"You seem lost within your body and your mind"
Di sebuah hutan yang keberadaannya tersembunyi dalam pelukan alam, berdiri sebuah menara tinggi menjulang di antara pepohonan raksasa. Di puncak menara itu, terdapat seorang penyihir muda yang tenggelam dalam lautan pengetahuan, dikelilingi puluhan buku di perpustakaan pribadinya. Ruangan tersebut dipenuhi dengan deretan buku sihir dan sejarah, menyimpan rahasia-rahasia dunia yang telah lama terlupakan.
Mata merahnya berkilau seperti batu ruby yang hidup, terus bergerak dengan cepat, menelusuri setiap kata dalam buku-buku yang entah menyimpan misteri apa. Ia terlarut dalam bacaan, seolah dunia di luar menghilang.
"Lama-lama kepalaku bisa meledak..." ia berbisik pada diri sendiri, menutup buku di tangannya dengan letih. Pandangannya beralih ke langit biru yang membentang di luar jendela, hari itu begitu cerah namun terasa membosankan baginya. Hanya angin sepoi-sepoi yang merayap lembut, membuat rambut hitamnya yang lebat melambai-lambai seperti ombak yang digerakkan oleh arus laut.
Ia menopang dagunya di atas tangan, memejamkan mata sejenak untuk meraih istirahat yang sangat didambakannya. Tak terhitung berapa lama ia menunggu kembalinya sang guru yang telah pergi berhari-hari tanpa kabar. Setiap detik yang berlalu terasa seperti bayangan samar yang tak berujung, menambah beban kerinduan di hatinya.
Kesunyian di menara itu, hanya ditemani oleh hembusan angin yang tak pernah berhenti, menciptakan melodi alami yang menenangkan. Angin itu berbisik lembut, seolah menceritakan dongeng kuno yang membuatnya merasa nyaman. Dalam ketenangan itu, sang penyihir muda hampir terlelap, terbuai oleh kedamaian yang menyejukkan hati dan pikiran.
"Hahaha! Aku tidak percaya, Aku sekarang berada diluar, Merasakan rumput di kaki ku! Ya ampun apa itu? Wahh!"
Tawa dan suara lembut yang asing tiba-tiba menggema di dalam hutan, menciptakan irama yang tidak dikenal. Iris merahnya, yang berkilau seperti batu ruby, kembali terbuka namun kali ini memancarkan ketegangan. Kerutan di keningnya memperjelas ketidaksenangan yang dirasakannya. Dengan gigi yang tergertak, ia menatap tajam ke luar ruangan melalui jendela yang terbuka, mencari asal suara yang mengganggu waktu istirahatnya.
Tidak ada siapa pun di luar sana, hanya pepohonan besar yang daun-daunnya bergoyang pelan tertiup angin. Namun, ia yakin bahwa suara asing itu tidak mungkin hanya bayangan imajinasinya. Mungkinkah suara itu berasal dari tengah hutan? Siapa yang berani memasuki kawasan ini? Pertanyaan itu menggantung di pikirannya, menambah kecemasan yang perlahan merayapi hatinya.
"Hey elang! dimanakah danau?"
Suara asing itu kembali terdengar, membuat kerutan di kening sang penyihir semakin dalam. Tatapannya kini tertuju pada elang yang terbang bebas di langit. "Hey elang, kau dengar tidak? elang!"
"Perempuan bodoh mana yang memanggil elang seperti manusia?" pikir Lucas dengan gemas. Ia memaki-maki dalam hati, membayangkan sosok wanita bodoh yang belum pernah dilihatnya. Dengan helaan napas berat, ia bangkit dari tempat duduknya dan dengan bantuan sihir, menaruh buku yang tadi dibacanya kembali ke rak.
Dalam satu langkah, Lucas sudah berada di luar menara. Mata merahnya yang berkilau seperti ruby terus melirik ke setiap sudut yang bisa dijangkau pandangannya. Tatapannya tertuju pada pohon yang sangat tinggi, mungkin dari sana ia bisa melihat seluruh hutan.
Dengan satu langkah lagi, sang penyihir berteleportasi dan kini duduk di atas ranting pohon tersebut. Irisnya yang indah namun menyerupai tatapan iblis terus bergerak menelusuri hutan di bawahnya. Dalam kesibukannya mengamati hutan, akhirnya ia menemukan seorang perempuan yang tengah berguling-guling dengan ria di rerumputan kecil. Tawa penuh kegembiraan keluar dari bibir ranumnya yang merah seperti buah peach, menciptakan pemandangan yang kontras dengan kesunyian hutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐔𝐏𝐄𝐑𝐅𝐈𝐂𝐈𝐀𝐋 𝐋𝐎𝐕𝐄 : Lucas -𝐄𝐍𝐃-
FanfictionADA CERITA LAIN BUAT FANFIC LUCAS Kehilangan sosok yang dicintai adalah luka yang begitu besar, bahkan seorang penyihir pun tidak dapat mengatasi hal itu. Semua ia lakukan hanya untuk menghilangkan rasa sedihnya, bahkan ia rela tertidur seribu tahun...