Ia tersadar bahwa dirinya bukan di kamarnya. Terbaring di atas kasur, matanya terus menelusuri tempat yang asing. Ia melihat keluar jendela dan menyadari bahwa ia berada di tengah hutan, di mana pepohonan terlihat begitu rapi dan teratur.
Saat menikmati pemandangan langit biru dan pepohonan hijau, ia mendengar namanya dipanggil oleh suara seorang pria. "(Name)?" Dirinya tersentak, menoleh kaku melihat siapa yang memanggilnya.
Di hadapannya berdiri seorang lelaki tampan dengan rambut panjang yang tergelai bebas, basah kuyup. Tetes demi tetes air mengalir dari rambutnya ke tubuhnya. Matanya yang merah pekat tampak begitu familiar bagi (name), mengingatkannya pada seseorang dari masa lalunya.
Dirinya masih terdiam menatap pria di hadapannya, merasa tak berdaya menghadapi pesona lelaki tampan itu. Sang pria mengerutkan dahinya, ekspresi kebingungan terlihat jelas di wajahnya. "Bisa kamu membantu mengeringkan rambutku? Aku kesulitan untuk mengeringkannya," ucapnya dengan suara lembut.
Tanpa sadar, (name) mengangguk, menyetujui permintaan sang pria. Sebuah senyuman tipis terukir di wajah pria tersebut, menunjukkan rasa senang. Meskipun merasa bingung dengan situasi ini, (name) menerima handuk kecil dan sisir yang diberikan oleh pria di hadapannya.
Suasana hening dan damai mengelilingi mereka. Dalam hati, (name) hanya bisa pasrah dengan tubuh yang ia masuki. Sang tubuh tampak terus menerima permintaan pria di hadapannya tanpa perlawanan.
Dengan lembut, ia mulai menyisir rambut panjang yang begitu pekat, hitam legam. Sambil mengeringkan rambut pria itu dengan handuk, berbagai pertanyaan muncul di benaknya. Siapakah pria ini? Mengapa ia merasa begitu terikat dengan situasi ini?
Di tengah-tengah kegiatan itu, (name) menoleh ke depan, menatap lurus ke kaca. Di balik bayangan mereka, ia melihat refleksi dari pemandangan hutan yang indah di luar jendela. Namun, fokusnya segera kembali pada pria di hadapannya, yang tampak menikmati perawatan rambutnya dengan tenang.
Ia melihat jelas lekukan wajah sang pria dan dirinya di pantulan kaca. "Lucas..." Spontan, nama itu keluar dari bibirnya. Jiwa (name) tersentak mendengar nama tersebut dari mulutnya sendiri, matanya terbelalak menatap mata merah yang kini menatapnya melalui pantulan kaca, disertai dengan senyuman tipis yang penuh arti.
"Iya?" jawab Lucas dengan nada lembut, suaranya penuh kehangatan yang familiar.
Kegiatan (name) terhenti seketika. Tubuhnya membeku, matanya tetap setia menatap wajah Lucas yang kini dipenuhi dengan ekspresi penuh pertanyaan. Segala sesuatu di sekelilingnya seolah menghilang, hanya ada dirinya dan Lucas dalam ruang waktu yang aneh ini.
Dalam benaknya, berbagai pertanyaan berkecamuk tentang kejadian ini. Mengapa ia menemukan dirinya di sini? Mengapa nama Lucas muncul begitu spontan? Tatapannya tak teralihkan dari mata merah sang pria, yang seolah menunggu penjelasan.
Tanpa ia sadari, satu tetes air mata menetes dari matanya. "Lucas...?" gumamnya, suaranya bergetar, seolah tidak kuat menahan tangis yang mendalam.
Lucas, yang terkejut melihat perempuan di hadapannya tiba-tiba menangis, langsung membalikkan tubuhnya untuk menghadapi (name) sepenuhnya. "Kenapa tiba-tiba menangis? Apa kau tidak suka mengeringkan rambutku?!" ucapnya dengan nada kekhawatiran yang jelas.
Ia menangkup wajah (name) dengan lembut, mengusap tetes demi tetes air mata yang mulai membanjiri wajahnya. "Ada apa sebenarnya? Katakan..." lanjutnya dengan suara yang penuh pengertian.
Namun, Lucas tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ia tidak menyadari bahwa perempuan di hadapannya tidak hanya menatapnya, tetapi juga melihat ke dalam masa lalu dan masa depan, merasakan sebuah tragedi yang akan datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐔𝐏𝐄𝐑𝐅𝐈𝐂𝐈𝐀𝐋 𝐋𝐎𝐕𝐄 : Lucas -𝐄𝐍𝐃-
FanfictionADA CERITA LAIN BUAT FANFIC LUCAS Kehilangan sosok yang dicintai adalah luka yang begitu besar, bahkan seorang penyihir pun tidak dapat mengatasi hal itu. Semua ia lakukan hanya untuk menghilangkan rasa sedihnya, bahkan ia rela tertidur seribu tahun...