PART 13

95 11 0
                                    

Malam hari ini adalah malam di mana UAS laboratorium komputer kelas Yuki dilaksanakan. Seperti biasa, para mahasiswa hadir semuanya untuk bisa mengikuti ujian. Ujian tersebut berlangsung tertib dan lancar, termasuk Stefan yang juga lancar saat mengerjakan ujiannya.
Selesai ujian, seperti biasa, Yuki langsung saja membereskan peralatan dan perlengkapan mengajar serta berkas-berkas ujian barusan baik dalam bentuk kertas maupun data di komputer. Dengan cekatan dan telaten, Yuki melakukan semuanya itu. Setelah beres, Yuki segera melangkah keluar kelas untuk mengunci pintu ruangan lalu ke ruangan asisten dosen untuk mengumpulkan tas yang berisi kunci ruangan dan yang lainnya.


"Gio!" seru Yuki terkejut saat sebuah tangan menariknya dengan kasar, tangan Gio. Yuki berusaha melepaskan tangannya dari pegangan Gio tapi tak berhasil, pegangannya terlalu kuat bagi Yuki.
"Gio, lepasinnn!!" seru Yuki tak tahan karena Gio belum melepaskannya.
"Gue teriak nih." seru Yuki lagi mengancam karena Gio tak mengindahkannya. Gio tetap memasang wajah seriusnya sambil terus menarik Yuki pergi. Yuki akhirnya menyadari kalau Gio membawanya ke daerah sekretariat UKM. Daerah yang terdiri dari ruangan-ruangan tertutup sekretariat UKM, daerah terpencil dimana hanya ada sebuah jalanan kecil di depan ruangan yang nantinya terhubung dengan area kampus.
"Lo ngapain sih?" tanya Yuki sangat marah, ia tidak bisa lagi mengendalikan emosinya di depan pria ini.
Gio mendorong tubuh Yuki ke tembok, tangan kanannya masih tetap kuat memegang pergelangan tangan kiri Yuki.
"Lo ngapain bawa gue ke sini?" tanya Yuki mencoba tidak takut walau Gio memojokkannya ke tembok ditambah daerah situ sudah sangat sepi, terlihat dari tidak adanya alas kaki di depan ruangan serta gelapnya ruangan.
"Lo jadiankan sama Stefan?" seru Gio menatap Yuki penuh kemarahan.
Yuki tertegun, "iya, kenapa emangnya?" tanya Yuki menatap balik Gio dengan menantang.
Gio tersenyum sinis, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Yuki sehingga jarak wajah mereka tersisa sekitar 7 centimeter saja.
Yuki segera menjauhkan wajahnya, namun tak berefek banyak karena kini wajahnya sudah menempel pada tembok.
"Lo milih dia dibanding gue?" tanya Gio menatap Yuki setajam mungkin.
"Kalo iya, kenapa?" tanya Yuki balik, tetap berusaha tak takut ataupun gentar.
"Gpp, gue baru sadar aja kalo lo lebih bitch dari yang gue kira." Gio tersenyum meremehkan.
Bitch?
Yuki seketika merasakan kemarahannya memuncak, ingin sekali tangan kanannya yang bebas itu menampar Gio, tapi Yuki akhirnya berusaha meredakan amarahnya. Gio tak akan kalah kalau dikasari.
"Gue bitch?" tanya Yuki tak percaya, merasa sakit hati akan ucapan Gio.
"Yes, lo buktinya lebih milih Stefan dibanding gue. Gue tau alesannya, karena Stefan itu kaya banget, semua orang tau kalo Stefan itu konglomerat, makanya lo mau sama dia. Sedangkan gue? Gue kaya tapi tapi nggak sekaya cowok lo, Stefan." Gio menjelaskan.
Yuki terdiam, ia merasakan matanya memanas, "gue bukan liat kekayaan dia ataupun kekayaan lo." Yuki berucap dengan nada menahan kemarahan.
"Lo dibayar berapa sama Stefan? Hah?! Jawab gue, gue bisa bayar lebih." seru Gio kencang, dan terdengar agak membentak, matanya tetap menatap tajam mata Yuki.
Yuki melayangkan tangannya yang sedari tadi mengepal namun tertahan.
"Lo mau nampar gue?" tanya Gio yang dengan cepat menangkap tangan Yuki yang lain.
Yuki mendengus, kini kedua tangannya dipegang oleh Gio.
"Lepas, gue mau pulang. Kalo lo cuman mau ngomongin ini, gue mending pulang." seru Yuki mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Jawab dulu, lo dibayar berapa sama Stefan?" Gio tetap kekeuh, ia menatap Yuki setajan mungkin.
Yuki terdiam, berusaha menatap balik pria di depannya, benar-benar pria gila, Yuki tak habis pikir.
"Gue nggak dibayar." balas Yuki secuek mungkin.
Gio terkekeh, lalu matanya menatap setiap inci penampilan Yuki dari atas ke bawah, menatap dengan sangat merendahkan.
"Harusnya sih bayaran lo nggak seberapa, Stefan bisa make yang lebih daripada lo." Gio tersenyum meremehkan.
"Jaga mulut lo. Stefan itu jauh lebih baik daripada elo." seru Yuki marah.
"Well, lo sombong yah, lo itu cuman mainan Stefan, liat aja nanti. Lo liat keluarga Stefan? Kekayaannya? Dia jauh di atas lo, gue yakin lo nggak pernah ketemu keluarga Stefan, karena apa? Lo itu cuman mainan. Gue juga yakin keluarga Stefan udah nentuin siapa pasangan Stefan nanti." seru Gio panjang lebar sambil menatap Yuki penuh kasihan.
Yuki merasakan penglihatannya agak kabur, ternyata matanya mulai berkaca-kaca.
"Stefan belom ngasih tau lo?" tanya Gio makin kasihan.
"Lepasin gue nggak. Kalo lo nggak lepasin, gue bakalan teriak." ancam Yuki sangat tajam.
"Gue bakal lepasin lo, asal lo mau dengerin yang ini dulu." Gio tersenyum sinis.
"Stefan itu udah dijodohin. Lo mah tau dia dijodohin sama siapa? Dia dijodohin sama Ariel. Em, lo taukan Ariel siapa? Masa iya lo nggak tau." Gio menjelaskan dengan tenang.
Deg
"Gue harus percaya?" Yuki tersenyum sinis berusaha tak percaya sedikitpun. Walau sebenarnya, ia terkejut akan perkataan Gio, tapi ia tak mau percaya hal itu, sebelum ia mendengar langsung dari sumbernya, Stefan.
"Terserah lo. Gue cuman ngasih tau plus ngingetin lo aja, sebelum lo bener-bener dicampakkin." Gio tersenyum remeh.
"Udahkan? Sekarang lepasin gue." seru Yuki benar-benar tak sabar agar lepas dari pria brengsek tersebut.
Gio terdiam, tangannya belum mau melepaskan tangan Yuki, ia sebisa mungkin menatap tajam mata Yuki, berusaha mengeluarkan tatapan menusuknya.
"LEPASINNN!!!" Yuki akhirnya berteriak kencang, ia meluapkan semua emosinya lewat teriakan itu.
Gio terkekeh sinis melihatnya, tak merasa takut sama sekali atas teriakan Yuki.
"Eh? Kenapa ini?" Ariel tiba-tiba saja muncul ke daerah sekretariat UKM tersebut. Wajahnya tampak terkejut dan penasaran.
Gio melepaskan tangan Yuki cepat, ia segera berekspresi dan berlagak seakan tidak terjadi apa-apa. Yuki sendiri langsung mengusap air matanya yang sempat meleleh di pipinya.
"Panjang umur orangnya." Gio menyeletuk dengan santai.
"Kalian ngapain? Kok sampe ada yang teriak-teriak?" tanya Ariel kebingungan, ia berjalan mendekat ke arah Gio dan Yuki.
"Ah, nggak kok." Yuki berusaha tersenyum setenang mungkin meski sekarang perasaannya sangat campur aduk.
"Lo jodohnya Stefan kan?" tanya Gio menatap Ariel tajam.
"Eh? Maksud lo?" tanya Ariel menautkan alisnya tak mengerti.
"Stefan sama lo udah dijodohinkan?" tanya Gio sekali lagi penuh penekanan.
Ariel tertegun, ia menggigit bibirnya bingung, tak tahu ingin menjawab apa. Sedangkan Gio tampak tak sabaran, dan Yuki juga terlihat menanti jawaban Ariel.
"Em, lo ngomong apaan sih, jangan ngaco deh. Ini udah malem, gue kira ada apaan di sini ribut-ribut, ternyata kalian. Udah deh, gue mau duluan pulang." seru Ariel gelagapan. Ia hendak melangkah pergi.
"Lo nggak mau ngaku gara-gara di sini ada ceweknya Stefan?" Gio segera menahan lengan Ariel.
Ariel melirik Yuki sebentar, ia menghela nafasnya gusar, "tau ah, gue buru-buru, mau pulang." Ariel segera melepaskan tangan Gio dari lengannya, lalu melangkah cepat meninggalkan area tersebut.
Gio tersenyum sinis ketika Ariel menghilang di belokan ujung jalan, "see? Lo mau bukti lain?" tanya Gio sombong.
Yuki yang tadinya terdiam saat mendengar jawaban Ariel segera menoleh kepada Gio yang sekarang menampilkan senyuman paling iblisnya.
"Nggak perlu." balas Yuki tajam. Sama seperti Ariel, ia segera melangkah cepat meninggalkan area itu atau lebih tepatnya meninggalkan Gio.

ASISTEN DOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang