Setelah mengikuti Debutante Athanasia yang menghabiskan sepanjang malam, (Name) akhirnya kembali ke rumahnya. Meskipun butuh perjuangan untuk meninggalkan pesta tersebut, kini dirinya sedang berjuang melepaskan gaun besar yang dikenakannya. Proses ini memerlukan waktu yang lama, lapisan demi lapisan harus ia lepas. Tubuhnya sudah berkeringat karena kelelahan, mungkin karena jarangnya ia mengenakan gaun seperti ini.Bulan telah tepat berada di atas langit, menunjukkan bahwa kini hampir dini hari, mungkin sekitar jam satu pagi. Aneh rasanya bahwa Lucas belum kembali; jika ia ada di sini, mungkin dirinya akan meminta bantuan, meskipun itu terasa sedikit memalukan.
Setelah satu jam berlalu, (Name) akhirnya melemparkan tubuhnya ke atas kasur dalam keadaan hanya mengenakan kaos tipis dan celana pendek. Gaun telah terlepas dari tubuhnya. Begitu lama merebahkan tubuh karena kelelahan, akhirnya ia terlelap, melupakan bahwa ia belum mandi sama sekali.
Terlelap dalam keletihan, ia memasuki dunia mimpi, tertidur pulas tanpa menyadari apa pun.
"Setelah ini berakhir, kita akan menikah." Ia memasangkan sebuah cincin yang terbuat dari tangkai bunga, diambil dari taman warga sana, kepada seorang perempuan di hadapannya.
"Jangan membuat janji seperti itu..." Suara perempuan itu bergetar, air mata menetes di pipinya. Dalam ketakutannya yang mendalam, saat maut tampak begitu dekat, bagaimana ia bisa mempercayai janji lelaki itu?
Laki-laki di hadapannya hanya tersenyum tulus, tangannya lembut mengusap air mata yang mengalir di wajah perempuan itu. "Aku akan melindungimu," ucapnya penuh keyakinan. Lalu, sebuah kecupan manis diberikan, menyentuh bibir perempuan itu.
Momen romantis itu, penuh kehangatan dan harapan, berakhir dengan...
Sebuah air mata mengalir di pipi (Name), dan Lucas melihatnya dengan penuh keprihatinan. Apa yang sedang mimpikan perempuan ini hingga air mata menetes di wajahnya? Lucas merasa sedikit cemburu mendengar bahwa (Name) berdansa dengan sang raja, informasi yang ia dapatkan dari ocehan Athanasia, meskipun ia pergi begitu saja saat Athanasia masih bercerita.
Hari sudah menjelang siang, namun Lucas belum mengunjungi Athanasia. Ia tetap setia menunggu perempuan itu terbangun dari mimpi yang tampaknya menyedihkan, terbukti dari air mata yang terus menetes.
Dengan lembut, ia menutup tubuh (Name) dengan selimut, menyadari betapa tipisnya kaos yang dikenakannya. Meskipun dia hanya seorang laki-laki biasa yang tidak kebal terhadap godaan, perhatian dan kepeduliannya lebih penting daripada segala hal lainnya.
Sembari menunggu sang pujaan hati terbangun, Lucas memilih untuk ikut tertidur dengan memeluk tubuh (Name) yang sama besar dengannya, tubuh mereka seolah serasi seperti saat Lucas masih berusia empat belas tahun.
Ketika mata (Name) terbuka perlahan, iris ruby berfokus pada wajah ayu dengan seksama, menunggu mata itu untuk menatapnya. "Tertidur terlalu pulas, jadi seperti ini..." gumam (Name) dengan helaan nafas, mengingat kembali mimpi yang baru saja ia alami.
Ia menghirup udara, merasakan aroma yang sangat familiar-aroma tubuh laki-laki yang menumpang di rumahnya. Siapa lagi kalau bukan Lucas? Ia sedikit menggerakkan tubuhnya, menyadari dirinya terkunci dalam pelukan hangat Lucas.
Menoleh ke samping, tatapan mata mereka langsung bertemu. Ia melihat Lucas tersenyum, tampak seperti anak kecil yang penuh keceriaan. "Sejak kapan kamu kembali?" tanya (Name), mulai melepaskan pelukan Lucas dan beranjak dari kasurnya. Namun, sebelum tangannya sempat terlepas, Lucas menggenggamnya erat.
"Dua jam yang lalu," jawab Lucas, berdiri mengikuti langkah (Name) dan menyamai posisinya.
"Jangan mengikuti," ucap (Name) dengan tegas, "Saya harus mandi. Diam di tempat."
Lucas, laki-laki keras kepala yang selalu menumpang dalam hidupnya, hanya bisa menatap dengan penuh kepedihan saat (Name) berusaha mengatur jarak mereka.
"hore, mandi bersama-!"
"Tidak! Tidak bisa, kamu bukan Lucas kecil lagi. Tunggu saya selesai mandi," tegas (Name).
Namun, Lucas tidak mengindahkan perintah itu. Ia memeluk tubuh (Name) erat, menyembunyikan kepalanya di ceruk lehernya. Dalam bisikan lembut, ia mengatakan, "mandi bersama, harus!" tepat di samping telinga kanan perempuan itu, suara lembutnya penuh kehangatan dan kerinduan.
Sikap seperti itu membuat (Name) merasa yakin bahwa dirinya dalam bahaya. Meskipun Lucas masih remaja dan belum cukup umur, ia percaya bahwa Lucas sudah mengerti hal-hal tersebut.
"Sikap seperti ini membuat saya merasa tidak aman, Lucas. Berhenti bersikap manja," balas (Name) dengan tegas, penuh penegasan.
(Name) berusaha keras melepaskan pelukan Lucas, meskipun dia memerlukan seluruh tenaga untuk melawan kekuatan Lucas. "Ayolah, kali ini saja. Aku akan membantu membersihkan punggungmu!" ucap Lucas, suaranya penuh semangat yang membuat tubuhnya sedikit bergerak kesana kemari. Setiap kali (Name) berhasil terlepas, ia segera kembali ke dalam pelukan Lucas, yang membuatnya sedikit tertawa.
Akhirnya, setelah berhasil melawan pelukan Lucas dan terlepas sepenuhnya, (Name) berlari menghindari Lucas dengan cepat. Ia memasuki kamar mandi dan menguncinya, tidak membiarkan siapapun masuk. Ia sedikit tertawa dengan lega, senang karena berhasil terlepas dari si penyihir. Namun, ketika ia berbalik, ia menemukan Lucas tersenyum dengan ekspresi jahil.
"Harus, ya harus," ucap Lucas dengan penuh penegasan.
"Lucas! Pergi sana, kau ini-!" (Name) terkejut, melupakan sejenak bahwa Lucas adalah penyihir licik yang sering menggunakan cara curang untuk mendapatkan keinginannya.
"Ayo lepaskan pakaianmu, aku akan membersihkan punggungmu." Ucap Lucas, mulai tersenyum senang sembari memaksa perempuannya membuka pakaian. "Tidak-hey! Lepaskan, pergi sana. Ja-jangan-LUCAS!"
Byur
Mereka tersungkur bersama ke dalam bak mandi, basah kuyup dari ujung rambut hingga pakaian mereka. Lucas hanya tertawa senang, menikmati kekacauan yang terjadi dan merasa ini adalah kesempatan emas untuk menjahili perempuan itu lebih jauh.
Kepala (Name) mulai terasa sakit dan pusing; ia benar-benar tidak tahan dengan ulah Lucas pagi ini. Kerutan di keningnya semakin dalam, menunjukkan betapa frustrasinya ia.
"LUCAS, PERGI SANA!" teriak (Name) dengan suara yang bergema di kamar mandi. Teriakannya memicu reaksi magis, dan seketika seluruh sudut kamar mandi dipenuhi dengan es runcing, sementara air di bak mandi mulai mendingin seperti di musim dingin.
Plup.
Lucas menghilang dari hadapannya, dan ketika ia muncul di tempat lain, entah di mana, senyum puas terukir di wajahnya.
"Sebenarnya ingin sih, tapi ya...ada yang perlu ku urus, setelahnya aku akan melakukannya."Revisi
23-07-24
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐔𝐏𝐄𝐑𝐅𝐈𝐂𝐈𝐀𝐋 𝐋𝐎𝐕𝐄 : Lucas -𝐄𝐍𝐃-
Fiksi PenggemarADA CERITA LAIN BUAT FANFIC LUCAS Kehilangan sosok yang dicintai adalah luka yang begitu besar, bahkan seorang penyihir pun tidak dapat mengatasi hal itu. Semua ia lakukan hanya untuk menghilangkan rasa sedihnya, bahkan ia rela tertidur seribu tahun...