Hasa pov
Yang kurasa.
Oleh Reza Darmawangsa.
Lagunya enak didengar. Aku menikmatinya dengan mata tertutup. Gavin fokus mengendarai mobil dan Rio sibuk berkaraoke tidak jelas di belakang. Kami baru saja pulang dari pub. Lagu di radio sengaja diputar kencang untuk menutupi suasana yang sebelumnya tegang. Aku baru saja memukul Davian habis-habisan. Mungkin si brengsek itu saat ini berada di rumah sakit dengan banyak teriakan. Aku berhasil membuat hidungnya patah. Sementara aku sendiri mendapat sedikit lebam di sudut mata dan bibir. Ini sakit. Si kepar*t itu memberiku tenaganya.
"Apa lo masih pusing?" tanya Gavin.
Aku menggumam setia dengan mata tertutup, rasa sakit sudah lumayan mereda. Alasan kami berkelahi terdengar sepele. Aku sangat terganggu bagaimana caranya memperlakukan orang lain dengan sebelah mata. Seolah tingkatannya lebih tinggi hanya karena dirinya memiliki banyak uang. Dia pikir dia siapa?! Orang penting yang harus disembah-sembah?! The fu*klah! Mengatur kasta ini itu dengan uang orangtua. I'm really serious, itu memalukan, dude! Don't never do that to anyone!
Semua kerusuhan ini berawal dari Davian yang menabrak seorang pelayan wanita yang membawa lima botol minuman beralkohol. Kelimanya jatuh berantakan karena si cecunguk itu tidak bisa berjalan dengan benar, dimana matanya dia letakkan? Sialnya, tidak ada ucapan maaf sebagai tata krama. Tidak ada ganti rugi untuk sekedar tahu diri. Yang ada hanya makian yang terdengar menjadi, semakin menyebalkan dan memuakkan. Si pelayan wanita itu hanya bisa menangis. Tentu saja, siapa yang bisa melawan setan sepertinya jika bukan setan juga.
Aku berdecak menajamkan pengelihatanku, aku mengenali wanita itu. Dia adalah seorang anak yatim piatu yang bekerja paruh waktu di banyak tempat hanya untuk bertahan hidup dan berkuliah di kampus kami. Jika minuman yang dia bawa seharga lima belas ribu, tidak akan ada masalah. Namun ini cukup gila, harga per botolnya bisa lima ratus sampai tujuh ratus ribu. Itu pesanan khusus di lantai dua milik orang-orang tidak ada kerjaan penghambur uang seperti kami. Bagaimana dia tidak menangis uang itu senilai gajinya sebulan! Davian sialan! Tanganku sudah gatal sejak lama ingin sekali membuat wajah sombongnya itu babak belur.
Perlu diingat, aku tidak mencari gara-gara. Si brengsek itu yang memberikan wajahnya suka rela. Jadi bukan salahku menghabisinya malam ini.
Sayangnya kerusuhan yang terjadi hanya sebentar. Setelah menghantamnya di sana-sini, Davian pingsan dengan payah. Aku pikir tenaganya cukup besar untuk beradu tinju denganku sampai tiga ronde, nyatanya lima sampai empat pukulan saja dia sudah K.O. Mendengus kecil, aku berjongkok mengambil beberapa lembar uang dari dompetnya, memaksanya untuk ganti rugi. Menggelikannya si sombong itu hanya membawa uang cash tiga juta. Benar-benar payah, dompetnya tidak berguna untuk ukuran seorang bajingan gila.
"Ada yang lapar? Mau beli nasgor depan kompleks?" Rio bersuara bersamaan dengan bunyi perutnya yang menyeramkan. Membangunkanku dari ingatan menjengkelkan tadi.
Membenahi posisi duduk, aku menoleh. "Pagi tadi gue masak nasi. Ada ayam di kulkas. Makan di rumah saja."
"Ohoo. Gue suka masak-masak begini." Gavin membelokan mobilnya menuju kompleks. Aku tidak keberatan dapurku dikotori. Dia memiliki kemampuan memasak yang baik. Lain halnya dengan Rio. Dia hanya bisa merusak perkakas dapur.
Melewati tiga tikungan. Beberapa saat kemudian kami sampai.
Aku melihat Jena baru saja masuk dan menutup pintu pagar. Sejak dia melompati jendela kamarku kemarin, aku tidak melihatnya lagi hari ini. Sebenarnya aku sengaja menghindar darinya. Kotak itu sudah kubuka. Isinya ada uang tunai, mungkin sepuluh juta dan sebuah flasdisk. Aku masih sadar diri untuk tidak mengambil uang orang yang sudah mati. I'm fu*king serious, dude! Aku tidak berbohong, itu bukan milikku.

KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET
Misterio / SuspensoWarning language! 18+ Bertemu dengan gadis berkemampuan khusus semacam sixth sense. Menurutmu apa aku harus senang atau tidak bertemu dengannya? Hasa Mandala_ Mahasiswa jurusan seni rupa dan desain, sifatnya tidak suka dikekang, kebebasan adalah mo...