PART 12

110 13 0
                                    

Lusanya.

Di jalanan depan rumah Yuki yang hanya bisa muat satu mobil, atau dengan kata lain hanya bisa dilewati motor, terlihat mama Yuki sedang dikerumuni oleh beberapa tetangga, karena saat itu mama Yuki sedang berjualan nasi uduk seperti biasa. Di depan teras rumah, tepatnya di sebelah pintu pagar rumah Yuki, sudah terpasang meja panjang seperti biasa beserta lemari kaca dua tingkat yang berisi beragam lauk, ada juga beberapa lauk yang sengaja ditaruh di luar lemari kaca alias di meja seperti halnya nasi uduk dan kerupuk.
Pagi itu, mama Yuki kembali menjalani rutinitasnya, yaitu berjualan nasi uduk. Meski rasa nasi uduk dan lauk yang cenderung sama setiap harinya, warung praktis nasi uduk mama Yuki jarang sepi pengunjung, karena memang rasanya yang enak dan nikmat. Beragam pengunjung baik dari kalangan tetangga maupun orang yang kebetulan lewat daerah situ berdatangan untuk membeli nasi uduk buatan mama Yuki yang sudah terkenal, mulai dari bapak-bapak, ibu-ibu, remaja sampai anak-anak datang untuk membeli, tetapi tetap saja didominasi oleh ibu-ibu. Tante Mieke terlihat cekatan menangani pengunjung, sehingga pengunjung rata-rata merasa puas baik oleh pelayanan maupun cita rasa nasi uduk.
Di tengah keramaian, ada sebuah motor yang bisa disebut motor gede menepi ke depan rumah Yuki, motor itu menepi ke sebelah lain pintu pagar rumah Yuki karena sebelahnya sudah diisi oleh warung nasi uduk.
Jelas, perhatian mama Yuki beserta pengunjung sedikit beralih ke pemandangan asing itu.
Siapa ya?
Tante Mieke bergumam sebentar, namun segera melanjutkan aktivitasnya ketika ada pembeli yang menegurnya. Sembari melayani pembeli, tante Mieke bisa mendengar bisik-bisik para pembelinya. Karena penasaran, tante Mieke segera mencari sumber dari bisik-bisik tetangga itu, sumbernya adalah motor yang terparkir atau menepi di depan rumahnya yang tadi diabaikannya.
Tante Mieke tersenyum hangat saat melihat sosok pengendara motor tersebut yang sedang merapikan rambutnya setelah melepas helm barusan. Stefan.
Setelah menaruh helm di atas jok motornya, Stefan langsung menghampiri tante Mieke yang sibuk melayani pembeli.
"Pagi tante." sapa Stefan tersenyum hangat, ia ingin menyalim tapi tante Mieke menolak dengan alasan tangannya sedang kotor.
"Pagi juga. Em kamu langsung masuk aja, soalnya tante lagi sibuk." tante Mieke menjelaskan dengan lembut.
"Yaudah deh." Stefan mengiyakan sambil tersenyum kikuk. Iapun melangkah menuju pagar rumah Yuki yang tingginya hanya seleher Stefan saja, lebar pintu pagarnya sekitar satu setengah meter. Saat itu, pintu pagarnya terbuka lebar, sehingga memudahkan Stefan untuk masuk ke dalam.
"Bu, tadi itu siapa?" tanya seorang ibu-ibu yang merupakan tetangga Yuki.
"Itu temennya Ali." balas mama Yuki ramah.
"Dia cakep banget loh, udah kayak artis." seorang ibu yang lain menyahut.
"Saya kira pacarnya Yuki loh. Si Yuki hebat banget bisa punya cowok kayak gitu, udah cakep, tajir lagi." ibu yang lain menyahut.
"Dia itu temennya Ali, temen satu kuliah." tante Mieke memperjelas dengan lembut, tak mau membuat tetangganya ini makin bergosip ria soal Stefan.


Stefan memandangi isi rumah Yuki secara keseluruhan, sepi dan sunyi. Sebenarnya, Stefan memutuskan ke sini tanpa sepengetahuan ataupun seijin Yuki, ia juga tidak tahu apakah Yuki ada di rumah atau tidak pagi ini, ia ke sini hanya menggunakan instingnya. Kalau Yuki ada di rumah, ia akan sangat berysukur, kalau tidak, ya tidak apa-apa, pikirnya.
"Stefan!"
Stefan menoleh ketika ada yang menyerukan namanya kaget, siapa lagi kalau bukan Yuki. Ia tersenyum saat melihat Yuki muncul dengan berpenampilan rumahan dimana mengenakan kaos dan celana pendek sedikit di atas lutut dengan rambutnya yang dicepol. Saat itu, Yuki terlihat memegang tangkai kain pel.
"Ngapain?" tanya Yuki masih terkejut. Bukan hanya terkejut, Yuki juga agak malu dan risih karena penampilannya yang begitu acak-acakan dan berantakan sekaligus agak berkeringat karena harus melakukan rutinitas paginya.
"Ngejenguk." balas Stefan seadanya.
"Udah sembuh." balas Yuki agak jutek. Sebenarnya, kejutekan itu muncul karena Yuki tidak tahu harus merspon seperti apa, ia salah tingkah.
Stefan terkekeh, tanpa dipersilakan, ia langsung duduk di sofa ruang tamu Yuki.
"Ngapain di sini?" tanya Yuki masih gregetan, tak puas dengan jawaban Stefan barusan.
"Nggak boleh?" tanya Stefan santai.
Yuki mendengus, daripada menanyakan Stefan yang tak kunjung memberi jawaban, sebaiknya ia lanjut mengepel lantai rumahnya yang berkeramik putih.
Stefan segera mengamati setiap gerakan Yuki saat gadis itu mengepel lantai rumahnya dari mulai ruang belajar.
Yuki beberapa kali menghela nafasnya, mengapa pekerjaan mengepel yang tadinya mudah menjadi sulit seperti ini? Ia membatin dalam hati. Ia yang tadinya bisa bergerak leluasa untuk mengepel lantai terlebih membungkuk saat mengepel bagian kolong meja, lemari atau sebagainya, jadi menjaga setiap gerakan yang ada. Yuki mendengus saat tahu sekarang ia sedang 'mengepel cantik' seperti halnya di sinetron-sinetron. Yuki makin pusing saja saat ia tahu dan menyadari kalau Stefan memandangi setiap gerakan mengepelnya sejak awal.
"Jangan liatin sih." Yuki tiba-tiba berbalik dan merengek manja, lebih tepatnya merengek kesal dengan wajah merengut.
"Aku kan cuman liatin." balas Stefan tanpa merasa bersalah.
"Aku nggak bisa fokus ngepelnya kalo diliatin, nanti jadi nggak bersih nih." ancam Yuki dengan wajah masih merengut.
"Oke, aku keluar." Stefan tersenyum geli atas semua sikap Yuki.
Yuki bernafas lega saat sosok Stefan menghilang dari pandangannya. Setelah mengawasi dan memastikan kalau Stefan benar-benar telah keluar, Yuki kembali fokus mengepel lantai dengan santai dan telaten yang pastinya bertujuan agar rumahnya bersih.

ASISTEN DOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang