisnya.
"Karena aku udah nyium pipi kamu?" tanya Stefan menebak-nebak.
Yuki mengedikkan bahunya seolah tak peduli.
Stetan mendengus frustasi, ternyata Yuki bisa semarah ini, dan ia tak mengerti harus membujuk Yuki seperti apa.
"Coba jujur, sebenernya aku salah apa? Kamu kenapa marah gini?" tanya Stefan agak bersedih.
"Aku nggak marah." balas Yuki berusaha tetap tanpa ekspresi.
Stefan menghela nafasnya lagi, "oke." balasnya menyerah.
Yuki akhirnya kembali melanjutkan langkah kakinya dengan santai memasuki toko perbelanjaan besar tersebut.


"Vebby." Yuki memanggil Vebby yang terlihat asyik melihat-lihat pakaian wanita.
"Gila, masih belom selesai?" tanya Yuki takjub.
Vebby nyengir lebar, "kapan lagi coba bisa belanja sepuas ini?" seru Vebby antusias, "sebenernya sih gue udah pilih beberapa, masih di kasir tapi." lanjut Vebby santai.
"Tau diri dong, Veb. Kasian tau anak orang." Yuki mencibir.
Vebby merengut, "biarin aja, dianya aja nggak protes kan." balas Vebby tanpa merasa bersalah.
"Lo hebat yah, sekalinya punya cowok tajir gini, gue bangga dah punya temen kayak lo." seru Vebby tersenyum lebar.
"Apaan sih. Orangnya udah pulang tau. Elo nggak jadi dibayarin." Yuki berusaha menakuti Vebby.
"Serius?" tanya Vebby agak panik.
Yuki tertawa senang, "yaelah panik banget, bercanda gue. Udah sana cepetan pilih." seru Yuki puas.
Vebby cemberut, "dasar lo, bikin tegang aja." Vebby menghela nafasnya lega.


Setelah mendapatkan pakaian pilihannya, Vebby langsung mengajak Stefan di kasir, karena hanya Stefan yang bisa menggunakan dan memverifikasi voucher belanja tersebut.
Vebby langsung tersenyum puas saat menerima kantong-kantong belanjaan dari kasir, yang artinya pakaian-pakaian tersebut resmi pindah ke tangannya atau menjadi miliknya.
"Makasih ya, Stefan." seru Vebby senang bukan main kepada Stefan yang berdiri di sebelahnya.
Stefan mengangguk saja sembari tersenyum tipis.
"Kalo gini, gue restuin lo pacaran sama sahabat gue." seru Vebby yakin.
Stefan hanya bisa tersenyum kikuk, bingung harus merespon Vebby seperti apa.
"Btw, kalian kenapa?" tanya Vebby agak hati-hati, karena takut dikira ikut campur dalam hubungan orang.
"Kalian?" tanya Stefan balik.
"Lo sama Yuki. Gue liat kayak ada sesuatu gitu yang aneh sama Yuki pas kalian balik." balas Vebby menjelaskan.
"Dia kayaknya ngambek sama gue." balas Stefan agak murung.
"Ngambek?" Vebby bingung, "gara-gara?" Vebby lanjut bertanya dengan penasaran.
"Tadi gue photo box gitu, gue cium pipinya, udah deh ngambek." cerita Stefan seadanya.
"Lo terlalu agresif sih. Yuki sih bilang dia tipe orang yang nggak suka ngumbar kemesraan gitu depan umum, mungkin gara-gara itu. Ya, lo maklumin aja deh, dia kan baru pacaran juga, jadi belom biasa aja kali." Vebby berusaha mengutarakan opininya.
"Dia kalo marah lama nggak?" tanya Stefan berusaha mengorek informasi lebih dalam tentang Yuki.
"Enggak kok. Santai aja, nanti dia baik sendiri kok, dia orangnya tuh jarang marah sampe marah banget gitu." jelas Vebby
"Oke deh. Thanks yah infonya." balas Stefan tersenyum tulus.
Vebby mengangguk, "yaudah yuk, Yuki pasti udah nunggu." ajak Vebby lalu pergi meninggalkan daerah kasir menuju tempat dimana Yuki menunggu.


Stefan menepikan mobilnya di pinggir jalanan komplek perumahan dekat daerah rumah Yuki. Hal itu sudah biasa karena jalan daerah perumahan rumah Yuki itu kecil, hanya bisa dilewati satu mobil alias satu arah, perlu usaha keras untuk melewati jalan itu apalagi kalau bertemu kendaraan beroda empat yang lain. Jadi, agak sulit kalau Stefan mengantar Yuki sampai ke depan rumahnya. Sedikit informasi tambahan, Stefan sudah lebih dulu mengantar Vebby ke rumahnya.
"Kenapa masih dikunci?" tanya Yuki yang menyadari kalau Stefan masih mengunci seluruh pintu mobilbya.
"Kamu masih marah?" tanya Stefan tanpa menoleh kepada Yuki.
"Aku nggak marah." balas Yuki santai.
"Masa?" tanya Stefan mencibir.
"Iya." jawab Yuki tetap santai.
Stefan menoleh dan menatap Yuki dalam, berusaha membaca sosok gadisnya itu.
"Aku minta maaf deh buat semuanya. Aku salah, nggak seharusnya aku cium pipi kamu pas foto atau pose aneh-aneh pas foto tadi." Stefan kembali meminta maaf, "aku tau kita baru aja pacaran, nggak seharusnya aku ngapain kamu seenaknya." lanjut Stefan benar-benar merasa bersalah.
Yuki tertegun dan menoleh, "kamu nggak salah. Nggak ada yang salah kok, orang aku nggak ada marah sama sekali." respon Yuki merengut kesal.
"Tapi buktinya kamu bete tuh sama aku." Stefan menggoda.
Yuki menghela nafasnya dan tetap merengut, namun kali ini terkesan manja.
"Kalo bibirnya kayak gitu terus, aku cium nih." seru Stefan nakal.
Wajah Yuki memerah seketika, ia tidak lagi merengut dan berusaha berekspresi senormal mungkin.
Bagaimana ya rasanya ciuman? Apalagi berciuman dengan Stefan? Yuki menggigit bibir dalamnya pelan saat pikiran-pikiran itu muncul. Seumur hidup, Yuki belum pernah berciuman, walaupun ia pernah beberapa kali berpacaran.
"Kok diem? Ngebayangin? Nggak usah dibayangin, sini aku cium beneran, mau nggak?" tanya Stefan tetap nakal dan menggoda.
"Aku beneran marah nih." ancam Yuki dengan suara tercekat, tak berani menoleh ataupun memandang Stefan.
"Iya iya, bercanda." Stefan tertawa kecil.
Stefan langsung saja meraih kepala Yuki dan mengusapnya lembut sekaligus gemas.
Yuki menoleh dan tersenyum senormal mungkin, "aku boleh turun yah?" tanya Yuki yang sudah merasa sangat malu berada di dalam mobil Stefan.
Stefan tersenyum geli dan langsung menekan tombol di mobilnya sehingga pintu mobilnya kini tidak terkunci.
"Makasih buat hari ini." Yuki tersenyum senang, sembari berusaha melupakan kejadian barusan.
"Tunggu." Stefan menahan lengan Yuki yang ingin cepat-cepat turun dari mobilnya.
Setelah berhasil menahan Yuki, Stefan akhirnya mengambil sesuatu di dashboard mobilnya, yaitu foto-foto di photobox tadi, lalu memberikannya kepada Yuki.
Yuki menerima lembaran cetakan foto itu dalam diam. Setelah itu, ia langsung keluar dari mobil Stefan dengan cepat. Ia melambai ceria ke arah Stefan lewat kaca mobil dan langsung berjalan pergi dengan cepat juga menuju daerah rumahnya.
Stefan tertawa puas saat melihat gerakan Yuki yang begitu cepat keluar dari mobilnya, ia yakin gadis itu malu atas kejadian barusan. Yuki, gadisnya itu masih terbilang polos dari pandangannya, gadisnya itu begitu lucu. Setelah Yuki pergipun, ia masih tersenyum dan tertawa puas mengingat setiap sikap, tingkah, dan ekspresi Yuki. Benar-benar menghibur dirinya dan membuatnya semakin jatuh hati.

ASISTEN DOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang