Jena pov
Ada hal yang seharusnya tidak kubaca asal usulnya lebih jauh. Aneya benar, kali ini aku akan selalu mengingat perkataannya. Aku tidak boleh terlalu sering ikut campur dalam urusan orang lain, termasuk tentang dunia yang tidak terlihat oleh mata telanjang. Kita manusia dan mereka yang tak terlihat selalu hidup berdampingan. Tentu mereka ada meski kita tidak bisa benar-benar melihatnya, mereka ada meski kewarasan menyangkalnya.
Hal terberat di sini ketika diriku tidak bisa mengontrol kemampuan yang kumiliki dengan pasti. Hari ini cukup kebetulan, aku bertemu dengan banyak orang yang memiliki kisah saling berhubungan. Hasa berada di lingkungan yang benar-benar membuatku geleng-geleng prihatin, aku tidak ingin membaca pikiran orang dengan tidak sopan jadi kuputuskan untuk pergi. Kepentinganku untuk bertemu dengannya sementara aku abaikan, waktunya masih belum tepat untuk membahas kotak misterius yang dia curi dariku.
Bagaimanapun aku berusaha untuk pergi, hantu-hantu di sekitarku masih tetap berlalu lalang. Ini menjadi hal yang tidak bisa kuhindari sejak aku berumur delapan tahun dan semua mata batinku terbuka. Sebelum beranjak pulang, aku memutuskan untuk mengembalikan buku tebal yang sempat kupinjam di perpustakaan tiga hari lalu. Aku sudah selesai merangkum jadi buku ini tidak kubutuhkan lagi.
Langkah kakiku berhenti pada meja melingkar besar di tengah ruangan. Petugas perpustakaan berdiri dengan kacamata bertengger nanggung di ujung hidung. Dia memasang wajah merengut. Memang terkenal tidak ramah jadi aku tidak kaget.
"Perpus sekarang penuh. Para mahasiswa baru sibuk sejak pagi tadi. Kamu berniat meminjam buku lagi?"
Aku memperhatikan sekeliling. Benar, perpustakaan cukup berisi saat ini. Jika aku pulang sekarang kemungkinan bertemu dengan Budhe sangat besar. Lebih baik aku berdiam beberapa saat di sini sampai jam yang Budhe janjikan untuk datang ke rumah lewat. Aneya sudah berpesan, aku juga tidak memiliki keberanian untuk menolak tawaran Budhe tentang perjodohan sepihaknya.
"Saya akan membaca sebentar."
Satu kunci loker diberikannya padaku. 107. Aku mencari nomor itu dengan perlahan. Tempat ini adalah perpustakaan pusat kampus. Ada banyak mahasiswa dari fakultas lain yang datang ke sini, jadi dengan baik hati pihak kampus membuatkan loker yang jumlahnya hampir 200 lebih. Wow! Sangat luar biasa sekali sampai aku terkadang bertanya-tanya apakah benar semua loker ini bisa terisi penuh?
Mengenyahkan pikiran tidak pentingku, aku menelusuri setiap lorong, barang kali ada satu tempat sepi yang bisa kujadikan pelarian. Yah, aku bosan, aku membutuhkan waktu untuk diri sendiri tidak dibayangi banyak hal atau makhluk-makhluk berseliweran yang membuatku tak tenang.
Terima kasih Tuhan.
Ada satu di deretan rak buku paling sudut. Oh, ini lucu hanya tempat ini yang tidak satupun mahasiswa kulihat duduk dengan setumpuk buku juga leptop. Apa tempat ini terkena isu angker atau bagaimana? Kenapa tidak ada yang duduk di sini?
Menderet satu kursi setelah mengambil satu buku, aku berjengit kaget. God! Suara dengkuran halus darimana itu? Perhatianku beralih mencari ke sekeliling dan bertemu seseorang yang tidur terlentang di kursi sebrangku. Tolong jangan salahkan aku karena tidak melihatnya tidur di bawah sana. Meja kayu ini tinggi juga lumayan tebal sedikit menghalangi pengelihatan.
Baiklah. Aku tahu kenapa tidak satupun dari mereka berani duduk di sini. Suara dengkuran itu milik Davian, dia sedang tertidur pulas di sana.
Berapa lama jarak bertemu kami tadi? Mungkin tiga puluh menit, waktu yang singkat untuk seseorang yang baru bertemu dan tertidur pulas setelahnya. Dia mungkin cepat lelah karena hantu itu. Tenaga manusia bisa terkuras habis jika terlalu sering berdekatan dengan makhluk dunia lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET
Mystery / ThrillerWarning language! 18+ Bertemu dengan gadis berkemampuan khusus semacam sixth sense. Menurutmu apa aku harus senang atau tidak bertemu dengannya? Hasa Mandala_ Mahasiswa jurusan seni rupa dan desain, sifatnya tidak suka dikekang, kebebasan adalah mo...